Mohon tunggu...
Rifqi Syahlendra
Rifqi Syahlendra Mohon Tunggu... Dosen - Dosen Ilmu Komunikasi

Hatur dan salam selalu terpanjat kepada seluruh insan yang berinteraksi. Mari kita tingkatkan literasi sedari dini.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Disruptive Leader: Persimpangan Antara Inovasi dan Harmonisasi

27 Desember 2024   22:40 Diperbarui: 28 Desember 2024   09:21 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Organisasi (Sumber: freepik)

Menarik, apabila membahas mengenai kepemimpinan dalam sebuah organisasi. Hubungan antara seorang pemimpin dan arah organisasi seakan-akan menjadi benang merah yang tak akan pernah putus, berhubungan satu sama lain dalam berbagai aspek.

Dalam konteks komunikasi organisasi pun sama, ranah kepemimpinan ini menjadi salah satu perhatian khusus dalam menghidupkan komunikasi efektif pada suatu organisasi.

Lantas bagaimana seorang pemimpin yang disruptif dihadapkan pada persimpangan antara harmonisasi organisasi di tengah tuntutan inovasi yang kian menguat?

Fenomena disrupsi berawal dari terkaparnya perusahaan-perusahaan “great companies” yang diakibatkan dari datangnya perusahaan-perusahaan terbarukan, dengan inovasi luar biasa yang melibatkan teknologi dan digitalisasi.

Bisa dikatakan bahwa disrupsi berawal dari fenomena bisnis pada sekitaran tahun 1997 yang diikuti dengan pertanyaan riset “why great companies fail?” oleh Christensen.

Sejak saat itu berkembanglah istilah disrupsi yang masuk ke berbagai lapisan masyarakat, tidak hanya di ranah perusahaan dalam arti luas saja, namun juga masuk di tingkat organisasi.

Di tengah arus perubahan yang luar biasa cepat, maka segala kemungkinan bisa saja terjadi pada sebuah organisasi. Istilah disruptive leader seringkali menjadi topik hangat dalam diskusi mengenai kepemimpinan.

Pemimpin disruptif dianggap menjadi pemimpin yang paling efektif di era sekarang, paling bisa diandalkan dan paling bisa berbaur dengan segala situasi dan kondisi organisasi.

Dalam komunikasi organisasi, pemimpin disruptif-lah yang dinilai mampu memecahkan pola komunikasi tradisional yang sarat akan birokrasi ke arah komunikasi terbuka yang minim akan birokrasi.

Faisal Hoque, dalam bukunya berjudul Everything Connects: How to Transform and Lead in The Age of Creativity, Innovation & Sustainability (2014) menyebutkan lima ciri pemimpin yang disruptif. Apa sajakah itu?

Pertama, tidak lelah memburu kebenaran. Kita bersama mengetahui bahwa mengungkapkan kebenaran itu terkadang memang pahit, namun pemimpin yang disruptif tahu bahwa hasil dari kebenaran adalah keberhasilan.

Kedua adalah mampu memandu tim walau dalam kekacauan. Pemimpin yang disruptif tetap tenang kendati menghadapi perubahan yang terjadi di depan mata. Mereka mampu untuk memutuskan mana yang terbaik untuk tim meskipun kondisinya tidak sedang baik-baik saja.

Ketiga, berani mengambil keputusan. Tentu setiap pemimpin harus mampu mengambil keputusan, karena itu adalah kewajiban sekaligus hak dari seorang pemimpin. Pimpinan yang tidak mampu mengambil keputusan terkadang malah menimbulkan bencana kepada organisasi tersebut.

Keempat ialah berani mendobrak cara lama. Pemimpin disruptif suka membongkar aturan lama yang tidak relevan dan menghambat kemajuan organisasi. Bagi pemimpin disruptif, kondisi “normal” sejatinya tak pernah ada.

Kelima, dia tumbuh dan berkembang bersama dengan ketidakpastian. Seperti yang sudah dipaparkan diatas, pemimpin yang disruptif mampu berbaur dengan segala situasi dan kondisi organisasi, hal itu dibutuhkan agar adaptasi organisasi dapat terjadi mengikuti perkembangan dan dinamika masyarakat.

Namun dibalik kebanggaan akan istilah pemimpin disruptif, kehadiran-nya acap kali memicu dilema dalam komunikasi organisasi. Menurut Robbins dan Judge (2020) dalam Organizational Behavior, komunikasi yang efektif sangat penting untuk mendukung keberhasilan implementasi strategi, khususnya dalam menghadapi perubahan.

Dapat kita lihat poin diatas bahwa pada dasarnya pemimpin disruptif ini dapat digambarkan sebagai pemimpin yang agresif (dalam konotasi positif) terhadap perubahan.

Apabila seorang pemimpin disruptif tidak diikuti dengan kemampuan komunikasi yang baik, maka gaya kepemimpinan yang terlalu agresif justru dapat memicu resistensi dari anggota tim yang merasa tidak nyaman dengan perubahan mendadak.

Kita mengetahui bersama bahwa keberhasilan seorang pemimpin tidak hanya ditentukan oleh kemampuan mereka dalam menciptakan perubahan, tetapi juga oleh kemampuan mereka dalam memahami dan mengelola emosi anggota tim. Ketidakseimbangan dalam gaya kepemimpinan disruptif dapat mengarah pada konflik internal yang merusak harmoni organisasi.

Maka untuk menjaga persimpangan antara inovasi dan harmonisasi, perlu seorang pemimpin yang tidak hanya disruptif saja, namun harus mampu memastikan bahwa perubahan yang mereka bawa disampaikan dengan cara yang dapat diterima oleh semua anggota.

Dengan memadukan keberanian inovasi dan kepekaan emosional, pemimpin disruptif dapat menjadi organisatoris yang efektif sekaligus menjaga harmonisasi dalam organisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun