Mohon tunggu...
Rifqi Ulinnuha
Rifqi Ulinnuha Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

pecinta filsafat, teologi, tasawuf, psikologi, moderasi agama-toleransi, lingkungan hidup, kemanusiaan, sosial-budaya, gender dan sastra.🪄

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Berlin dan Kasih Sayang #1

14 Agustus 2024   18:12 Diperbarui: 14 Agustus 2024   18:13 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
pinterest: Shar(https://pin.it/6nEYyE9LM)

Siaran di televisi mengabarkan bahwa dalam jangka waktu dua minggu lagi akan turun salju di Berlin; tepatnya di seluruh Jerman dan negara-negara Eropa yang lainnya. Ya, siapa yang tidak kenal dengan salah satu kota paling romantis di benua eropa ini. Jerman adalah kasih sayang bagi siapapun yang singgah pada dirinya. Bangunan-bangunan klasik, cerita-cerita lama tentang romansa, trotoar yang selalu ramai oleh pejalan kaki dan lengangnya jalanan dari kendaraan pribadi, Gereja Katedral Koln, Gedung Reichstag, Gerbang Brandenburg, Kastil Neuschwanstein dan keindahan-keindahan tempat romantis dan bersejarah lainnya.

Ketta Charlotte adalah seorang guru di salah satu instansi sekolah di Berlin, yakni Berlin Metropolitan School. BMS adalah salah satu lembaga pendidikan yang menyediakan taman kanak-kanak hingga sekolah menengah atas berskala internasional di Berlin, Jerman. Tidak diragukan lagi, bahwa sekolah ini adalah yang paling benefit di Jerman dan juga dunia---dikarenakan fasilitasnya yang begitu lengkap dan canggih untuk menunjang kegiatan seluruh siswa dalam belajar; baik itu akademik ataupun non-akademik.

Ketta perempuan berusia dua puluh enam tahun itu segera bergegas untuk berangkat menuju ke tempat mengajarnya di BMS. Ia mengajar di elementary school. Sudah hampir empat tahun ia menghabiskan waktunya untuk mengajari anak-anak kecil di sekolah tersebut. Kesabaran yang menurut pandangannya waktu itu memiliki batas. Kini, berubah dan percaya bahwa sabar itu terlalu luas untuk dihitung dengan rumus-rumus matematika.

Waktu pulang dari mengajar Ketta mampir terlebih dahulu ke tempat minum kopi yang sering ia kunjungi sepulang mengajar dari BMS. Varian minuman kesukaannya adalah Caramel Macchiato. Tidak hanya diwaktu pulang sekolah saja. Ketika malam hari; pada saat weekdays dan pagi, siang, sore dan malam hari ia habiskan di tempat ini hanya untuk menikmati bergelas-gelas Caramel Macchiato---tentunya sambil mengerjakan laporan perkembangan siswa. Ia begitu mencintai dunia mengajar atau keguruan, bahkan sudah sejak kecil ia bercita-cita untuk menjadi seorang guru. Bukanlah hal mudah baginya dalam mengejar mimpinya yang sudah terwujud seperti sekarang ini. Banyak sekali rintangan yang harus ia hadapi untuk bisa menjadi seorang guru. Dari tidak setuju ayahnya yang menginginkannya untuk meneruskan perusahaan keluarga; dalam bidang pengembangan teknnologi dan komunikasi di Jerman yang sudah sangat terkenal. Kedua kakak laki-lakinya yang tidak senang melihat dirinya menjadi seorang guru; terutama guru elementary school---sekalipun ia seorang guru di sekolah yang sudah berskala internasional itu.

Tantangan dan rintangan akan selalu ada. Tidak perlu mendapatkannya jauh-jauh. Lingkungan keluarga terkadang adalah salah satu penghambat segala cita-cita. Kata tidak setuju adalah sebuah penghancuran atas segala mimpi yang sudah dirancang dengan baik. Perbedaan sudut pandang dan hal-hal yang prinsipil selalu bisa menjadi bumerang---membuat semuanya hancur dan berantakan; cerita, cinta dan cita-cita adalah korban pertamanya.

Bagi Ketta, unsur-unsur permasalahan selalu bisa disaring dengan kata ma'af dan kepala yang tenang. Dicukupi dan disudahi tanpa ada kata harus dihadapi---sama saja percuma. Kumandang-kumandang katak dipinggiran sungai-sungai dan perkebunan pun tidak akan dapat menerima itu. Terlalu menggantung, kata mereka kalau kita bisa mendengarnya. Hingga sekarang dan detik ini. ayahnya enggan menemuinya dengan alasan malu karena Ketta tidak mau mengembangkan perusahaan milik keluarga yang sangat besar dan benefit itu. Dan lebih memilih menjadi guru yang selalu menyumbangkan hati dan kepalanya pada siswa-siswa. Karena baginya, mengajar adalah cara untuk melatih perasaan, kepekaan dan kesetiaan.

Dan hanya ibunyalah yang mau menjenguknya di apartemen miliknya yang jaraknya tidak terlalu jauh dari BMS dan tempat favoritnya menikmati segelas kopi hangat ataupun dingin. Waktu itu ibunya seringkali menjenguknya sekaligus mengajaknya untuk pulang ke rumah yang tidak pernah dianggapnya oleh rumah.

"Charlotte, pulanglah dengan Mama ke rumahmu yang sesungguhnya." katanya dalam bahasa Jerman. Mamanya memang suka sekali memanggilnya dengan nama belakangnya itu.

"Ma, rumahku di sini. Tidak ada lagi rumah yang paling nyaman di dunia selain bersama Mama."

"Charlotte,"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun