Gambaran di atas sangat berkaitan erat dengan perintah kewajiban berpuasa yang menuntut kita untuk menahan emosi serta menunda kepuasan.Â
Puasa Ramadhan akan membersihkan rohani kita dengan menanamkan perasaan kesabaran, kasih sayang, pemurah, berkata benar, ikhlas, disiplin, terhindar dari sifat tamak dan rakus, percaya pada diri sendiri dan sebagainya.Â
Dengan kemampuan menahan emosi dari segala hal, diharapkan kita mampu membentuk kepribadian yang kokoh, kuat dan berkarakter. Serta mampu mengatur gejolak emosi dan dorongan untuk tidak melakukan hal-hal negatif dan tercela.
Rasulullah Saw. pernah bersabda yang artinya: Ada tiga hal yang apabila dilakukan akan dilindungi Allah dalam pemeliharaan-Nya, ditaburi rahmat-Nya dan dimasukkan ke dalam surga-Nya, yaitu apabila diberi, ia beterima kasih, apabila berkuasa ia memaafkan dan apabila marah ia menahan diri. (HR. Hakim dan Ibnu Hibban)
Hadist di atas adalah cermin dari seseorang yang memiliki kecerdasan emosional. Ia mampu berinteraksi dengan orang lain secara baik dan proporsional. Mampu mengendalikan diri dari nafsu yang liar.Â
Apabila ditelusuri dengan seksama, bagaimanakah seseorang bisa berinteraksi dengan orang lain secara baik dan mampu mengendalikan diri? Jawabannya, karena orang tersebut memiliki "pengetahuan tentang diri," baik diri sendiri maupun orang lain.
Kecerdasan emosional dapat pula menghantarkan seseorang pada dua titik positif dan negatif. Kemampuan mengendalikan emosi yang ada dalam diri kita, akan membawa pada jenjang kebahagiaan dan kesejahteraan hidup.Â
Seseorang dengan kecerdasan emosional yang tinggi dapat mengatur keadaan jiwa dan pergolakan emosi dalam dirinya, sehingga setiap problematika yang muncul dapat diatasi dengan baik. Sementara orang yang stabilitas emosinya rendah, akan menyebabkan pengaruh negatif terhadap pikiran dan pergolakan jiwanya.
Kurangnya informasi tentang pentingnya kecerdasan emosional ini, telah menyebabkan diri kita hanyut dalam buaian materialistik, konsumtif dan hedonis.Â
Fenomena tersebut dapat kita saksikan dengan rendahnya aktivitas ritual di bulan suci Ramadhan. Jika di awal Ramadhan ummat Islam berduyun-duyun memakmurkan masjid dengan tarawih dan tadarusnya. Lain halnya kebanyakan yang terjadi di akhir Ramadhan, yang hampir setiap orang disibukkan dengan beragam kepentingan.
Sasaran menggapai kemenangan dan pridikat taqwa nyaris tak tersampaikan. Kita terlalu asyik menghiasi pakaian fisik secara dzahir semata. Di sisi lain kita melupakan kebutuhan akan pakaian dalam jiwa.Â