Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Mengatasi Rasa Tidak Dipercayai

1 Mei 2020   23:51 Diperbarui: 2 Mei 2020   01:42 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apa yang terjadi jika misalnya waktu itu ibu dari Thomas Edison tidak memercayai anaknya?

Thomas Edison mungkin tidak akan menggali kemampuan terbaiknya dan tidak akan menjadi seorang penemu. Toh sekolahnya sudah mencap dia sebagai anak idiot, ya sudah wujudkan saja cap itu. Tidak usah belajar di sekolah, tidak usah belajar di rumah, sebaiknya dia menyerah saja dengan hidupnya.

Dunia psikologi sudah berkali-kali mewanti-wanti: hati-hati dengan ucapanmu karena ia bisa menjadi kenyataan. 

Jangan katai anakmu nakal, nanti dia benar-benar akan menjadi nakal walaupun mungkin hanya untuk menantangmu. Jangan katai anakmu bodoh, nanti dia tidak akan percaya diri mempelajari hal baru dan selalu merasa dirinya tidak mampu.

Rasa percaya yang diberikan oleh orang tua kepada anak, atau antara orang terdekat, adalah motivasi, dorongan, dan semangat yang tidak boleh diremehkan kekuatannya. Lihatlah Thomas Edison sebagai contoh.

Sepanjang hidup saya berusaha untuk memercayai dan dipercayai oleh orang lain. Hari ini menyedihkan hati saya karena hari ini saya tidak dipercaya untuk melakukan sesuatu.

Jauh sebelum pandemi Covid-19, saya sudah berniat belajar memotong rambut karena ilmunya terlihat menarik. Saya bahkan sudah menyusun rencana, saat anak saya yang terakhir berusia sekian saya akan mengambil kursus di kota lain yang berjarak 30 km dari kota saya.

Rencana tinggal rencana, anak yang terakhir baru lahir 1 tahun lalu dan pandemi ini terjadi. Di saat pandemi salon-salon di sekitar rumah tutup padahal rambut seluruh anggota keluarga sudah gondrong, sehingga hanya ada satu solusi: beli alat potong rambut (clipper) dan belajar cara potong rambut dari Youtube.

Tadi sore saya berhasil merangkai mesin dan guiding comb tanpa membaca instruksi karena tidak ada instruksi dalam bahasa Inggris atau Indonesia. Saya minta suami untuk mengenakan celemek dan saya pun siap beraksi.

Awalnya suami merasa geli ketika clipper menyentuh rambutnya. Pernah juga clipper terlalu dekat ke kulit kepalanya sehingga dia kesakitan. Rasa percaya diri saya lama-lama terkikis. Saya sedang belajar dan ingin mempraktekkan yang saya pelajari, tapi suami saya meragukan saya terus.

Akhirnya saya hilang kesabaran. Saya bereskan clipper dan barang-barang lain padahal rambut yang terpotong baru sedikit sekali. Saya marah dan kecewa karena tidak dipercayai. Tentu saja saya akan memotong rambut suami saya dengan hati-hati; saya tidak akan bekerja serampangan dan membuat dia pitak sebelah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun