Demikian juga tentang pendidikan dan ujian Advokat tidak memiliki standarisasi mengingat sekitar 30 (tiga puluh) Organisasi Advokat berhak membuat PKPA dan UPA. Hal ini memungkinkan calon Advokat dipermudah kelulusannya karena tanpa kualifikasi/passing grade yang tepat. Dimana tidak ada aturan yang jelas yang berlaku secara umum tentang pelaksanaan PKPA dan ujian yang mengikat semua organisasi Advokat.
Selain itu juga tentang kewenangan memeriksa atau mengadili berkaitan dengan pelanggaran Kode Etik Advokat. Saat ini organisasi Advokat masing-masing mempunyai Dewan Kehormatan sendiri atau belum adanya Dewan Kehormatan yang berhak mengadili seluruh Advokat atau Dewan Kehormatan bersama. Baru-baru  ini telah terjadi peristiwa dimana Dewan Kehormatan PERADI yang satu memeriksa/mengadili anggota PERADI yang lain, bahkan mengadili yang bukan anggota PERADI atau anggota Organisasi Advokat lainnya. Peristiwa ini menjadi perdebatan di media, di kalangan Advokat yang saling mengadu. Hal ini terjadi karena tidak bersatunya PERADI dan atau Organisasi Advokat tidak mempunyai Dewan Kehormatan bersama.
Begitu juga dalam UU Advokat Pasal 5 ayat 1 pada penjelasannya, menyatakan, "Yang dimaksud dengan "Advokat berstatus sebagai penegak hukum" adalah Advokat sebagai salah satu perangkat dalam proses Peradilan yang mempunyai kedudukan setara dengan penegak hukum lainnya dalam menegakkan hukum dan keadilan". Namun lagi-lagi faktanya, kesetaraan inipun ternyata saat ini jauh dari apa yang kita harapkan. Contoh konkretnya baru-baru ini dalam masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat, Advokat tidak dimasukan dalam sektor esensial dalam arti Advokat bekerja dari rumah work from home (WFH). Berbeda dengan penegak hukum lainnya seperti Hakim, Jaksa, Polisi yang masuk dalam sektor esensial bekerja dari kantor (WFO). Saat itu aturan tersebut sangat menyulitkan Advokat, karena di satu sisi Advokat ditentukan bekerja dari rumah, di sisi lain Advokat mendapat panggilan untuk bersidang, bahkan telah terjadi peristiwa ada beberapa kantor Advokat yang tutup paksa. Terhadap aturan tersebut ke 3  tiga ) Ketua Umum PERADI, dan beberapa DPC PERADI sudah menyurati Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Marives) selaku Koordinator Satgas Covid-19 meminta agar Advokat dimasukan dalam sektor esensial. Namun sampai berakhirnya PPKM darurat ternyata Advokat tetap tidak dimasukan dalam sektor esensial. Sekalipun sudah berlalu, namun keadaan ini jelas mendegradasi fungsi dan tugas Advokat. Oleh karenanya, seyogyanya keadaan ini juga mendorong PERADI segera bersatu agar lebih kuat serta diakui keberadaannya.
Rencana penyatuan PERADI sudah lama didengungkan bahkan pada tanggal 25 Desember 2020, Prof. Dr. M. Mahfud MD (Menko Polhukam) dan Prof. Yasonna Hamonangan Laoly, (Menteri Hukum dan HAM) bertemu dengan ketiga pimpinan PERADI yakni Dr.Juniver Girsang, Dr.Luhut Pangaribuan dan Dr. Fauzie Hasibuan, untuk  menyepakati perdamaian. Ketiga pimpinan PERADI tersebut telah menandatangani surat pernyataan untuk bersatu kembali dalam satu wadah organisasi PERADI serta membentuk tim 9 yang bertugas untuk merumuskan langkah lanjut dan diberi waktu 3 (tiga) bulan dengan keputusan musyawarah dan mufakat. Akan tetapi sampai saat ini penyatuan PERADI belum terealisasi atau belum tercapai. Namun baru-baru ini, Prof. Otto Hasibuan, selaku salah satu Ketua Umum PERADI Kembali mendengungkan lagi agar PERADI rekonsiliasi dengan melaksanakan Munas bersama dengan one man one vote. Menanggapi ajakan Prof. Dr. Otto Hasibuan, Ketua Umum PERADI SAI Dr.Juniver Girsang, menyambut baik langkah tersebut bahkan menyatakan sudah sejak lama telah mengusulkan penyatuan PERADI. Begitu juga Ketua Umum PERADI Rumah Bersama DR. Luhut M.P. Pangaribuan, menyatakan hal yang sama. Dalam surat ajakan Munas bersama tersebut yang terpublikasi di media, dan juga adanya tanggapan secara terbuka dari masing-masing Ketua Umum PERADI, dimana masih ada sedikit perbedaan antara ketiga Ketua Umum PERADI tersebut. Dua Ketua Umum PERADI Dr.Juniver Girsang dan DR. Luhut M.P. Pangaribuan, mensyaratkan dalam Munas bersama agar 3 (ketiga) Ketua Umum yang saat ini menjabat supaya tidak lagi mencalonkan diri, sedangkan PERADI SOHO belum menyetujui hal tersebut.
Pendapat Ketua Umum PERADI SAI Dr.Juniver Girsang, juga disetujui oleh DR. Luhut M.P. Pangaribuan, bahwa ketiga Ketua Umum sekarang tidak usah lagi mencalonkan diri, dan memberikan kepemimpinan PERADI kepada orang-orang muda, adalah hal yang sangat tepat dan ideal serta relevan. mengingat ketiga Ketua Umum saat ini juga sudah masuk fase kedua periode baik Dr.Juniver Girsang, maupun DR. Luhut M.P. Pangaribuan, kepemimpinannya telah memasuki periode ke-2. demikian juga Prof. Dr. Otto Hasibuan, telah pernah melewati masa Periode kedua. Kalau kita mengacu kepada aturan umum 2 (dua) periode, maka sudah sangat relevan agar kepemimpinan PERADI ke depan tidak lagi dipegang ketiga Ketua Umum PERADI sekarang. Diserahkan kepada orang-orang yang lebih muda sebagaimana yang diungkapkan Dr. Juniver Girsang. Seandainya hal tersebut disepakati bersama, maka ketiga Ketua Umum PERADI saat ini, yakni Prof. Dr. Otto Hasibuan, Dr.Juniver Girsang, dan DR. Luhut M.P. Pangaribuan, patut dan pantaslah disebut sebagai "Bapak Advokat Indonesia" yang akan dikenang kemudian hari. Karena dengan legowo demi persatuan dan penyatuan Organisasi Advokat rela melepaskan jabatan dalam Munas bersama secara one man one vote.
Bahwa setelah kembali bersatu, maka penyatuan PERADI tersebut adalah awal dari penyatuan seluruh Organisasi Advokat di Indonesia, karena faktanya sebelumnya sudah ada beberapa Organisasi Advokat lainnya. Antara lain Kongres Advokat Indonesia (KAI) ditambah lagi setidaknya 30 Organisasi Advokat yang telah terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM. Mayoritas Organisasi Advokat tersebut telah melaksanakan PKPA, ujian dan pengangkatan serta penyumpahan. Setelah PERADI bersatu, fase berikutnya adalah PERADI yang telah menjadi satu haruslah merangkul semua Organisasi Advokat di luar PERADI. Pasalnya, mereka berdiri dan ada sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan telah melaksanakan PKPA, ujian dan pengangkatan serta penyumpahan Advokat. Berdasarkan Surat Ketua Mahkamah Agung No.073/KMA/HK.01/2015 tanggal 25 September 2015 yang pada pokoknya menyatakan bahwa penyumpahan bukan lagi dilihat daripada organisasi tertentu, karena PERADI sendiri yang dianggap sebagai wadah tunggal sudah terpecah dengan masing-masing mengklaim sebagai pengurus yang sah. Sehingga  pengangkatan, penyumpahan dan mekanisme penyumpahan tidak lagi melihat dari organisasi mana berasal. SK/KMA/073 tersebut sekaligus membatalkan Surat Ketua Mahkamah Agung No.089/KMA/VI/2010 tanggal 25 Juni 2010 yang sebelumnya menentukan bahwa penyumpahan Advokat harus melalui Orgasisasi PERADI. Oleh karenanya melihat semua realita tersebut, maka sudah saatnya para Advokat dan seluruh pengurus PERADI mendorong agar PERADI segera bersatu demi wibawa organisasi dan perlindungan Advokat serta mengembalikan marwah Advokat dan Organisasi Advokat di Indonesia.
*Penulis Advokat Senior/ Wakil Ketua Umum PERADI SAI.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H