Dengan modal logika sederhana yang saya miliki, seratus persen saya akan meragukan validitas isi artikel itu, karena: 1) judul dan isi artikel yang tidak nyambung, 2) karakter bekas pasien yang saya pikir lebih menjurus ke fiktif daripada real akibat minimnya informasi tentang pasien yang bisa membantu kita menyetujui judul dan isi artikel, dan terakhir 3) kalimat penutup artikel dari "katanya" bekas pasien yang menyimpulkan sepihak tentang telah terjadinya sebuah penganiayaan. Sebelum mengambil kesimpulan gegabah, tidak ada salahnya mencari tahu langsung tentang IDI, peraturan mereka, dasar pengambilan keputusan mereka, dan informasi lain seputar kasus dokter Terawan di situs resmi IDI, lho.
Jadi kalau sumber beritanya saja sudah meragukan, buat apa ditanggapi?
Baca juga: Tips Menggunakan Grup Whatsapp untuk Ibu-ibu di kompasiana.com
2. Posisi Penanggap dan Isi Tanggapan yang Tidak Nyambung
Penanggap artikel ini adalah salah seorang anak dari mantan presiden Republik Indonesia, seorang politisi muda yang saat ini menjadi wakil rakyat di DPR dari Partai Demokrat. Reputasi berdasarkan latar belakang keluarga dan pribadinya sendiri tidak diragukan lagi. Beliau aktif di media sosial, terutama Instagram dan Twitter, dengan jumlah follower yang fantastis (555.000 dan 653.000). Apapun yang di-post, positif dan negatif, di media sosial beliau pasti disimak oleh dan bisa mempengaruhi pikiran dan pendapat banyak orang.
Saya terheran-heran dengan kalimat beliau "Aneh bin ajaib persaingan masa kini". Mohon pembaca budiman memberikan pencerahan jika pernah ada berita di media manapun yang mengungkapkan pemecatan dokter Terawan adalah akibat persaingan (dalam mendapatkan pasien) dengan dokter lain, karena terus-terang saya tidak pernah membaca atau mendengar tentang hal ini sejak berita tersebut bergulir.
Sejauh yang saya tahu dokter Terawan dipecat sementara selama 1 tahun dari IDI, bukan dari RSPAD, karena pelanggaran kode etik, yang ditenggarai berkaitan dengan metode pengobatan stroke yang membuat nama dokter ini melambung. Metode tersebut belum melalui uji klinik, sedangkan kita tahu secara garis-besar bahwa sebuah obat dan metode pengobatan harus melalui uji pre-klinik dan uji klinik sebelum menjadi solusi pengobatan untuk pasien. Uji klinik bicara tentang perlindungan terhadap dokter sebagai praktisi kesehatan dan pasien sebagai pihak yang diobati. Tanpa uji klinik, tidak ada yang memegang akuntabilitas jika pasien mengalami efek samping yang tidak diinginkan.
Kesimpulan saya, posisi komentar EBY kurang tepat - mulai dari mengutip artikel yang kurang valid sampai menyiratkan sebuah "persaingan" yang entah ada atau tiada - mengingat posisi beliau sebagai wakil rakyat yang tindak-tanduk dan perkataannya disorot dan diikuti orang.
3. Tindakan (Seolah-olah) Membela Rakyat
Penutup dari posting EBY adalah berupa sebuah ajakan untuk menyelamatkan dokter Terawan.
#SaveDokterTerawan - Rakyat Beraspirasi, Negara Menjawab @jokowi @kemenkes_ri @dpr_ri