Setelah itu, ada juga pakaian raja yang juga digunakan untuk pernikahan yang disebut bagajah gamuling yang berkembang sejak zaman Kerajaan Hindu dengan aksen Melayu dan bangmar galung pancar matahari dimana pakaian ini muncul setelah adanya pengaruh Islam dengan aksen Cina-Arab.Â
Ada juga naga darat yang merupakan sampung (kepala) perahu yang digunakan untuk arak-arakan pengantin. Naga di sini dianggap sebagai penolak bala yang dapat mencegah gangguan alam dan simbol pengharapan agar kedua mempelai tidak mendapatkan halangan dalam berumah tangga.
Setelah menikah dan memiliki anak, masyarakat banjar akan mengadakan Tian Mandaring, yaitu mandi di bawah jam 12 malam dengan harapan orang tua dan bayi diberikan rezeki yang baik. Ada juga mandi badudus untuk calon pengantin sebelum pernikahan.
Bayuun Maulud, yang diadakan pada bulan kelahiran bayi atau bulan maulid, bertujuan untuk mengharapkan keberkahan bagi bayi yang baru lahir. Sebelum Islam masuk, tradisi ini dilakukan untuk memperkenalkan bayi kepada penguasa daerah (Datuk) agar anak tersebut tidak penyarikan atau dalam bahasa Indonesia disebut pemarah.
Ada juga kegiatan Basunat yang merupakan upacara siklus hidup bagi penduduk muslim Kalimantan Selatan ketika menjelang dewasa. Alat-alat yang digunakan untuk basunat antara lain pancucuk, sasanggan, penyangga tapih dan lain-lain. Pada masa itu, antibiotik kimia belum ditemukan, sehingga masyarakat menggunakan daun nangka sebagai antibiotik. Setelah basunat berlangsung, sang anak akan diberi hadiah oleh orang tuanya seperti baju baru.
Jangan lupa untuk masuk ke dalam pameran Syeh Muhammad Arsyad Al Banjari. Beliau adalah seorang ulama yang dihormati di seluruh negeri. Beliau mendapat julukan anumerta "Datuk Kelampaian". Beliau adalah penulis kitab Sabilal Muhtadin yang telah menjadi referensi bagi banyak umat Islam di Asia Tenggara. Di Museum ini kita dapat melihat langsung tulisan-tulisan beliau dan karya-karya lainnya.