Tiga hari lagi anak-anak saya akan libur sekolah tahap pertama sampai tanggal 29 Mei. Sesudah itu mereka akan masuk beberapa minggu sebelum akhirnya menjalani liburan kenaikan kelas.
Libur panjang kali ini pasti terasa berbeda karena belum ada kejelasan kapan sekolah akan dibuka kembali. Jika dibuka, bagaimana protokol kesehatan demi keselamatan dan keamanan bersama semua anak, guru, dan karyawan sekolah? Apakah hati ini akan tenang mengirim mereka ke sekolah jika pandemi Covid-19 belum benar-benar berhenti?
Daripada memikirkan dan mengkhawatirkan hal yang belum terjadi, sebaiknya saya fokus merencanakan apa yang bisa dikerjakan oleh anak-anak sepanjang liburan minggu depan dan liburan pada bulan Juni hingga Juli.
Kegiatan liburan yang saya canangkan terinspirasi, tentu saja, dari mengamati kegiatan homelearning (School from Home) mereka selama 8 minggu terakhir. Selama mendampingi mereka mengikuti conference call dan mengerjakan tugas, saya mendapati ada banyak kesenjangan antara pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan dan yang seharusnya mereka sudah kuasai sesuai usia mereka.
Lahir dan dibesarkan oleh keluarga pendidik memang membuat saya peka mengamati sebuah proses belajar dan proses penilaian yang menyertainya. Apalagi suami saya juga seorang pengajar, dia mengajar coding dan saya mengajar creative writing, sehingga saya memiliki partner yang tepat untuk meningkatkan kemampuan kognitif anak-anak kami.
Setiap tahun anak-anak saya mengikuti kegiatan liburan selama satu sampai dua minggu, entah itu retreat dari gereja, kursus bahasa Inggris, kunjungan pabrik, proyek sains, atau yang lainnya. Tahun ini semua kegiatan liburan akan berpusat di rumah karena kami semua #DiRumahAja. Jika pandemi sudah mereda dan kondisi memungkinkan, maka saya berencana membawa mereka ke alam, seperti yang dilakukan oleh sekolah liburan yang mereka biasa ikuti.
Rencana kegiatan di dalam "Sekolah Liburan Ala Mama" hanya berfokus kepada 7 hal (4 wajib dan 3 opsional). Pembaca budiman silakan mencontohnya sebagai inspirasi kegiatan liburan bersama ananda.
1. Matematika
Matematika itu mudah, semua perhitungan hanya berkutat pada 4 hal: kali, bagi, tambah, kurang (kali-ba-ta-ku), tidak ada yang lain. Yang sulit dari matematika adalah kegiatan menganalisa. Menganalisa sebuah masalah perlu pikiran yang terstruktur. Membuat pikiran yang terstruktur perlu mengidentifikasi 4 hal ini saja:
1. Apa yang diketahui?
2. Apa yang ditanyakan?
3. Apa formulanya?
4. Apa solusinya?
Anak-anak perlu dibiasakan membaca, mencerna, dan memecahkan soal cerita. Kalau kita ingin matematika terus dipakai oleh anak-anak, kita harus membuat mereka melihat hal-hal dalam kehidupan sehari-hari yang bisa diselesaikan dengan matematika.
Sebagai contoh, saya menyuruh anak saya yang sulung untuk menyapu kamarnya setiap sore. Kamarnya berbentuk persegi panjang dengan panjang 3 meter dan lebar 2.5 meter. Pertanyaan saya, berapa luas area yang dia perlu sapu dalam 1 minggu?
Dari soal di atas dia bisa mengidentifikasi:
1. Yang diketahui: kamar berbentuk persegi panjang, panjang dan lebarnya diketahui, 1 minggu terdiri dari 7 hari.
3. Yang ditanya: luas area yang perlu disapu dalam satu minggu.
2. Formula: hitung luas kamar yaitu luas persegi panjang dengan cara mengalikan panjang dan lebar.
3. Solusi: setelah mendapat luas kamar, kalikan angka tersebut dengan 7 (jumlah hari dalam satu minggu).
Mudah, bukan? Membiasakan anak memakai matematika untuk menyelesaikan soal cerita bisa dimulai dari usia dini, bahkan dari usia Taman Kanak-kanak. Beri saja soal sederhana seperti di bawah ini:
Ari memiliki 5 buah mobil mainan. Ibu membelikan 4 mobil mainan baru untuk hadiah ulang tahunnya. Berapa mobil mainan yang Ari miliki sekarang?
Seorang teman saya bahkan mengintegrasikan matematika ke dalam praktek membuat kue yang sedang digandrungi oleh anaknya. Pembuatan kue itu bicara tentang takaran. Cukup dengan menetapkan takaran, misalnya tepung terigu, yang diperlukan oleh 1 buah kue, maka si anak bisa dengan cepat menghitung total tepung terigu yang dia butuhkan untuk membuat 10 buah kue.
2. Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia adalah bahasa ibu dan bahasa persatuan di negara kita. Sebagai ibu dari anak-anak yang bersekolah di sekolah bilingual, saya melihat banyak aspek dalam bahasa Indonesia mereka yang saya perlu perbaiki dan tingkatkan.
Selama liburan saya hanya akan fokus pada 4 hal saja:
1. Pemakaian huruf besar/kapital dan kecil
2. Pemakaian tanda baca
3. Pembentukan kata kerja aktif dan pasif
4. Sinonim dan antonim kata
Keempat hal tersebut adalah pengetahuan dasar yang harus dikuasai oleh anak-anak berusia 6 dan 10 tahun. Yang akan saya bedakan nantinya adalah jenis artikel yang mereka akan baca untuk memperkaya kosa kata dan kompleksitas karya sastra (cerita pendek, puisi, dan pantun) yang saya akan perkenalkan pada mereka.
3. Bahasa Inggris
Memakai bahasa Inggris dalam percakapan sehari-hari tidak membuat kedua anak saya serta-merta fasih berbahasa Inggris. Dari aspek speaking dan listening mereka sudah berada di jalur yang benar, namun tidak demikian dengan aspek reading dan writing.
Jadi, saya perlu mengajari mereka 4 hal ini untuk meningkatkan kemampuan menulis dan membaca mereka:
1. Grammar: tenses (12 yang paling utama) dan verbs (regular, irregular, gerund).
2. High frequency words: kata-kata yang paling sering muncul sehari-hari.
3. Phonics: cara membaca dengan mengkorelasikan sebuah bunyi dengan sebuah huruf atau kelompok huruf. Ini penting dalam pembelajaran bahasa Inggris dimana kita tidak membaca persis apa yang tertulis seperti halnya dalam bahasa Indonesia (dengan perkecualian untuk beberapa bunyi, seperti: 'ng', 'ny', dsb).
4. Prepositions: kata depan yang menunjukkan posisi sebuah benda, seperti: at, in, on, between, dsb.
4. Sains
Dari dulu saya tidak tertarik pada sains. Nilai IPA saya selalu pas di batas lulus. Maklum, saya lebih tertarik pada apa yang ada di hati dan benak manusia daripada alam dan makhluk hidup di dalamnya. Akan tetapi, demi mengajari anak-anak saya pun harus belajar terlebih dahulu.
Ada banyak sekali bahan untuk mempelajari sains, dari buku, dari Youtube, dari acara televisi, dan lain sebagainya. Saya akan membagikan sumber bahan belajar sains yang menurut saya sangat mudah dipahami berdasarkan pengalaman belajar kedua anak saya:
1. Buku
Buku-buku tentang sains ada banyak sekali, tapi favorit saya hanya dari 2 penerbit: DK dan National Geographic. Buku-buku dari DK banyak menggunakan ilustrasi dan kata-kata yang mudah dipahami. Setiap gambar disertai dengan 2-3 kalimat singkat sehingga anak tidak merasa kewalahan saat menyerap informasi.
Buku-buku dari DK sangat cocok untuk pembelajar bahasa Inggris tahap beginner, sedangkan buku-buku dari National Geographic sangat cocok untuk mereka yang sudah berada pada level intermediate dan advanced.
2. Youtube
Suatu hari, waktu anak saya yang sulung berusia 9 tahun, dia tiba-tiba berkata, "Mama, could you please kiss my cranium?"
Saya spontan kaget karena saya tidak ingat satu pun istilah Latin kecuali Oryza sativa untuk beras dan Felis tigris untuk harimau. Yang membuat saya tambah heran adalah dia bisa dengan lancar menyebutkan nama Latin dari setiap tulang. Padahal sampai lulus SMA saya tidak ingat banyak dari pelajaran Biologi.
Selidik punya selidik, ternyata gurunya di sekolah memperkenalkan channel "Doctor Binocs" dan "Kids Health" untuk mengajarkan sains. Saya pun ikut menonton isi kedua channel tersebut (sudah puluhan kali sampai hari ini) dan saya jadi teringat kembali akan apa yang saya pelajari 20-30 tahun lalu.
Mengapa belajar sains (IPA) dulu terasa tidak menyenangkan, ya? Apa mungkin karena tidak terintegrasi dengan musik dan cerita?
Untuk menghafal nama-nama tulang ada "Mr. Boneto" yang mengajak anak-anak menyanyikan bersama nama tulang mulai dari kepala sampai telapak kaki. Lagunya sangat mudah diingat bahkan oleh anak saya yang berusia 6 tahun. Waktu kakaknya terantuk kursi, dia bertanya, "Kakak, is your pelvis okay?"
Satu episode dari channel "Dr. Binocs" hanya berkisar 10-15 menit, cocok sekali untuk anak-anak yang rentang konsentrasinya masih sangat singkat. Channel ini mengajarkan tentang sains yang berkaitan dengan tubuh manusia, fenomena alam, sejarah sebuah penemuan, sampai riwayat hidup para ilmuwan terkenal.
Channel "Kids Health" mengajak anak-anak mengerti, salah satunya, proses sirkulasi darah dan pencernaan makanan lewat karakter Chloe dan Nurb yang masuk ke dalam tubuh manusia. Mereka mendayung sampan dan berkelana bersama aliran darah, bertemu dengan berbagai macam enzim, dan melihat "mesin-mesin" yang bekerja di dalam tubuh manusia seperti jantung dan usus. Belajar sains jadi tidak lagi terasa membosankan!
3. Acara televisi
Acara televisi yang kami sangat gemari adalah "Storybots", sebuah acara original dari Netflix. Storybots adalah 5 buah robot kecil yang melakukan penelusuran untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana yang diajukan oleh anak-anak kecil.
Mulai dari mengapa rambut saya berwarna hitam tapi rambut teman saya berwarna pirang, bagaimana saya bisa mendengar, dari mana listrik berasal, bagaimana dinosaurus bisa punah, dan sebagainya, semuanya dijelaskan dengan cerita dan lagu. Lagu-lagunya luar biasa asyik. Anak-anak saya bisa menghafal nama dan karakteristik 9 planet dalam tata surya dan berbagai jenis dinosaurus hanya dengan sering mendengarkan lagu-lagu mereka.
Perjalanan para "Storybots" juga bisa dinikmati di Youtube. Biasanya lagu dan narasi tentang suatu tema sudah dipisah menjadi beberapa post.
5, 6, 7 Memanggang Kue, Berkebun, Melukis
Tiga kegiatan tersebut saya buat opsional karena tergantung kesulitan yang dihadapi oleh anak-anak dalam mempelajari 4 materi wajib: matematika, bahasa Inggris, bahasa Indonesia, dan sains. Saya berencana mengajarkan semua materi wajib masing-masing 1 jam per hari. Jika anak-anak belum lelah, maka saya akan mengajak mereka melakukan salah satu dari tiga materi opsional setiap harinya.
Kegiatan memanggang kue katanya edukatif untuk anak dan bisa memperkuat ikatan antara orang tua dan anak. Saya belum pernah memanggang kue, apalagi melakukannya bersama anak-anak. Mengingat ada banyak barang yang perlu diwaspadai di dapur dan saat membuat kue (pisau, mikser, oven, kompor, dan lain-lain), saya akan memulai kegiatan ini dengan sangat hati-hati.
Akhir tahun lalu anak-anak iseng menanam biji salak di taman depan rumah. Tak disangka, setelah beberapa bulan mulai keluar batang pendek dan daun yang cukup rimbun. Tukang taman kami memindahkannya ke area lain karena akar pohon terantuk pipa air. Ternyata tanah yang baru kurang subur dan tak lama kemudian pohon salaknya mati. Anak-anak jadi kurang antusias berkebun, tapi setidaknya saya bisa mengajak mereka mencabuti rumput liar, hehehe.
Tanpa disuruh pun anak-anak saya sudah gemar melukis dan mendekorasi. Selama liburan saya akan fokus pada satu hal saja untuk masing-masing anak: si sulung belajar tentang gambar perspektif, si tengah belajar tentang gambar 3 dimensi, dan si bungsu belajar mewarnai di dalam garis. Kalau waktunya ada mungkin saya akan mengajak mereka mencoba pointillism. Ini cara menggambar dan mewarnai yang cukup menantang karena anak dituntut untuk memberi kesan 3 dimensi dengan gradasi warna.
Rencana telah dibuat, yang sekarang diperlukan adalah komitmen saya dan anak-anak untuk melakukannya setiap hari selama liburan. Tentu saja "Sekolah Liburan Ala Mama" tidak boleh mengabaikan hak anak-anak untuk bersantai membaca buku cerita, bermain Lego, bermain musik, dan menonton film yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan belajar.
Hosh, semangat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H