Media sosial yang dulu terkenal dengan penyebar hoaks mulai luntur. Saya dulu berpikir negatif tentang medsos karena cenderung dipakai untuk bikin konten viral tanpa melihat isinya bermanfaat atau tidak.
Belakangan saya juga sempat curiga dengan tiktok. Pada awalnya saya melihat tiktok dipakai hanya untuk bersenang-senang, seperti menari atau bertingkah yang lucu untuk menarik perhatian.
Tapi saya melihat tiktok juga diisi orang-orang yang membagi pengetahuan. Saya sering melihat tutorial tentang cara membuat video dengan kamera HP yang bisa diterapkan untuk kepentingan iklan.
Saya juga belajar bahasa Inggris dari native speaker secara gratis.lewat media sosial. Setiap hari mereka memberi tips berbahasa Inggris yang ringan tapi mengena.
Saya juga mendengarkan tips-tips bisnis dari pengusaha dan motivator yang sangat berharga.
Saya pun mendengarkan pengajian dari beberapa ulama. Para pengikutnya dengan sukarela membagi konten tausiah. Semua gratis.
Jadi jika dulu saya pernah kepikiran agar media sosial ditutup saja daripada bikin kehebohan dan penyebar hoaks, saya sudah bisa merasakan sisi positifnya.
Tentu bukan hanya tiktok. Youtube, facebook, Instagram, dan lain-lain juga sangat bermanfaat jika kita bisa memakainya dengan baik.
Ini adalah media. Sebagai orangtua, saya tidak hanya mengawasi anak menonton apa. Tapi kita, semua orang-orang yang peduli dengan masa depan anak-anak, harus mau mengisi medsos dengan hal-hal positif.
Ingatkah, kebaikan akan selalu memiliki musuh abadi, yakni keburukan. Tapi kebaikan itu harus menjadi mayoritas. Jika mayoritas masyarakat berperilaku positif, maka kebaikan akan menjadi panglima.