Mahkamah Konstitusi adalah lembaga hukum dalam sistem peradilan konstitusi Indonesia yang menjalankan fungsinya. Organisasi ini memainkan peran penting dalam menjaga supremasi konstitusi dan menyelesaikan penegakan konstitusional. Peran dan kewenangan kekuasaan kehakiman di Indonesia diatur oleh Pasal 24 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pasal ini menetapkan bahwa kekuasaan kehakiman memiliki otoritas bebas untuk menyelenggarakan peradilan dengan tujuan menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini mencerminkan prinsip dasar bahwa sistem peradilan Indonesia harus berfungsi secara mandiri, bebas dari kekuasaan eksekutif atau legislatif, untuk menjamin hak asasi manusia, supremasi konstitusi, dan keadilan dalam sistem hukum.
MK memiliki banyak tugas penting dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Hal ini antara lain menguji undang-undang, menyelesaikan penyelesaian kewenangan antar lembaga negara, menyelesaikan gangguan hasil pemilu , dan memberikan keputusan tentang dugaan pelanggaran presiden dan/atau wakil presiden. Oleh karena itu , Majelis Konstitusi berfungsi sebagai penjaga konstitusi yang bertugas memastikan bahwa tindakan pemerintah tetap sesuai dengan prinsip-prinsip konstitusi dan demokrasi. Namun demikian, peran penting ini menempatkan MK dalam posisi strategis sekaligus menempatkannya dalam bahaya berbagai masalah politik. Putusan yang dibuat dapat mempengaruhi stabilitas politik, dinamika hubungan antar lembaga negara, dan persepsi masyarakat tentang proses hukum di Indonesia.
MK mempunyai beberapa kewenangan utama sebagai salah satu lembaga tinggi negara yang merdeka:
1. Menguji undang-undang terhadap UUD 1945;
2. Memutus otorisasi lembaga negara yang diberikan oleh UUD 1945;
3. Membubarkan partai politik; danÂ
4. Menentukan apakah hasil pemilihan umum gagal.
Dengan kekuasaan ini, MK berfungsi sebagai wasit untuk menjaga keseimbangan kekuasaan negara dan melindungi hak-hak konstitusional masyarakat.
Reaksi Publik terhadap Keputusan Mahkamah Konstitusi Selalu ada berbagai tanggapan masyarakat terhadap keputusan MK. Dianggap melindungi kepentingan umum dan hak konstitusional warga negara, beberapa keputusan diterima dengan baik. Putusan yang dianggap kontroversial, bagaimanapun, sering menyebabkan kritik. Menurut banyak lembaga survei, terdapat korelasi yang kuat antara tingkat kepercayaan masyarakat terhadap MK dan keputusan tertentu.
Penegakan konstitusi di negara ini mendapatkan dorongan baru dengan munculnya Mahkamah Konstitusi. Hal ini dibuktikan oleh banyaknya undang-undang yang dievaluasi oleh pengadilan, dan banyak di antaranya diputuskan melanggar konstitusi, sehingga dibatalkan. Peluang untuk melakukan judicial review jelas meningkatkan sistem pengendalian dan keseimbangan di negara kita. Sistem ini memungkinkan Mahkamah Konstitusi untuk bertindak sebagai pihak yang mengawasi dan menguji produk hukum yang dibuat oleh pemerintah saat ini apakah sesuai dengan amanat konstitusi.
Selama periode 2003--2015, kinerja hakim konstitusi cukup baik. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang meminta pertimbangan hukum kepada Mahkamah Konstitusi, meskipun pada masa kepemimpinan Akil Mochtar terjadi guncangan yang signifikan yang mengakibatkan dia tertangkap tangan menerima suap. Hal ini jelas berdampak pada kepercayaan masyarakat terhadap kinerja Mahkamah Konstitusi, terutama hakim konstitusi. Pencitraan masyarakat akan dipengaruhi oleh pelanggaran tersebut. Namun, tidak mudah untuk menentukan apakah keputusan ini akan meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Konstitusi di Indonesia karena, seperti yang kita ketahui, Mahkamah Konstitusi memiliki empat kewenangan untuk memutuskan, dan setiap keputusan yang dibuat oleh Mahkamah Konstitusi pasti akan menimbulkan persepsi yang berbeda pada masyarakat.
Selama wawancara penulis dengan Prof. Bagir Manan, dia memberikan beberapa alasan untuk kesulitan mengukur kepercayaan masyarakat terhadap Mahkamah Konstitusi berdasarkan keputusannya, antara lain:
1. Karena putusan Mahkamah Konstitusi . Contohnya adalah bagaimana proses pengujian UU melalui Pilkada yang berbeda-beda, dan hasilnya akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat.
2. Tujuan yang berbeda Contohnya, kepercayaan publik harus ditentukan, karena orang-orang yang mendukung pasangan yang kalah dalam mengajukan PHPU ke MK tentu akan berharap putusan Mahkamah Konstitusi sesuai dengan keinginan mereka , tetapi dengan harapan pasangan yang menang.
3. Elemen-elemen politik dalam keputusan Mahkamah Konstitusi. Sebagai badan peradilan, Mahkamah Konstitusi diharapkan menghindari unsur-unsur politik. Namun, hal ini sulit dilakukan karena pendapat bahwa undang-undang adalah produk politik sedangkan kewenangan Mahkamah Konstitusi untuk menguji undang-undang terhadap UUD, yang dianggap sebagai produk politik. Apalagi, karena Mahkamah Konstitusi juga menangani kasus sengketa Pilkada, yang merupakan proses politik, kepercayaan publik terhadap putusan Mahkamah Konstitusi terpengaruh.
4. Sifat hakim Kita memahami bahwa pengujian undang-undang adalah topik yang sangat konstitusional. Oleh karena itu, hakim harus memahami konstitusi dengan baik karena melibatkan konsep-konsep yang rumit dari Hukum Tata Negara, bahkan jika kasus lain melibatkan konsep hukum lain seperti pemidanaan dan keperdataan. Namun, dalam hal konstitusi, sifat putusan Mahkamah Konstitusi harus mencerminkan prinsip-prinsip konstitusional yang mendalam. Putusan Mahkamah Konstitusi harus melakukan analisis konsep, bukan hanya analisis normatif, karena ini berkaitan dengan konsep.
Contoh kasusÂ
1. Kasus UU Cipta Kerja
Selain itu, UU Cipta Kerja, yang disahkan pada tahun 2020, menjadi perhatian besar karena dianggap akan merusak hak-hak pekerja, merusak lingkungan, dan memudahkan investasi tanpa mempertimbangkan kesejahteraan masyarakat lokal. Selain itu, cara pembentukan UU ini dengan metode omnibus law menuai kritik karena dianggap kurang transparan dan terburu-buru. Selain itu, metode omnibus law untuk pembentukan undang-undang ini dikritik karena dianggap tidak transparan dan terburu-buru. Serikat pekerja, akademisi, dan LSM telah mengajukan banyak gugatan uji materi ke MK. Putusan MK tahun 2021 menyatakan bahwa UU Cipta Kerja tidak konstitusional, pemerintah memberikan dua tahun untuk memperbaiki pasal-pasal yang tidak sesuai. Meskipun sebagian orang menyambut putusan ini sebagai upaya untuk mengendalikan UU kontroversial ini, MK tidak sepenuhnya membatalkan UU tersebut. Hal ini membuat masyarakat percaya bahwa MK tidak sepenuh hati dalam melindungi kepentingan publik.
2. Kasus Presidential Threshold (Ambang Batas Pencalonan Presiden)
Selain itu, ambang batas pencalonan presiden yang diatur dalam UU Pemilu sering dikritik karena dianggap membatasi kemampuan partai-partai untuk mengusung calon presiden. Beberapa pihak mengklaim bahwa peraturan ambang batas ini menyebabkan monopoli partai-partai besar dan menghambat regenerasi kepemimpinan nasional. Mereka mengajukan uji materi ke MK. MK menolak uji materi ambang batas pada tahun 2022 dengan alasan bahwa itu adalah kebijakan hukum yang sah. Publik menanggapi keputusan ini dengan keras, karena mereka percaya bahwa MK seharusnya mendukung kebebasan demokrasi. Beberapa orang berpendapat bahwa keputusan ini dapat menyebabkan pilihan masyarakat menjadi lebih sulit karena tidak akan ada calon pemimpin alternatif yang muncul. Keputusan tersebut memicu kebencian dan kekecewaan, yang menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap MK, terutama di kalangan mereka yang mendukung reformasi politik.
3. Kasus Larangan Mantan Koruptor sebagai Caleg (Calon Legislatif)
Gugatan yang pernah memaafkan kasus korupsi untuk mencalonkan diri sebagai anggota legislatif adalah salah satu kasus yang menarik perhatian publik . KPU mengeluarkan aturan ini untuk menjaga integritas legislatif. Beberapa mantan terpidana korupsi menggugat undang-undang tersebut ke Mahkamah Konstitusi dengan alasan hak politik mereka dilanggar oleh undang-undang tersebut. MK kemudian menetapkan bahwa mantan terpidana korupsi dapat mencalonkan diri setelah lima tahun bebas dari hukuman, asalkan mereka secara terbuka mengumumkan status mereka sebagai mantan pembantu. Publik menanggapi keputusan ini dengan cara yang berbeda. Di satu sisi, komunitas melihat keputusan ini sebagai bukti dari prinsip keadilan bahwa mantan kompensasi tetap memiliki hak politik. Selain itu, ada juga kekhawatiran bahwa keputusan ini memberi mantan koruptor kesempatan untuk kembali ke politik.
Proses putusan MK di Indonesia menunjukkan bahwa lembaga ini sangat penting untuk menjaga konstitusi dan demokrasi, namun setiap keputusan yang diambil bertentangan dengan kepercayaan masyarakat. Oleh karena itu , diperlukan peningkatan kepercayaan masyarakat melalui transparansi, independensi, dan komunikasi masyarakat yang efektif. Dengan cara ini, MK dapat kembali dihormati dan dipercaya oleh masyarakat sebagai lembaga yang melindungi konstitusi dan demokrasi di Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H