Paskah tahun ini sangat berbeda.
Pertama kalinya sepanjang saya hidup tidak ada kebaktian di gereja. Tidak ada bersalaman dengan jemaat yang lain. Tidak ada ucapan selamat sambil merenungkan dengan khusyuk betapa anugerah itu tidak layak diberikan bagi saya dan kita semua.
Paskah tahun ini terpaksa menggunakan layar. Tidak ada tatap muka, jabat tangan, dan tepukan di bahu. Yang ada hanya lambaian dari tempat-tempat yang jauh, senyum yang dipaksakan karena batin yang tersiksa, dan doa yang diucapkan keras-keras mengharapkan belas kasihan Tuhan atas umat manusia.
Paskah tahun ini bukan Paskah yang manusiawi.
Tindakan penyaliban Tuhan Yesus yang diperingati pada hari Jumat Agung ini juga sama tidak manusiawinya.
Kita, manusia, yang diciptakan menurut gambar dan rupa Allah, mampu memperlakukan manusia lain serendah orang-orang Yerusalem ketika itu memperlakukan Tuhan Yesus.
Mendekat padahal berkhianat.
Menangkap tanpa surat perintah.
Membelenggu tanpa penjelasan.
Merampas martabat saat memaksa menanggalkan pakaian.
Tanpa takut menancapkan mahkota duri di batok kepala yang rapuh.