I.PENGANTAR
 Cita-citanya semula adalah menjadi Pastor. Maka setelah lulus dari SMP Pangudi Luhur, Yogyakarta tahun 1945, dia  memasuki pendidikan calom imam katolik di seminari Yogyakarta.Mereka tinggal di keluarga-keluarga Katolik. Pendidikan seminari masa itu bersifat  diaspora, terpencar-pencar dalam waktu sekitar 10 tahun.Â
Dia lulus seminari tahun 1952 dan berlanjut ke seminari tinggi. Namun setelah menjalani pendididikan selama 3 bulan, dia mengalami kebimbangan, lalu menemui ibunya di kampung, dan mengutarakan niatnya untuk mengundurkan diri.Â
Seminari telah membentuk kepribadiannya yang tekun membaca, dewasa dan sopan. Keputusan itu , bagaimanapun mengecewakan pastor dan para pengasuh seminari. Tapi itulah titik balik pertama dalam hidupnya: Jakob Oetama.
 II. TITIL BALIK II: DARI GURU MENJADI WARTAWAN
 Ayah Jakob Oetama adalah seorang Kepala Sekolah Rakyat. Seperti buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya, Jakob pun mengutarakan keingiannnya menjadi guru. Oleh ayahnya, dia disarankan untuk menjumpai kenalan ayahnya di gereja Kramat, sekarang bernama Gereja Vincentius, di jalan Kramat Raya,Senen,Jakarta Pusat. Dari staisun Tugu Yogya, Jakob menaiki kereta malam dan turujn di Stasiun Gambir.Â
Pak Supatmo yang baru saja mendirikan Yayasan Pendidikan Budaya, mengelola sekolah-sekolah budaya, senang dengan kedatangan Raden bagus To, panggilan Jakob di kampungnya.
Jakob pun menjadi guru di sekolah-sekolah di SMP Mardiyuwana,Cipanas,Jawa barat tahun 1952-1953, lalu ke sekolah Guru B, SGB , di Lenteng Agung,Jagakarsa tahun 1953-1954, SMP Van Lith di Jalan Gunung Sahari, tahun 1954-1956. Sekolah-sekolah ini di bawah binaan pastor Kongregasi  Orde Fratrum Minorum (OFM), yang juga mengelola Paroki St.Vincentius, Kramat. Jakob tinggal di kompleks sekolah yang sekarang menjadi kompleks Panti Asuhan.
Jakob mengikuti kursus B-1 Ilmu Sejarah sembari tetap mengajar di SMP. Kemudian dia melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Publistik di jalan Menteng Raya, dan lulus tahun 1961. Berkat ilmu sejarah yang dipelajarinya, Jakob kemudian berminat untuk menulis.Â
Dia kemudian menjadi Sekretaris Redaksi di sebuah majalah Katolik bernama  Majalah Penabur. Jakob menulis berita reportase  hingga ulasan sosial, politik dan budaya.Jakob menjalani profesi guru dan wartawan secara bersamaan dan merasa keduanya memiliki titik temu yaitu bersifat mengajar.Â
Jakob sudah sempat diterima sebagai dosen di Universitas Parahiyangan. Unpar menjanjikan akan memberikan rekomendasi belajar dan menyelesaikan Ph.D di Universitas Leuven,Belgia setelah beberapa tahun mengajar. Namun saat Pastor J.W.Oudejans OFM menanyakan profesi yang akan ditekuninya kelak dan Jakob menjawab menjadi dosen, Pastor Oudejans menyarankan untuk menjadi wartawan, karena guru sudah banyak sedang wartawan masih sedikit.Â
Ini menjadi titik balik pertama bagi Jakob, yaitu memilih profesi menjadi wartawan profesional yang digelutinya di masa depan. Menjadi dosen, jangkauannya hanya sebatas mahasiswa di depan kelas, sedang menjadi wartawan bisa menjangkau masyarakat luas.