Wajar jika dia menjaga jarak, wajar jika dia merasa muak akan semua temannya yang sudah memiliki anak. Wajar kalau dia hanya ingin sendirian, wajar kalau dia tidak tahu bagaimana harus bercerita karena kebanyakan dari kami tidak tahu bagaimana rasanya berada di posisi dia.
Ini bukan tentang saya, tapi tentang dia.
Tentang kerinduannya akan buah hati, pergumulannya dengan semua terapi, kesedihannya setiap kali haid datang lagi. Tentang yang dia benar-benar butuhkan, bukan tentang yang saya kira dia perlukan.
Minggu lalu saya tahu dari media sosialnya kalau dia baru masuk rumah sakit akibat salah satu terapi. Dulu saya tidak akan bertanya kalau dia tidak bercerita duluan. Namun sekarang saya akan tetap bertanya, dan menerima dengan lapang dada jika dia bungkam.
"Siapa yang nemenin kamu di rumah sakit? Mau dijenguk?"
Hanya pertanyaan sederhana namun hatinya terbuka sedikit. Dia mau menerima video call dari anak-anak saya pada hari ulang tahunnya kemarin. Dia mau menceritakan sedikit tentang operasi yang dia jalani lewat WA.
Pasti, pasti kami sedang meniti jalan itu kembali: menjadi akrab, menjadi teman, menjadi sahabat. Seperti pertemuan pertama kami 14 tahun lalu, hati kami pasti bertaut lagi. Kapanpun dia membutuhkan saya, kapanpun dia ingin saya menjauh, saya harus siap untuknya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI