Namun di luar itu ada saja event yang harus dirayakan seperti hari guru, hari orang tua, hari olahraga, dan lain sebagainya, yang membuat kami berkumpul minimal 2 kali dalam sebulan.
Tidak hanya makan masakan Korea, saya juga diajari membuat masakan Korea, yaitu kimchi, bossam, kimmari, dan japchae.
Yang paling berkesan buat saya adalah waktu saya diajak membuat kimchi untuk dijual di bazar yang akan diselenggarakan di dojang Taekwondo.Â
Bazar tersebut bertujuan untuk mengumpulkan dana untuk membeli peralatan berlatih. Semua eonni turun tangan memasak dan semua keuntungan dari penjualan diberikan kepada Sabeomnim untuk dikelola, sehingga orang tua murid dojang tidak terbebani dengan biaya selain biaya les.
Pada waktu membuat kimchi saya belum diijinkan untuk mencampur sawi putih dengan pastanya. Saya disuruh memotong-motong puluhan kilo sawi putih yang baru datang dari Lembang (iya, Lembang!) dan memperhatikan bagaimana para eonni (kakak perempuan) mencampur sawi putih tersebut dengan pasta.
Saya diijinkan membantu menimbang dan mengemas kimchi ke dalam plastik isi 2 kilogram dan menyusunnya dengan rapi di dalam kulkas kimchi milik tuan rumah untuk difermentasi selama 1-2 hari. Sesudah 200 kilogram kimchi selesai dipak, kami melepas lelah dengan makan kimchi, bossam, dan pajeon.
Hari itu sungguh melelahkan buat saya dan ternyata tidak berhenti sampai di situ! Keesokan harinya saya datang pada pukul 5 pagi ke rumah seorang teman untuk membuat japchae dan kimmari.Â
Pagi-pagi buta sudah ada 4 orang Korea dan 1 orang Indonesia mengaduk-aduk japchae di wajan dan kemudian menggulungnya untuk menjadi kimmari.