Aku sudah menegaskan berulang kali kalau aku meninggalkannya bukan karena kondisi matanya, tapi karena desakan orang tuaku. Dia tidak mengerti juga dan tetap menuntut. Bahkan setelah aku menikah, dia beberapa kali mencoba "berteman", tapi aku tahu akal bulusnya. Dia posesif, obsesif, dan menjurus tidak waras. Lewat sepupuku yang bekerja di perusahaan yang sama dengannya, ia sering menanyakan kabarku, namun sepupuku bungkam.
Sudah 15 tahun berlalu dan dia belum juga menemukan orang lain. Kata orang, Â seharusnya aku tersanjung. Tidak. hanya Aku prihatin dan berharap hidupnya juga pada akhirnya akan berlanjut.
Bagaimana cara melupakan mantan dan cinta yang lama? Carilah cinta yang baru.Â
Ingatan manusia itu pendek dan suasana hatinya bisa berganti setiap hari. Tentu saja ini tips buat kamu yang masih mencari-cari orang yang akan kamu nikahi. Setelah menikah, jangan coba-coba ya. Ingat janji setia yang kamu ikrarkan sampai ajal memisahkan.
Mantan itu bukan sebuah kesalahan; mantan itu sebuah pembelajaran yang mahal.
Seyogyanya dalam setiap hubungan kita seakan-akan melihat cermin. Reaksi mereka adalah akibat dari aksi kita, demikian pula sebaiknya. Dalam cermin kita melihat kelebihan dan kekurangan, kita memperbaiki diri supaya menjadi lebih baik. Bukan karena disuruh, tapi karena kita mau. Bukan demi orang lain, tapi demi diri sendiri dulu.
Sebelum menjalani hubungan, kamu harus mencintai dan menerima dirimu dulu. Bagaimana mungkin kamu mengharapkan orang lain mencintai dan menerima dirimu, jika kamu sendiri tidak melakukannya? Jangan jadikan kebahagiaan sebagai tujuan utama. Jadikan itu, dan ketidakbahagiaan, sebagai bagian dari proses untuk memenuhi panggilanmu dan panggilan pasanganmu di dunia ini.
Mungkinkah tetap berteman dengan mantan? Tidak.
Demi pikiran dan perasaan orang yang sekarang bersamamu dan bersama si mantan, jangan lakukan itu. Kalian punya masa lalu, dan masa lalu tidak ada gunanya dibawa ke masa depan. Sekarang adalah waktunya kamu dengan orang lain, dia dengan orang lain, terima fakta itu.
Sebuah pengecualian kubuat untuk mantan yang kedua. Sekitar sepuluh tahun yang lalu, orientasinya berubah. Dia menjadi penyuka pria dan sekarang tinggal bersama kaum sejenisnya. Kami dulu mulai sebagai teman baik, jadi dia masih bisa menceritakan banyak hal padaku. Dia tidak mengkhawatirkan stigma atau pendapat orang lain, yang dia khawatirkan adalah kemungkinan memiliki keluarga yang normal. Dia ragu apa dia pada akhirnya akan meraih rasa bahagia dan nyaman jika dalam satu rumah tangga ada dua ayah dan anak-anak yang dilahirkan oleh seorang ibu pengganti.
Aku hanya bisa mendengarkan pertimbangan dan keluh-kesahnya dalam hening. Aku tidak bisa berkata apa-apa, karena walaupun dulu hidup kami beririsan, yang dia jalani sekarang toh hidupnya.