Mohon tunggu...
Rihad Wiranto
Rihad Wiranto Mohon Tunggu... Saya penulis buku dan penulis konten media online dan cetak, youtuber, dan bisnis online.

Saat ini menjadi penulis buku dan konten media baik online maupun cetak. Berpengalaman sebagai wartawan di beberapa media seperti Warta Ekonomi, Tempo, Gatra, Jurnal Nasional, dan Cek and Ricek.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Tak Perlu Benci Medsos, yang Penting Konten Kebaikan Jadi Mayoritas

19 Februari 2022   16:00 Diperbarui: 19 Februari 2022   16:07 704
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak-anak boleh mengenal media sosial tapi pastikan konten yang ditonton positif (ilustrasi Rihad Wiranto)

Media sosial yang dulu terkenal dengan penyebar hoaks mulai luntur. Saya dulu berpikir negatif tentang medsos karena cenderung dipakai untuk bikin konten viral tanpa melihat isinya bermanfaat atau tidak.

Belakangan saya juga sempat curiga dengan tiktok. Pada awalnya saya melihat tiktok dipakai hanya untuk bersenang-senang, seperti menari atau bertingkah yang lucu untuk menarik perhatian.

Tapi saya melihat tiktok juga diisi orang-orang yang membagi pengetahuan. Saya sering melihat tutorial tentang cara membuat video dengan kamera HP yang bisa diterapkan untuk kepentingan iklan.

Saya juga belajar bahasa Inggris dari native speaker secara gratis.lewat media sosial. Setiap hari mereka memberi tips berbahasa Inggris yang ringan tapi mengena.

Saya juga mendengarkan tips-tips bisnis dari pengusaha dan motivator yang sangat berharga.

Saya pun mendengarkan pengajian dari beberapa ulama. Para pengikutnya dengan sukarela membagi konten tausiah. Semua gratis.

Jadi jika dulu saya pernah kepikiran agar media sosial ditutup saja daripada bikin kehebohan dan penyebar hoaks, saya sudah bisa merasakan sisi positifnya.

Tentu bukan hanya tiktok. Youtube, facebook, Instagram, dan lain-lain juga sangat bermanfaat jika kita bisa memakainya dengan baik.

Ini adalah media. Sebagai orangtua, saya tidak hanya mengawasi anak menonton apa. Tapi kita, semua orang-orang yang peduli dengan masa depan anak-anak, harus mau mengisi medsos dengan hal-hal positif.

Ingatkah, kebaikan akan selalu memiliki musuh abadi, yakni keburukan. Tapi kebaikan itu harus menjadi mayoritas. Jika mayoritas masyarakat berperilaku positif, maka kebaikan akan menjadi panglima.

Raja media sosial adalah konten. Harus ada gerakan massal untuk mengisi medsos dengan konten positif. Kita jangan risau dengan penonton yang sedikit.

Saya selalu berpikiran optimis. Bisa saja yang menonton konten positif jumlahnya sedikit. Tapi jika yang sedikit itu berkuasa, maka mereka akan menyebarkan kebaikan yang tertanam di hatinya dalam bentuk kebajikan kepada masyarakat lain.

Ibaratnya orang nakal yang sedikit di tengah-tengah banyak orang baik, dia akan kikuk sendiri. Lama kelamaan akan ikut arus kebaikan. 

Jangan lupa, mereka yang berkomplot dengan keburukan juga ada di medsos. Mereka juga mengorbankan waktu dan tenaga untuk membuat konten yang merusak orang lain. 

Kalau untuk hal yang buruk saja, mereka mau berkorban, mengapa pula orang-orang yang peduli kebaikan malas berkorban membuat konten kebajikan?

Orang yang peduli kebaikan tidak bisa tinggal diam. KIta bisa saja bangga dengan kebaikan, optimisme, dan semangat yang ada di dada. Tapi kita harus mengorbankan waktu demi anak cucu kita untuk membuat konten yang bermanfaat.

Imbalan terbesar dari kepedulian ini adalah anak cucu bangsa yang terus peduli kepada kebaikan. Ini melebihi pemberian uang.

Semula saya memang sempat berpikir negatif, sekarang berpikir positif terhadap media sosial. Yang perlu diperhatikan adalah rambu-rambu yang makin tegas untuk memastikan media sosial diisi konten positif. 

Perangkat hukum sudah mulai berjalan dengan adanya undang-undang ITE. Pada akhirnya pemerintah harus memastikan konten positif berkuasa di media sosial. Bahkan pemerintah harus support dengan dana tentunya para kreator positif. Berikan jalan lapang bagi mereka agar konten kebaikan menjadi mayoritas.

Pendidikan di sekolah sudah mulai memanfaatkan media sosial apalagi dengan adanya pandemi. Ribuan guru, melalui program guru penggerak,  membuat konten-konten pembelajaran yang berkaitan dengan tugas mereka. Mereka berbagi pengalaman sehingga bisa menjadi referensi guru yang lain. 

Para siswa juga banyak mendapatkan penugasan melalui media sosial yang akan memperbanyak konten positif. 

Sulit melarang anak atau remaja untuk tidak memegang smartphone. Tapi kita harus memastikan mereka lebih banyak melihat konten positif daripada negatif. Jadi kembali kepada tema saya di tulisan ini: ayo buat konten kreatif agar media sosial dikuasai oleh kebaikan bukan kejahatan. ***

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun