Dear Mas Menteri,
Saya kembali lagi dengan surat terbuka saya. Kali ini saya akan menulis tentang satu hal yang mungkin akan selalu luput dari perhatian saya kalau pandemi Covid-19 tidak terjadi. Apakah itu?
Rancangan belajar anak-anak yang meliputi apa yang diajar dan bagaimana cara mengajarkannya.
Saya tiba-tiba memperhatikan hal ini karena kegiatan mengajar banyak yang dialihkan ke orang tua karena keterbatasan kehadiran daring guru dari sekolah. Bayangkan, Mas, guru yang biasanya mengajar 6.5 jam setiap hari di sekolah jadi tinggal 1 sampai 2.5 jam saja per hari melalui conference call. Terbayang tidak bagaimana orang tua harus mengisi peran guru untuk memastikan anak mengerti materi dan mendampingi dalam mengerjakan tugas-tugas?
Kami harus menjadi murid dan guru sekaligus dalam tempo sesingkat-singkatnya karena waktu terus berjalan dan anak-anak harus terus belajar.
Kewalahan? Iya, pasti, tapi kami akan sangat terbantu jika ada masterplan kurikulum yang senantiasa dibuka sepanjang tahun kepada umum.
Kurikulum yang tidak ditulis dengan bahasa tingkat dewa ya, Mas, tapi dengan bahasa yang mudah dimengerti dan terukur. Ada cara dan tujuan pada setiap kalimat yang tercantum di dalam kurikulum. Sebagai contoh, kami akan mengerti kalimat "Siswa memahami cara kerja paru-paru dengan melalukan eksperimen X". Apa itu eksperiman X baru dijabarkan di poin berikutnya.
Dear Mas Menteri,
Kurikulum mungkin akan menjadi momok yang terus-menerus minta diperhatikan selama Mas menjabat. Selama bertahun-tahun, lintas presiden dan lintas menteri pendidikan, banyak pihak (sekolah, orang tua, LSM) yang meributkan kurikulum pendidikan kita. Dinilai terlalu berat lah, banyak ilmu yang tidak berguna lah, tidak bisa membuat anak-anak bersaing secara global lah, dan lain sebagainya.
Akan tetapi saya yakin, ada banyak orang pintar di bawah pimpinan Mas. Ada banyak profesor, peneliti, praktisi yang memang menguasai materi pelajaran dan ilmu pedagogi dan menghasilkan kurikulum dari hasil berpikir dan berdiskusi selama ribuan jam. Saya tidak menafikan peran dan sumbangsih mereka, tapi ijinkanlah saya berbagai pemikiran berdasarkan pengalaman sebagai mantan siswa di dalam dan di luar negeri dan sekarang sebagai orang tua.
Menurut hemat saya, Mas, hanya ada tiga cabang ilmu pengetahuan yang perlu perhatian ekstra selama pendidikan dasar di jenjang TK dan SD, yaitu matematika, bahasa (Indonesia dan Inggris), dan sains. Ilmu pengetahuan yang lainnya adalah pelengkap yang pasti bisa dikuasai kalau tiga dasar ini ditaklukkan.
Mari, Mas, saya paparkan alasan mengapa mereka sangat penting.
1. Matematika
Tak sedikit orang-orang seusia saya yang mengeluh, "Percuma dulu belajar banyak-banyak, toh ilmunya sekarang ga kepake." Tapi mereka tidak pernah mengeluh bahwa matematika tidak terpakai di dalam kehidupan selepas bangku sekolah. Bahkan dari sebuah penelitian yang saya pernah baca beberapa tahun lalu, seseorang yang mengalami gegar otak sekalipun tidak akan lupa bahwa 1 ditambah 1 sama dengan 2.
Matematika itu mudah, Mas, ia hanya bicara kali-bagi-tambah-kurang, tak lebih dari itu. Matematika terasa susah karena ia memaksa anak untuk berpikir terstruktur dan sistematis. Matematika mengajari anak:
1. Mengidentifikasi masalah: apa yang diketahui, apa yang ditanyakan.
2. Menentukan langkah-langkah untuk memecahkan masalah: apa yang penting yang bisa dipakai dalam perhitungan, apa yang bisa diabaikan.
3. Mendapatkan solusi dari permasalahan: formula apa yang dipakai untuk mendapat jawaban.
Sudah, itu saja. Ini adalah ketiga pilarnya yang dipelajari mulai dari anak mempelajari apa itu pola sampai anak memecahkan soal cerita. Bahkan soal Fisika dan Kimia yang dihadapi anak-anak di jenjang pendidikan lanjutan (SMP dan SMA) tidak terlepas dari tiga langkah tersebut.
Belajar matematika bukan hanya soal menghafal tabel perkalian dan pembagian; itu ilmu yang bisa dipelajari sendiri tanpa memerlukan guru. Langkah awal mempelajari matematika adalah melihat pola, membuat pengelompokan, dan membentuk formula.
Ini contoh sederhana:
Dari gambar di atas anak-anak saya bisa:
1. Melihat pola: segitiga yang diikuti lingkaran
2. Membuat pengelompokan: sebenarnya ada empat bentuk yaitu segitiga polos, segitiga bergaris, lingkaran polos, dan lingkaran bertitik-titik.
3. Membentuk formula: dilihat dari atas ke bawah dan kiri ke kanan, segitiga menjadi bergaris pada nomor urut ganjil dan lingkaran menjadi bertitik-titik pada nomor urut genap.
Soal seperti di atas mereka pelajari sejak usia 4 tahun di bangku TK, Mas. Struktur pemikirannya sudah begitu terbentuk sehingga anak-anak bisa menghadapi soal macam apapun di tingkat pendidikan setinggi apa pun, contohnya anak sulung saya yang mempelajarinya 7 tahun lalu.
Perbanyak soal cerita saat mengajarkan matematika, Mas. Buat mereka melihat kegunaannya dalam kehidupan sehari-hari dan saya jamin mereka akan menyukainya.
Bulan lalu anak saya yang sulung bertanya apa gunanya belajar segitiga dengan semua sudutnya. Saya ajak dia melihat dari kejauhan sebuah rumah besar yang sedang dibangun di kompleks saya. Saya tunjukkan konstruksi atapnya yang berbentuk segitiga.
Dengan mengetahui besar sudut, kita bisa mengetahui panjang sebuah garis yang berhadapan dengannya. Kita jadi bisa menghitung panjang besi yang diperlukan untuk menyangga atap itu dan berapa uang yang harus dikeluarkan. Ini hal yang akan dijelaskan oleh sin, cos, dan tan di kelas lebih tinggi, tapi dia menangkap maksud saya.
Materi pelajaran matematika tidak berubah banyak dari tahun ke tahun, Mas. Kita memerlukan terobosan dalam hal mengajarkannya supaya struktur itu melekat terus di cara pikir anak-anak bahkan saat mereka tidak sedang menghadapi matematika. Dan tentu saja kita perlu memperlengkapi guru yang akan mengajarkannya (lihat surat terbuka saya kemarin).
2. Bahasa (Indonesia dan Inggris)
Anak yang sudah jatuh cinta pada matematika pasti juga jatuh cinta pada bahasa. Bahasa seperti halnya matematika juga mengajarkan anak berpikir terstruktur dan sistematis, dan berpijak pada 3 langkah melihat pola, melakukan pengelompokan, dan membentuk formula.
Mengapa kita tahu kata dasar "baca" harus ditambahi imbuhan "me-" kalau ingin dijadikan kata kerja aktif? Mengapa kita menerima bentuknya yang kemudian berubah menjadi "membaca" dan bukan "mebaca"?
Itu karena para bapak dan ibu yang mempelopori bahasa persatuan kita dan merumuskan tata bahasanya melihat pola, kelompok, dan formula.
Mereka menentukan bahwa kata dasar yang ditambahi imbuhan "me-" akan menjadi kata kerja aktif (FORMULA). Huruf awal kata dasar berbeda-beda, apakah kata kerja yang terbentuk harus berubah bentuk dan bunyinya karena pelafalan atau dibiarkan saja seperti semula?
Mereka lalu mengelompokkan kata-kata dasar berdasarkan huruf awalnya (KELOMPOK). Lalu mereka memutuskan huruf sisipan untuk mempermudah pelafalan kata itu (POLA dan FORMULA). Sebagai contoh:
me- + kata dasar berawalan huruf "c" dan "d" = me(n) + kata dasar
me- + kata dasar berawalan huruf "b" = me(m) + kata dasar
dan seterusnya.
Pola pikir yang sudah terbentuk dari mempelajari matematika akan membantu mereka dalam mempelajari bahasa. Apalagi dalam mempelajari bahasa Inggris dan bahasa asing lain yang berorientasi pada formula.
Mudah sekali mempelajari bahasa Inggris kalau bisa melihat kelompok dan formula. Kata kerja di dalam bahasa Inggris dikelompokkan menjadi 3, formulanya jelas untuk setiap kelompok (kata kerja ditambah akhiran -ing atau akhiran -ed untuk regular verb). Semua bentuk ada pakemnya dan bisa dikalkulasi.
Mungkin Mas heran, dari mana saya tahu semua ini. Dari 2 orang guru bahasa Indonesia dan 3 orang guru bahasa Inggris saya semasa SMP. Iya, Mas, saya dulu memiliki begitu banyak guru bahasa (5 orang di setiap jenjang, total 15 orang dalam 3 tahun). Mereka membuat saya berpikir dan melihat relevansi pelajaran mereka dengan matematika yang saya sudah sukai duluan.
Selain tentang struktur dan sistem, bahasa adalah tentang ekspresi diri. Oleh karena itu anak-anak perlu mempelajari bentuk dan cara membuat karya sastra. Sewaktu SMP tugas bahasa Inggris saya adalah membaca karya Sutan Takdir Alisyahbana dan Shakespeare. Tata bahasa penting, tapi anak-anak juga perlu belajar kapan dan bagaimana ia dipakai.
Saya sangat mendukung bila ada pelajaran menulis kreatif untuk anak-anak di setiap jenjang pendidikan. Menulis adalah aktivitas mengungkapkan pikiran seseorang dengan struktur dan sistem yang bisa dimengerti oleh orang lain. Matematika memberi kerangkanya, bahasa memberi alatnya, dan tulisan adalah wujudnya.
Oya, sebelum saya lupa, menurut saya porsi belajar bahasa Indonesia harus sama dengan bahasa Inggris setiap jenjang pendidikan. Kita sedang berada di tengah dunia dengan satu bahasa pengantar. Menguasai bahasa Indonesia adalah penting, tapi menguasai bahasa Inggris berarti memperlengkapi anak-anak kita untuk memiliki akses lebih banyak kepada informasi dan pengetahuan dan berkolaborasi dengan orang-orang lain bangsa.
Bukankah kita ingin mereka menjadi pemain-pemain global dengan kearifan lokal?
3. Sains
Yang disasar dan dilatih oleh sains adalah rasa ingin tahu anak-anak. Tanpa rasa ingin tahu manusia tidak akan menemukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa rasa ingin tahu anak-anak kita tidak akan membuka pikiran dan mencari lebih banyak ilmu.
Kurikulum sains sebaiknya mengedepankan pentingnya hipotesa dan perlunya eksperimen untuk membuktikan hipotesa. Langkah-langkah dalam bereksperimen sudah dilatih oleh matematika. Bahasa menjadi alat untuk merumuskan pemikiran dan temuan. Mas setuju kan bahwa ketiga ilmu ini memang benar saling bertautan?
Buatlah kurikulum yang menggugah rasa ingin tahu mereka, Mas. Alih-alih mengajarkan anak menghafal bahwa jantung memiliki dua bilik dan dua atrium, masukkanlah lebih banyak eksperimen ke dalam kurikulum untuk membantu mereka membayangkan bagian-bagian dan cara kerja jantung.
Bulan lalu anak saya mendapat tugas sains mempelajari cara kerja paru-paru. Awalnya saya sudah berpikir pasti ini eksperimen yang ribet, ternyata tidak sama sekali. Dia hanya membutuhkan 1 buah botol kosong, 2 buah sedotan, 2 buah karet gelang, dan 3 buah balon. Dari situ dia bisa melihat bagaimana aktivitas kita menarik/membuang nafas (sedotan melambangkan lubang hidung) bisa mempengaruhi membesar/mengecilnya paru-paru dan diafragma (dilambangkan oleh balon).
Dia tidak perlu membedah paru-paru benaran, Mas. Dia hanya perlu analogi, yang diajarkan juga di dalam matematika, untuk melihat asosiasi dari dua hal yang sepertinya tidak berhubungan sama sekali. Sungguh tidak terpikirkan oleh saya yang merupakan produk dari kurikulum lama bahwa sedotan bisa melambangkan lubang hidung dan organ dalam bisa direprentasikan oleh balon.
Kita sama-sama berharap, Mas, dengan mempelajari sains anak-anak jadi lebih ingin tahu tentang, di antaranya, tubuh manusia dan makhluk hidup lainnya (biologi), alam semesta (geofisika, astronomi), materi (kimia), dan menggunakannya di bidang yang dekat dengan keseharian kita (fisika).
Dear Mas Menteri,
Matematika membuat pikiran terstruktur, bahasa memberi jalan untuk mengungkapkan pikiran, dan sains membawa pikiran itu untuk menemukan hal-hal baru. Ilmu pengetahuan lain adalah pengejewantahan ketiga ilmu dasar ini.
Sebagai contoh, olahraga basket. Luas lapangan, jumlah pemain, dan cara mendapatkan skor adalah murni tentang matematika. Pelatih yang memberi instruksi dan menjelaskan taktik menggunakan bahasa. Pemain yang cedera dan kehabisan tenaga perlu tahu sains (biologi) untuk mempertahankan performanya.
Dear Mas Menteri,
Kita sama-sama berharap dengan kurikulum matematika, bahasa, dan sains (dan mata pelajaran lain tentunya) yang tepat, kita sedang mempersiapkan anak-anak kita untuk menyumbang kebaikan kepada kemanusiaan dan kehidupan di muka bumi ini. Itu harapan kami sebagai orang tua, harapan kita semua, saat kita bicara tentang kurikulum pendidikan Indonesia yang belum juga menemukan bentuk finalnya.
Semoga segera ya, Mas, di bawah pimpinan Anda sebagai nahkoda sebuah kapal besar dan limbung yang bernama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Salam Pendidikan (dari murid dan guru dadakan).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H