Mohon tunggu...
Rihhadatul Aisy
Rihhadatul Aisy Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi Hubungan Internasional UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Suka berpergian tanpa arah dan melihat hal-hal baru.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Dilema Laut Natuna Utara dan Kedaulatan: Dibalik Kepenitngan Ekonomi Indonesia dan China

31 Mei 2024   13:17 Diperbarui: 31 Mei 2024   14:03 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam satu dekade terakhir ini Laut Natuna kerap menjadi isu panas dan menarik dalam hubungan Indonesia dan China, yaitu mengenai klaim China bahwa laut ini merupakan bagian dari wilayah perairannya "Nine-Dash Line" yang secara historis merupakan kawasan tradisional penangkapan ikan masyarkat China dahulu, klaim ini juga turut tumpang tindih dengan dengan kedaulatan wilayah negara lain seperti, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, dan Vietnam yang turut dilewati oleh nine-dash line (Rantau Itasari & Sudika Mangku, 2020). Terbaru ini, dalam "Peta Standar China 2023", China juga melebarkan klaim nya dengan memasukan wilayah laut bagian timur Taiwan, sehingga menambah satu garis putus yang kemudian menjadi 10 garis putus-putus atau "Ten-Dash Line" (BBC News Indonesia, 2023). Karena double claim khususnya antara Indonesia dan China inilah yang kemudian Laut Natuna juga dikenal sebagai Laut China Selatan. 

Indonesia tentunya tidak mengafirmasi klaim sepihak tersebut karena bertentangan dengan prinsip-prinsip hukum laut internasional yang termaktub dalam UNCLOS 1982 yang mana baik Indonesia dan China sebagai pihak yang menandatanganinya. Sehingga dengan ini Indonesia menegaskan Laut Natuna atau Laut China Selatan merupakan wilayah kedaulatan negara yang berada dalam Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia. 

Kepulauan Natuna dan  Laut China Selatan (LCS)

Mengapa Laut Natuna diklaim China sebagai wilayah perairannya? Hal ini dapat dilihat dari letak geografis Laut Natuna Utara sebagai bagian dari Kepulauan Natuna yang terletak di Kepulauan Riau. Di samping itu letaknya yang cukup strategis sebagai jalur pelayaran Internasional Sea LInes of Trade (SLOT) dan Sea LInes of Communication (SLOC) sebagai penghubung Samudra Hindia dan Pasifik sehingga berdampak besar terhadap kondisi geopolitik, pertahanan dan keamanan yang kaya akan flora, fauna dan sumber daya alamnya yang melimpah. Hal ini tentunya turut menjadi bagian kekuatan kedaulatan Indonesia. 

Dalam hal geopolitik, kepulauan Natuna tentunya memiliki pengaruh yang besar karena menjadi titik temu China dengan negara tetangga Asia Tenggara lainnya. Namun hal ini juga yang menjadikan wilayah Natuna diperebutkan dan menjadi penyebab sengketa antara Indonesia dan China, walaupun secara hukum internasional Natuna merupakan wilayah kedaulatan penuh Indonesia (Prayuda & Angelil, 2020). 

Beberapa analisis berpendapat bahwa klaim sepihak China ini didasari oleh kepentingan ekonomi China terhadap wilayah LCS yang menyimpan banyak sumber daya alam. Data menurut Council for Foreign Policy, setidaknya terdapat sekitar 900 triliun kaki kubik gas alam, 7,7 miliar cadangan minyak bumi. Melihat sangat strategis dan banyaknya benefit dari kawasan ini tentunya China tidak akan dengan suka rela melepaskan klaim sepihak ini kepada negara-negara yang dilalui ten dash line. Sehingga perlu diadakannya resolusi dan negara-negara lainnya untuk meredam eskalasi sengketa ini agar tidak menjadi lebih luas lagi.

Kepentingan Ekonomi Indonesia Vs. Kedaulatan Laut Natuna

Sudah tidak diragukan lagi bahwa hubungan Indonesia dengan China terjalin dalam berbagai sektor terlebih dalam hal ekonomi terlebih sejak diresmikannya jalur sutra Belt Road Initiative (BRI) yang menciptakan kemitraan strategis komprehensif China dan Indonesia menjadi lebih erat. Peningkatan ekspansi ekonomi di kedua negara juga telah menarik minat masyarakat dari kedua pihak dalam berbagai sektor seperti perdagangan, investasi, pariwisata hingga ilmu pengetahuan. 

Tercatat nilai investasi China di Indonesia mengalami lonjakan pada 2022 dengan realisasinya mencapai US$5,18 miliar, angka ini melonjak 63,92% dari tahun sebelumnya dan merupakan yang tertinggi dalam satu dekade ini, adapun jumlah proyek yang terealisasikan sebanyak 1.584 proyek investasi (Annur, 2023). Pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo mengedepankan pembangunan infrastruktur di Indonesia dan China merupakan rekan yang cocok untuk itu.  Karena kepentingan pembangunan ini juga tentunya membutuhkan modal yang memadai dan investasi sebagai pemasukan, dan hal tersebut didapatkan dari China dalam Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) investasi ini juga didapatkan atas keikutsertaan Indonesia dalam (BRI) (Andika & Aisyah, 2017). Hal ini tentunya merupakan aji mumpung yang tidak akan dilewatkan Presiden Jokowi.

Disamping semakin mesranya hubungan ekonomi China dan Indonesia, sengketa konflik LCS turut menjadi perhatian khusus, mengapa indonesia bisa tetap mempertahankan kedaulatan teritorialnya terhadap klaim China. Beberapa kali kapal nelayan China memasuki wilayah perairan Indonesia tanpa izin, pada tahun 2016 Kapal patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) setidaknya menangkap tiga kapal nelayan ilegal China yang mencuri ikan di perairan Natuna.

Pelanggaran berulang kali yang dilakukan kapal-kapal nelayan China di perairan Natuna mendapatkan tanggapan tegas dari Presiden Jokowi. Pada 23 Juni 2016, Presiden Jokowi mengadakan rapat di atas KRI Imam Bonjol-383, dalam kesempatan ini Jokowi juga sembari melakukan patroli di wilayah yang sering dijadikan lokasi pencurian ikan oleh nelayan China. Pemerintah Indonesia menilai bahwa masalah penangkapan ikan secara ilegal memiliki dampak signifikan terhadap kedaulatan negara. Oleh karena itu, Indonesia bersikap sangat tegas terhadap segala bentuk pelanggaran di perairannya, termasuk di wilayah Natuna yang berbatasan dengan klaim China di Laut China Selatan.

Ini merupakan suatu langkah keharusan dalam tindakan serius melindungi wilayah kedaulatan Natuna yang bersinggungan dengan LCS karena wilayah Natuna merupakan wilayah strategis yang kaya akan sumber daya alam. Pada tahun 2017 kebijakan Indonesia terhadap laut China selatan menjadi lebi tegas dan 'agresif', yaitu dengan mengubah nama nama  Natuna menjadi Perairan Natuna Utara. Deputi Kementerian Koordinator Bidang Maritim Arif Havas mengungkapkan bahwa perubahan nama ini  dilakukan atas dua alasan utama, antara lain. Pertama, dalam hal menghindari kebingungan bagi pihak-pihak yang ingin mengeksploitasi wilayah ini karena nama Perairan Natuna Utara merupakan bagian dari ZEE. Kedua, memberikan panduan yang jelas kepada Tim Penegakan Hukum di Angkatan Laut Indonesia. Meskipun langkah ini mendapat protes dari China, Indonesia tetap pada pendiriannya dan mendaftarkan perubahan nama tersebut ke PBB. 

Kesimpulan

Dalam tulisan yang mencoba menganalisis hubungan bertolak belakang Indonesia dengan China, dimana terjadi ketegangan dalam menjaga kedaulatan wilayah Perairan Natuna Utara dari klaim China yang mengakibatkan banyak nelayan ilegal china mencuri ikan dikawasan tersbeut. Dan disisi lain dalam bidang ekonomi hubungan Indonesia dan China yang semakin erat semenjak partisipasi Indonesia dalam kebijakan BRI, yang mana Indonesia mendapatkan suntikan dana investasi dalam mencapai kepentingan pembangunan infrastruktur.  

Korelasi hubungan kedua isu ini ternyata tidak saling mempengaruhi satu sama lain, sengketa yang terjadi tidak memberikan pengaruh signifikan dalam kegiatan investasi Indonesia dan China. Hal ini karena praktik hubungan bilateral kedua negara dalam bidang ekonomi dan kedaulatan wilayah teritorial memiliki karakter, dasar hubungan dan prioritas kepentingan yang bertolak belakang juga. Hubungan ekonomi yang dijalin semata-mata didasarkan pada prinsip yang pragmatis, selama kedua negara memberikan keuntungan satu sama lain. Sedangkan dinamika dalam sengketa Perairan Natuna Utara berdasar pada prinsip kedaulatan strategis yang mana merupakan kewajiban upaya dari setiap negara. 

REFERENSI

Andika, M. T., & Aisyah, A. N. (2017). Analisis Politik Luar Negeri Indonesia-China di Era Presiden Joko Widodo: Benturan Kepentingan Ekonomi dan Kedaulatan? Indonesian Perspective, 2(2), 161-179.

Annur, C. M. (2023, January 11). Investasi Tiongkok di Indonesia Melonjak 63% pada 2022. Databoks. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/01/11/investasi-tiongkok-di-indonesia-melonjak-63-pada-2022

BBC News Indonesia. (2023, September 1). Mengapa peta baru China menuai kontroversi dan haruskah Indonesia khawatir? BBC. Retrieved May 23, 2024, from https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-66668869

Hidayat, A. R., Alifah, N., Rodiansjah, A. A., & Asikin, M. Z. (2024, Februari 2). Sengketa Laut Cina Selatan: Analisis Realis Terhadap Perebutan Kekuasaan, Respon Regional, Dan Implikasi Geopolitik. Jurnal Syntax Admiration, 5(2), 568-578. https://www.jurnalsyntaxadmiration.com/index.php/jurnal/article/view/1041/1457

Laksmi, L. G. S., Sudika Mangku, D. G., & Yuliantri, N. P. (2022, Agustus). Peran Indonesia Dalam Penyelesaian Sengketa Internasional Di Laut Cina Selatan. e-Journal Komunikasi Yustisia, 5(2), 225-236. https://ejournal.undiksha.ac.id/index.php/jatayu/article/view/51616

Prayuda, R., & Angelil, F. (2020, Februari). Analisis Implementasi Konsep Coc (Code Of Conduct) Dalam Penyelesaian Konflik Di Laut Natuna Utara. JURNAL Power In International Relation, 4(2), 137-149.

Rantau Itasari, E. R. I., & Sudika Mangku, D. G. (2020). Elaborasi Urgensi Dan Konsekuensi Atas Kebijakan Asean Dalam Memelihara Stabilitas Kawasan Di Laut Cina Selatan Secara Kolektif. Harmony, 5(2), 143-154. https://journal.unnes.ac.id/sju/harmony/article/download/40929/17815

Yoga Suharman. (2019, Mei 2). Dilema Keamanan Dan Respons Kolektif Asean Terhadap Sengketa Laut Cina Selatan. Intermestic: Journal of International Studies, 3(2), 127-146. 10.24198/intermestic.v3n2.3

 

Tulisan ini ditujukan untuk lomba kepenulisan yang diselenggarakan oleh Indonesia Strategic and Defence Studies (ISDS) Indonesia dengan tema ''Ancaman Konflik Laut China Selatan terhadap Kedaulatan Indonesia.''

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun