Mohon tunggu...
Rihad Wiranto
Rihad Wiranto Mohon Tunggu... Penulis - Saya penulis buku dan penulis konten media online dan cetak, youtuber, dan bisnis online.

Saat ini menjadi penulis buku dan konten media baik online maupun cetak. Berpengalaman sebagai wartawan di beberapa media seperti Warta Ekonomi, Tempo, Gatra, Jurnal Nasional, dan Cek and Ricek.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Teknologi untuk Pendidikan, Seperti Apa Seharusnya?

28 Oktober 2019   07:32 Diperbarui: 30 Oktober 2019   19:10 302
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Anak SD (ilustrasi Rihad)

Di bidang perbankan sudah dicontohkan oleh Bank BRI. Harga satelit BRI lebih dari Rp 3 triliun, dan kabarnya menciptakan efisiensi. Mestinya Kemendikbud membeli satelit sendiri meski harus mengeluarkan triliunan rupiah. 

Anak SD (ilustrasi Rihad)
Anak SD (ilustrasi Rihad)
Dengan akses internet yang kuat seluruh Indonesia, maka pemerataan kualitas pendidikan bisa ditingkatkan. Transfer ilmu dan teknologi akan semakin mudah. 

Ini cocok dengan keinginan Nadiem untuk terjadinya proses sharing, networking, mentoring, coaching, dalam proses pembelajaran, bukan saja antar orang Indonesia tapi juga akses ke sumber ilmu pengetahuan di negara lain.

Saya yakin, pada umumnya para guru dan tenaga kependidikan sudah melek teknologi. Kesadaran guru tentang teknologi sudah cukup tinggi. Hal itu terlihat dari semakin banyaknya penggunaan aplikasi dalam proses pembelajaran. 

Dalam berbagai lomba untuk GTK terlihat banyaknya karya best practice yang berbasis teknologi. Sekadar contoh, seorang guru Estin Farida dari SD Muhammadiyah Sapen, Yogyakarta  menjadi juara 1 nasional 2019, berkat menggunakan YouTube untuk proses pembelajaran. 

Kemendikbud sendiri memiliki Rumah Belajar sebuah portal berisi materi pembelajaran yang kontennya dibuat guru. Masalahnya ada pada optimalisasi konten yang perlu ditingkatkan, termasuk dalam hal kreativitas dan daya jangkauannya ke publik. 

Dengan jangkauan teknologi, proses pelatihan guru dan tenaga kependidikan juga tidak harus dalam bentuk kelas atau seminar. Apalagi jika proses pelatihan harus di Jakarta yang akan memakan biaya besar karena peserta datang dari seluruh Indonesia. 

Mendikbud sebelumnya, Muhadjir Effendy memperkenalkan sistem zonasi yang akan dipakai juga untuk zonasi pelatihan. Dengan demikian pelatihan GTK tidak harus di Jakarta. Ini akan menghemat biaya.

Dalam kasus lain, Bappenas pernah membuat studi tentang kebiasaan daerah melaporkan langsung berkas-berkas pengajuan bantuan dana alokasi khusus fisik sekolah dari daerah langsung ke Jakarta. Proses itu memboroskan ratusan miliar per tahun. Dengan pengajuan usulan proyek lewat online, cara ini terbukti menghemat uang rakyat. 

Dalam dunia pendidikan, keterbatasan akses informasi telah menimbulkan kesenjangan daerah dan kota. Lihat saja, siswa perkotaan sudah terbiasa menikmati bimbingan belajar di luar sekolah. 

Di daerah terpencil, siswa hanya mengandalkan kepandaian guru. Siswa menjadi fotocopy guru. Guru pandai, siswa pandai dan sebaliknya guru pas-pasan siswa sama juga. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun