Saya pertama kali mendengar nama dokter Terawan tahun lalu, sesaat setelah ibu saya mendapat serangan stroke yang pertama. Ibu saya orang yang aktif dan relatif sehat, jadi tidak ada yang menduga serangan stroke ini akan terjadi. Waktu tetangga saya tahu tentang kondisi ibu saya, dia langsung menyarankan kami untuk berobat ke dokter Terawan di RSPAD Gatot Subroto. Ibu dari tetangga saya ini pernah diperiksa oleh dokter tersebut karena pernah lumpuh seluruh badan yang dikira akibat stroke, walaupun akhirnya ketahuan bahwa beliau menderita penyakit autoimun yang tidak ada obatnya.
Dari percakapan singkat dengan tetangga saya, saya mendapat gambaran tentang seorang dokter yang "pasti" bisa menyembuhkan kelumpuhan akibat stroke (tetangga saya ini orang yang sangat optimis) dengan cara menyuntikkan obat ke dalam otak pasien. Saya tidak menggali informasi lebih lanjut tentang sosok dokter Terawan dan metode pengobatannya karena kami tidak berencana berobat ke rumah sakit tempat beliau praktek. Ibu saya hanya mengalami kelumpuhan parsial dan semangatnya untuk pulih sangat tinggi. Dengan pengobatan dan terapi yang teratur dia bisa kembali berjalan dan menggunakan kedua tangannya dua bulan setelah mengalami serangan.
Sejak berita tentang pemecatan dokter Terawan oleh IDI merebak pekan lalu, tanpa sadar saya jadi mengikuti perkembangannya karena saya teringat percakapan dengan tetangga saya itu. Dari sekian banyak berita (dan informasi simpang-siur) yang saya baca, artikel yang ditulis oleh seorang dokter ini paling membantu saya sebagai orang awam untuk lebih memahami kontroversi dari metode pengobatan yang dijalankan oleh dokter Terawan.
Pagi ini saya membaca berita di kompas.com bahwa Kemenkes akan menguji metode cuci darah (atau cuci otak) dokter Terawan. Baiklah, campur tangan pihak yang berwenang dan berkompetensi dalam mengatur praktek kesehatan di Indonesia bisa mengarah kepada akhir dari pro dan kontra seputar metode tersebut, karena kesimpulan dan keputusan dari Kemenkes pasti mempunyai kekuatan hukum.
Nah, selain membaca berita itu pagi ini saya juga mampir di beberapa akun Instagram politisi muda Indonesia, yang salah satunya adalah Ibas Yudhoyono atau EBY. Enam hari lalu EBY mem-post pendapatnya mengenai kasus dokter Terawan sebagai tanggapan atas berita yang diturunkan oleh senayanpost.com (saya baru tahu kalau media ini eksis) yang berjudul: "Dipecat IDI, Dokter Terawan Dikenal Tak Doyan Duit dan Tangani 40 Ribu Pasien Stroke". EBY menuliskan pendapatnya terhadap berita tersebut dengan kalimat berikut (quoteunquote):
"Jika benar seperti ini, sungguh menyedihkan & TERLALU! Semestinya Dokter Terawan mendapatkan gelar tanda jasa bukan justeru sebaliknya malah dipecat. Aneh bin ajaib persaingan masa kini!". #SaveDokterTerawan - Rakyat Beraspirasi, Negara Menjawab @jokowi @kemenkes_ri @dpr_ri
Posting ini mendapat 16.742 likes dan 211 komentar yang terbagi ke dalam dua kutub: 1) kutub yang menyetujui keputusan IDI untuk memecat dokter Terawan karena belum ada uji klinik terhadap metode pengobatannya, dan 2) kutub yang menyetujui kritik EBY dan menyalahkan rezim ini, pokoknya semua salah Jokowi.
Ijinkanlah saya menghela nafas panjang sebelum saya menggaruk aspal di depan rumah dan mengemukakan beberapa concern saya.
1. Sumber Berita
Sumber berita yang dikutip oleh EBY adalah sebuah artikel yang diturunkan oleh senayanpost.com enam hari lalu. Judul artikel boleh catchy, namun isi tidak mencerminkan judul. Sepanjang artikel yang terdiri dari 282 kata tersebut tidak ada bukti tentang: 1) klaim dokter Terawan yang dikenal tidak doyan duit, dan 2) bahwa dokter Terawan telah menangani 40 ribu orang pasien stroke.
Yang ada hanya wawancara dengan seorang bekas pasien dokter Terawan yang disebut bernama Bambang Kuncoro. Bapak Bambang ini katanya warga Jakarta - tanpa informasi lain mengenai latar-belakangnya (usia, pekerjaan, riwayat stroke) - dan katanya sudah mengalami stroke sebanyak tiga kali, sudah berobat ke Singapura tanpa hasil, dan malah berhasil disembuhkan oleh dokter Terawan (tidak ada informasi tahun beliau berobat) yang tidak doyan duit (Apakah Pak Bambang memiliki kesulitan keuangan saat berobat? Apakah biaya pengobatan Pak Bambang dibebaskan oleh dokter Terawan? Tidak ada informasi tentang hal ini). Pada akhir artikel sosok Pak Bambang ini menyayangkan (quote unquote) "orang baik seperti dr Terawan harus dianiaya seperti itu."