Mohon tunggu...
Rihad Wiranto
Rihad Wiranto Mohon Tunggu... Penulis - Saya penulis buku dan penulis konten media online dan cetak, youtuber, dan bisnis online.

Saat ini menjadi penulis buku dan konten media baik online maupun cetak. Berpengalaman sebagai wartawan di beberapa media seperti Warta Ekonomi, Tempo, Gatra, Jurnal Nasional, dan Cek and Ricek.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Artikel Utama

Jaga Lalu Lintas Kata di Hadapan Balita

3 Desember 2019   07:24 Diperbarui: 3 Desember 2019   12:49 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Orang dewasa melindungi balita (pixabay)

Sebagai seorang penulis, saya merasakan bahwa bahasa memang senjata tajam. Ia bisa berguna untuk mengiris, memotong, menusuk, mengupas dan sebagainya. Tinggal kita mau pakai untuk apa. Bahasa bisa melukai atau menyembuhkan tergantung pemakaiannya.

Beberapa hari ini, di seputar Hari Guru Nasional, saya mengikuti beberapa seminar seputar pendidikan. Bisa dibilang, tema seminar yang lagi "viral" adalah tentang pendidikan karakter. 

Pakar pendidikan dari mancanegara maupun dalam negeri  menjadi pembicara seminar yang tersebar di berbagai tempat. Ada kesamaan pandangan dari mereka, bahwa  peran orangtua, guru, masyarakat turut andil dalam menjadi model karakter bagi anak-anak, termasuk balita. 

Pada prinsipnya, pendidikan karakter harus dimulai sejak dini. Di negara maju, seperti Denmark dan Finlandia, sekitar 60 persen anak 0-2 tahun bahkan sudah masuk taman bermain. 

Kalau di Indonesia, taman bermain itu dikenal sebagai pendidikan anak usia dini (PAUD). Tapi di Indonesia, terbilang masih sedikit anak berusia di bawah 2 tahun yang masuk taman bermain.  

Di luar seminar, saya kembali memasuki dunia nyata, bukan teori lagi. Saya menyadari, betapa masih banyak perjuangan yang harus dilakukan agar generasi muda kita khususnya anak-anak memiliki lingkungan yang positif bagi mereka.

Saat berselancar di dunia Maya, saya menyadari begitu banyak bahasa atau pesan negatif yang tersebar di berbagai media termasuk media sosial. Beberapa orang gagal mengendalikan kata-kata di medsos. 

Bahkan di grup keluarga yang diikuti anak-anak, seringkali orangtua tidak bisa mengendalikan diri dalam berkata-kata. 

Saya juga sering membaca komentar di bawah berita di media online. Dari bahasa yang digunakan, mereka gagal menampilkan karakter baiknya. Mudah ditemukan ungkapan yang mencaci maki, nyinyir, dan mengumpat. 

Kalau kita mengacu kepada beberapa pemaparan pakar dalam seminar yang saya ikuti, jelas-jelas disebutkan bahwa orangtua harus memfasilitasi anak dengan lingkungan yang kondusif agar mereka bisa mengembangkan diri menjadi anak berkarakter. 

Kita kadang lupa berdiskusi politik, mencela calon, mengata-ngatai lawan politik  di dalam mobil yang di dalamnya terdapat anak-anak yang masih kecil. Mereka mendengar celaan-celaan dan mereka belum bisa memilah informasi yang beredar dengan baik. 

Harus diingat, orang dewasa di sekitar anak adalah model bagi anak-anak. Orangtua, paman, bibi, kakek nenek, tetangga dan sebagainya menjadi acuan anak-anak dalam bersikap dan bertindak.

Lalu lintas informasi khususnya berupa percakapan orang dewasa sangat berpengaruh kepada anak-anak. Jika kata-kata yang lalu lalang di sekitar anak-anak bersifat merusak, maka kita telah meracuni mereka. 

Sudah seharusnya orang dewasa meski bukan berprofesi sebagai guru, mereka harus berperan sebagai pendidik. Mereka harus fokus kepada pengembangan anak itu sendiri. 

Anak kita akan menjadi apa di masa datang sangat tergantung dari bagaimana wujud pendidikan yang kita hadirkan kepada mereka. 

Ingatlah, orang dewasa adalah teladan anak-anak. Bukan saja kepada anak sendiri, tapi juga anak siapa saja yang ada di sekitar kita. Menciptakan lingkungan positif bagi anak agar tumbuh kembang adalah tugas orang dewasa. 

Termasuk dalam berbahasa, bercakap, dan menyampaikan informasi. Berbagai bahasa termasuk bahasa tubuh orangtua bisa menjadi "asupan bergizi" buat anak-anak. Tapi kata-kata juga berpotensi meracuni masa depan mereka. Tinggal pilih.

Sekian dulu dari saya, Rihad Wiranto.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun