Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anda Beriman atau Nekat?

30 Juni 2020   11:54 Diperbarui: 30 Juni 2020   12:05 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saya sendiri menolak semua undangan kumpul-kumpul dalam dua minggu terakhir, apalagi kalau dari orang yang saya tahu sudah kelayapan jauh sebelum PSBB dilonggarkan.

Beriman dan nekat itu memang betilafea; kelihatannya sama-sama berani menantang bahaya dan maju terus pantang mundur.

Salah, yang namanya beriman tahu pentingnya ikhtiar. Manusia yang beriman dengan benar akan mengakui kedaulatan Tuhan dan mengupayakan yang terbaik dari dirinya sendiri. Manusia yang beriman dengan benar pasti memikirkan imbas perbuatannya terhadap orang lain. Sebab beriman dengan benar bukan semata-mata tentang hubungan vertikal dengan deity yang kita sebut Tuhan, tapi juga tentang hubungan horizontal dengan manusia lain ciptaan-Nya.

Manusia yang nekat tidak memiliki pertimbangan. Ia melakukan semua atas azas apa yang bermanfaat bagi dirinya sendiri. Manusia yang nekat tidak memikirkan kepentingan orang lain. Parahnya, banyak manusia yang nekat berani mengklaim dirinya beriman. Apakah orang yang menantang mau "menghisap" virus Corona untuk membuktikan bahwa pandemi ini hanyalah konspirasi termasuk pada orang beriman atau orang nekat? Entahlah.

Kesimpulannya, new normal berarti ada kebiasaan baru yang mesti kita integrasikan dengan kehidupan kita sehari-hari. Ada kekagetan, ada pengorbanan, dan pastinya ada ketidakrelaan. Semua kita lakukan demi memutus mata rantai penyebaran Covid-19.

Sejujurnya saya pesimis kapan rantai itu akan putus kalau melihat banyak manusia egois yang sudah tidak sabar untuk membahayakan diri sendiri dan orang lain. Saya tidak bicara tentang di Indonesia saja, namun di berbagai negara yang menyandang mulai dari predikat "maju", "berkembang", sampai "tidak berkembang". Jumlah orang yang terjangkiti dan meninggal sepertinya belum cukup untuk membuat orang-orang lebih eling. Sayang sekali.

Berimanlah. Dan jangan nekat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun