Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Bagaimana Memahami Euthanasia dari Drama Korea?

11 Mei 2020   22:06 Diperbarui: 12 Mei 2020   14:10 938
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bulan lalu seorang teman saya di San Fransisco mengirimkan pesan. Dia dan keluarganya baru mengambil sebuah keputusan sulit. Kakeknya yang sekarang berusia 92 tahun menempati panti jompo sejak 10 tahun lalu.

Ia bermigrasi dari Hong Kong ke Amerika Serikat pada tahun 1997 sesaat setelah Hong Kong dikembalikan ke Republik Rakyat Tiongkok.

Sang kakek memboyong semua anak dan cucunya, bekerja keras sebagai supir truk penjual tahu di Chinatown, sampai akhirnya bisa mendapatkan kehidupan yang layak.

Seperti yang kita ketahui bersama, tingkat kematian paling tinggi akibat pandemi Covid-19 ada di kelompok usia tua yang biasanya memiliki penyakit penyerta. Tak heran dalam laporan dari berbagai negara, banyak kluster baru yang terbentuk di panti jompo (nursing home) dan banyak kematian yang dialami oleh penghuni dan pekerjanya.

Keterbatasan tenaga kesehatan, obat-obatan, dan ventilator di panti jompo tersebut membuat ayah dan para paman dari teman saya ini diminta untuk menandatangani DNR (Do Not Resuscitate), sebuah formulir permintaan dari pasien (atau keluarga pasien) kepada dokter untuk tidak melakukan Resusitasi Jantung Paru (RJP) jika dia mengalami henti nafas dan henti jantung.

RJP sendiri berupa tindakan kompresi dada, kejut listrik jantung, pemasangan selang bantu napas, dan obat-obatan emergensi, yang bisa berujung pada kesembuhan atau kematian pasien.

Mereka diminta menyetujui DNR karena ada outbreak di panti jompo lain di dekat situ. Pertimbangan akan keselamatan dan keamanan bersama mengharuskan isolasi semua panti jompo dalam radius 5 kilometer dari pusat outbreak. Isolasi berarti:

  1. Menghentikan semua akses dari luar, termasuk kunjungan dari anggota keluarga.
  2. Mengijinkan tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan medis yang diperlukan, termasuk DNR yang sudah disetujui keluarga, jika penghuni panti jompo mengalami henti nafas/jantung yang mungkin disebabkan atau tidak disebabkan oleh virus SARS-CoV2.

Meminjam istilah almarhum Didi Kempot, hati teman saya dan keluarganya ambyar. Sebelum pandemi, kondisi kesehatan sang kakek sudah cukup buruk. Anak dan cucunya bergantian tinggal di panti jompo untuk menemaninya. Menandatangani DNR adalah sebuah keputusan yang serba salah. 

Membawanya pulang tidak diijinkan karena mungkin ia termasuk Orang Tanpa Gejala (OTG) dan menulari anggota keluarga lain di rumah. Tidak membawanya pulang berarti membiarkannya (mungkin) terinfeksi dan melepaskan kesempatan untuk bersamanya di saat-saat terakhir di dalam hidupnya. Semua serba salah.

Minggu lalu dia mengirimkan pesan lagi. Panti jompo yang ditempati kakeknya masih diisolasi dan sudah ada dua orang suspect Covid-19 yang meninggal di sana.

Pengelola panti memasukkan keluarga teman saya ini ke dalam program Comfort Care melalui teleconference dengan dokter dan psikolog, yang bertujuan mempersiapkan keluarga yang akan ditinggalkan untuk mengambil keputusan demi kebaikan pasien dan keluarganya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun