Mohon tunggu...
Rijo Tobing
Rijo Tobing Mohon Tunggu... Novelis - Novelis

Penulis buku kumpulan cerpen "Randomness Inside My Head" (2016), novel "Bond" (2018), dan kumpulan cerpen "The Cringe Stories" (2020) dalam bahasa Inggris. rijotobing.wordpress.com. setengah dari @podcast.thechosisters on Instagram.

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Tiga Istilah Populer Seputar Covid-19

17 Maret 2020   00:02 Diperbarui: 17 Maret 2020   00:49 293
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: share.america.gov

Sejak merebaknya Covid-19 di belahan dunia lain dan di Indonesia, ada beberapa istilah yang kerap kita dengar dalam pemberitaan seputar pandemi ini.

Dari hasil membaca berbagai sumber, saya akan mencoba merangkum tiga istilah populer yang mungkin menjadi pertanyaan di benak Anda. Sebelum saya mulai, saya perlu memberitahu persamaan ketiga istilah tersebut, yaitu:

1. Adanya pemisahan antar manusia.

2. Adanya penghentian sementara aktivitas kehidupan sehari-hari.

Efek ketiga istilah tersebut sangat besar, mengubah paradigma dan cara kita dalam bekerja, belajar, berbisnis, dan lain sebagainya. Ini adalah masa saat semua orang harus sabar, tabah, dan berusaha untuk tetap tenang. Jangan khawatir, masa ini pada waktunya nanti pasti akan berakhir.

Mari kita mulai.

1. KARANTINA

Sering mendengar istilah ini? Atau pengertian Anda akan kata ini tercampur dengan pengertian Anda akan kata 'isolasi'?  Mari kita mulai dengan arti kata 'karantina' itu sendiri.

Karantina adalah pemisahan seseorang yang diduga telah terekspos dengan penyakit tertentu namun belum menunjukkan tanda-tanda sakit. 

Orang yang dipisahkan akan dimonitor untuk melihat apakah gejala penyakit itu perlahan-lahan muncul atau tidak. Sebelum orang itu benar-benar jatuh sakit, karantina mencegah penyakitnya menyebar dengan cara membatasi kontaknya dengan orang lain.

Dalam kasus Covid-19 orang yang dikarantina dianjurkan untuk tinggal di rumah dan tidak pergi ke tempat umum selama 14 hari. Empat belas hari adalah masa inkubasi virus ini, walau ada jurnal ilmiah yang berpendapat berbeda. Jika orang tersebut tidak menunjukkan gejala apapun setelah masa karantina, maka bisa dipastikan bahwa ia tidak terjangkit penyakit yang dimaksud.

Sebelum pandemi Covid-19, cara karantina sudah dipakai untuk menahan laju penyebaran penyakit menular lain, seperti campak dan cacar air. Sewaktu saya duduk di bangku kelas 2 SMP saya ingat ada wabah cacar air di sekolah saya. Awalnya bermula dari 3 orang siswa di kelas saya. Di hari ke-3 setelah bintik-bintik berisi air itu muncul, mereka sudah masuk sekolah karena waktu itu sedang ada pekan ulangan.

Tidak diberlakukannya karantina (mandiri) waktu itu membuat penyakit cacar air menjangkiti banyak siswa, termasuk saya. Padahal saya sudah kena cacar air ketika bayi, tapi ketika itu imunitas tubuh saya sedang lemah karena saya belajar sampai larut malam. Akibatnya saya menderita cacar air lagi.

Dalam kasus penyakit menular yang mematikan seperti Covid-19 ini, karantina bisa menyelamatkan nyawa Anda dan orang lain. Jangan menggerutu jika Anda harus menjalani karantina dan kehidupan Anda terganggu.

Berpikirlah bahwa apa yang Anda lakukan adalah untuk kebaikan banyak orang. Anda, dan orang lain, pasti tidak ingin terjangkit penyakit, namun Anda bisa memilih berusaha supaya segera sembuh dan tidak menulari orang lain.

2. ISOLASI

Isolasi sendiri adalah pemisahan seseorang yang sudah positif terinfeksi penyakit yang menular dari lingkungan sekitarnya.

Orang yang diisolasi sudah menunjukkan beberapa atau semua gejala dari penyakit yang diduga ia derita, atau bahkan gejala penyakit penyerta lainnya. Pemisahan antara orang yang sakit dan yang sehat bisa dilakukan di rumah sendiri (dengan menggunakan kamar tidur, kamar mandi, peralatan makan, peralatan mandi terpisah), atau di fasilitas kesehatan yang memadai jika ada komplikasi lain (seperti kesulitan bernafas atau ruam/gatal di seluruh tubuh).

Dalam kasus pandemi Covid-19, isolasi diterapkan di rumah sakit rujukan pemerintah dan ini merupakan sebuah keharusan. Isolasi mustahil dilakukan di rumah penderita, mengingat kecepatan penularannya di masyarakat dan fatalitasnya jika menyerang orang dengan imunitas lemah.

Selama saya sakit cacar air yang kedua, saya diisolasi dari adik-adik saya supaya tidak menulari mereka. Mengurus satu anak yang sakit sudah cukup merepotkan kedua orang tua saya yang bekerja, apalagi jika harus mengurus tiga anak yang sakit bersamaan.

Biasanya saya berbagi kamar dengan seorang adik, namun waktu itu saya tidur sendirian. Selama satu minggu saya terus berada di dalam kamar seharian, bahkan untuk makan, supaya saya cepat sembuh.

Bosan? Sedikit. Untungnya saya gemar membaca, jadi keadaan sakit malah menjadi kesempatan buat saya menyelesaikan banyak buku cerita dan komik. Serasa liburan deh, hehehe.

3. SOCIAL DISTANCING

Istilah ini diperkenalkan dan digalakkan oleh WHO, dan di antara netizen +62 muncul sebagai tagar #dirumahaja.

Social distancing, ada juga yang menerjemahkannya sebagai peregangan sosial, adalah sebuah usaha sadar untuk menghindari orang-orang yang berkumpul, kerumunan massa, dan menjaga jarak antara 1.8 sampai 2 meter dengan orang lain.

Covid-19 menular melalui cairan tubuh orang yang terinfeksi, yang keluar melalui air mata, kelenjar keringat, dan bersin. Oleh karena itu etika bersin digalakkan kembali dan berjabat tangan tidak dianjurkan, supaya antar orang tidak ada kontak dengan cairan tubuh. Jarak 1.8 sampai 2 meter sendiri ditetapkan sebagai jarak aman dimana cairan yang bisa menginfeksi tersebut tidak sampai ke tubuh orang lain.

Setiap negara menentukan angka yang berbeda-beda untuk mendefinisikan kerumunan massa. Di bulan Februari 2020 negara Swis pernah melarang kegiatan berkumpul lebih dari 1000 orang yang membuat batalnya pameran otomotif terbesar di negara itu (Geneva Motor Show 2020). Seiring dengan peningkatan jumlah orang terinfeksi Covid-19, Swis menurunkan angka ini menjadi 100 orang.

Penurunan angka batas ini berkorelasi dengan penurunan probabilitas orang yang seharusnya sudah dikarantina (tapi belum dikarantina, karena tidak menunjukkan tanda-tanda sakit) menulari orang lain. Bagaimana dengan di Indonesia? Sampai detik ini saya belum menemukan pembatasan jumlah orang berkumpul oleh pemerintah Indonesia.

Pembatasan jumlah orang berkumpul dan pembatasan jarak antar orang sejauh 1.8 sampai 2 meter saya pikir sulit diterapkan di kota-kota besar di Pulau Jawa. Tingkat kepadatan penduduk bisa dibilang tinggi dan ada banyak transportasi massal yang tanpa disadari bisa menjadi medium penularan penyakit (apapun, bukan hanya Covid-19).

Tadi sore saya menerima SMS dari BNPB yang menyarankan jarak antar orang minimal 1 meter. Setelah membaca teks itu saya mengangkat wajah dan menatap Mbak kasir di Indo***** yang sedang membungkus barang belanjaan saya.

Toko itu kecil dan padat dengan barang, jarak antara saya dan dia hanya sekitar 40 centimeter saja. Yang patut diapresiasi, si Mbak kasir sudah mengantisipasi kontak dengan banyak pelanggan dengan cara memakai masker selama melayani transaksi. Saya lihat di sisi kiri mesin kasir juga ada botol berisi hand sanitizer.

Menurut saya, pemerintah perlu memperhatikan orang-orang yang bekerja di dalam ruangan yang tidak terlalu besar seperti ini. Para pramuniaga toko, para tukang bangunan, para petugas admin di kantor jasa pengiriman paket, hanyalah sedikit dari sekian banyak profesi yang mungkin tidak memiliki informasi yang memadai tentang Covid-19 namun memiliki resiko penularan yang tinggi akibat kondisi lingkungan kerja mereka.

Untuk mengakhiri tulisan ini, saya akan memperkenalkan satu lagi istilah yang bisa jadi cepat populer jika hoaks terkait Covid-19 tidak mereda juga.

SOCIAL MEDIA DISTANCING

Anda bisa mempraktekkan hal ini dengan cara:

1. Hanya membaca berita yang berisi keterangan resmi dari pemerintah dan organisasi yang berwenang dan punya kredibilitas, seperti: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan World Health Organization.

2. Mute grup-grup WA yang gemar melempar informasi tanpa kalimat pengantar dan tanpa konfirmasi kebenaran berita.

3. Unfollow/unfriend akun-akun di lingkaran media sosial Anda yang secara spesifik menyebarkan berita bohong, ujaran kebencian, dan propaganda negatif terhadap pihak-pihak yang sedang berjuang mengatasi pandemi ini.

Kita sedang menghadapi perang yang panjang, dan mereka yang sedang berjuang membutuhkan dukungan moral dari kita, atau minimal doa. Tak usah terseret dikotomi pendapat yang menyita waktu berharga dan ketenangan pikiran kita.

 Semoga Anda mengingat tulisan ini saat Anda mencerna pemberitaan dari media.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun