Mohon tunggu...
wira
wira Mohon Tunggu... Freelancer - Freelance

Be wise

Selanjutnya

Tutup

Seni

Seni Pertunjukan Boneka Jepang Sebagai Bentuk Perwujudan Manusia dalam Film Bunraku

27 Oktober 2022   04:15 Diperbarui: 27 Oktober 2022   04:22 404
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seni. Sumber ilustrasi: Unsplash

Bunraku Trailer

Bunraku, merupakan seni tradisional asal Jepang berupa boneka yang dimainkan oleh 3 orang dengan diiringi alat musik. Bunraku dimainkan dengan cara menceritakan sebuah cerita yang kemudian diekspresikan melalui boneka yang digerakkan oleh dalang dan diiringi oleh musik (Persada, n.d.). Sejarah awal munculnya bunraku ini sangatlah panjang, kekuasaan dinasti kekaisaran Jepang yang berganti-ganti membuat seni ini mengalami beberapa perubahan dari sejak awal kemunculannya hingga saat ini, termasuk dalam segi pemilihan namanya.

Namun meski begitu, bunraku adalah salah satu kesenian Jepang yang unik, dimana perkembangan ceritanya mengikuti perubahan zaman yang mengiringinya. Persaingan antar kelompok dalam kesenian bunraku ini malah menimbulkan energi positif, karena justru memicu perkembangan terutama untuk penampilan boneka (Golek & Jepang, n.d.).

Bunraku, yang menjadi populer sekitar akhir abad ke-16, merupakan jenis teater boneka yang dimainkan dengan iringan nyanyian bercerita dan musik yang dimainkan dengan shamisen (alat musik petik berdawai tiga). Bunraku dikenal sebagai salah satu bentuk teater boneka yang paling halus di dunia (Wibowo, 2015).

Keunikan kebudayaan yang berasal dari Jepang ini menjadi daya tarik tersendiri, khususnya bagi Guy Moshe, seorang penulis, sutradara, dan produser film kenamaan asal Amerika yang mengangkat kesenian bunraku ini menjadi sebuah film bergenre action.

Meskipun Guy Moshe sebagai sutradara memvisualisasikan film bunraku melalui aksi laga, namun unsur budaya serta isu sosial yang ada di dalam isi cerita film tetap ditampilkan sebagai bentuk penyampaian pesan secara visual.

Mise en scene dalam film ini bagi saya dikemas dengan begitu rapi dan keren karena menampilkan audio visual yang memanjakan mata dengan tetap menunjukkan juga pesan dari cerita film ini.

Film ini menceritakan tentang seorang pengelana dan penantang atau dijuluki sebagai The Drifter yang diperankan oleh Josh Hartnett dan Gackt yang berperan sebagai Yoshi yang latar belakangnya merupakan seorang pendekar dari Jepang ingin mencari seseorang yang Bernama Nicola the Woodcutter yang diperankan oleh Ron Perlman. Kedua orang ini memiliki tujuan yang sama dengan alasan yang berbeda mengapa ingin bertemu dengan Nicola.

Sepanjang perjalanan dan pencarian Nicola, banyak sekali tantangan dan rintangan yang harus dihadapi oleh The Drifter dan Yoshi, namun mereka dibantu oleh The Bartender yang diperankan oleh Woody Harrelson.

Dalam film ini juga ada beberapa semiotika yang dapat ditemukan, contohnya seperti pakaian atau kostum yang dikenakan oleh para pemeran mencerminkan darimana mereka berasal. The Drifter dengan mantel tebal dan panjang, topi serta sepatu boots nya menjadi ciri khas tersendiri. Begitu pula Yoshi, ia selalu mengenakan pakaian asal Jepang sebagai identitasnya. Killer nomor 2-10 juga memiliki gaya atau ciri khas tersendiri termasuk dalam cara berpakaian.

Hal lain yang bisa dilihat sebagai semiotika adalah berupa luka yang dialami oleh beberapa pemeran misalnya seperti luka senjata tajam yang diperlihatkan sebagai bentuk rasa sakit atas apa yang dialami. Ada beberapa adegan yang memperlihatkan adegan cukup sadis karena film ini juga sedikit mengusung genre thriller.

Kemudian aspek pengambilan gambar dan pemilihan transisi yang cukup unik membuat kita akan terbawa suasana seakan-akan sedang berada disana serta merasakan apa yang dialami oleh pemain.

Ada juga satu kalimat yang menjadi prinsip Nicola, sang penguasa wilayah tersebut, kalimatnya yaitu ‘selalu ada seseorang yang lebih kuat darimu’, yang ternyata kalimat tersebut keluar dari mulut ayah The Drifter yang diceritakan dulu kalah bertarung dengan Nicola. Hal itu yang membuat The Drifter ingin membalaskan dendamnya terhadap Nicola karena telah membunuh ayahnya. Ucapan ayahnya tersebut terbukti setelah Nicola berhasil ditaklukan oleh The Drifter dan Yoshi, yang sebelum diakhirnya melawan Nicola, diawalnya mereka harus berhadapan dengan anak buah Nicola yang diberi julukan Killer nomer 2-10.

Adegan dimana The Bartender menceritakan dan memberi tahu The Drifter tentang apa yang terjadi melalui sebuah buku 3D juga menjadi penanda bahwa akan ada banyak rintangan dan tantangan kedepannya, namun juga akan ada selalu jalan untuk menuju kesana.

Gestur atau gerak tubuh Yoshi yang membungkukkan badannya ketika bertemu dengan pamannya juga menandakan dia seseorang yang hormat kepada orang yang lebih tua darinya, dimana budaya dari Jepang ini sudah dikenal di seluruh penjuru dunia dan kita tahu apa arti dan makna dari gerakan tersebut.

Dalam film ini juga memperlihatkan bagaimana kesenjangan sosial yang dilakukan oleh pejabat kota terhadap rakyatnya. Mereka juga melakukan praktik oligarki dalam pemerintahannya. Semua petinggi pejabat mulai dari walikota, kepala polisi, sampai hakim dan jaksa ternyata bersekongkol dengan Nicola karena takut padanya. Sehingga yang diinginkan oleh para petinggi pejabat hanyalah kekayaan dan kekuasaan yang dimana itu membuat rakyat menjadi sengsara.

Oligarki ini pun dilakukan oleh Nicola sendiri karena selama dia masih hidup atau belum ada yang mengalahkannya, maka dia akan berada di posisi orang nomor 1 di kota tersebut. Nicola memiliki 9 pasukan yang siap untuk melindunginya karena dalam peraturannya angka tersebut menentukan siapa yang berhak berkuasa dan memberikan perintah kepada bawahannya.

Budaya patriarki juga diperlihatkan dalam film ini dimana para wanita disini ditempatkan di suatu perkampungan dan tugas mereka hanya melayani para pasukan bawahan Nicola, dan jika tidak menurutinya, mereka akan diberikan hukuman.

Bentuk perwujudan manusia yang seperti boneka seperti judul artikel ini bisa dilihat dari pejabat kota yang semena-mena melakukan tindakan yang menyengsarakan rakyatnya karena bagaimanapun para pejabat ini kekuasaannya dipantau dan dikendalikan penuh oleh Nicola sebagai orang yang paling ditakuti di kawasan tersebut.

Manusia disini hanya dijadikan sebagai alat ketika ia memiliki tanggung jawab atau kendali atas sesuatu namun ternyata mereka tidak bisa menjalankannya dengan baik.

Perilaku atau tindakan yang semestinya dilakukan dan dilaksanakan tidak bisa berjalan karena adanya hadangan dan ancaman dari pihak lain sehingga para pejabat tidak bisa menjalankan funsginya. Terlebih karena individu dari pejabatnya juga hanya mementingkan kepentingan sendiri. Mereka sering bermain judi bersama Nicola dimana Nicola selalu menang dalam permainannya karena dia memiliki kendali penuh atas hal tersebut.

Hal-hal serta kejadian atau peristiwa yang diceritakan dalam film ini juga bisa kita temukan dalam kehidupan kita, namun hanya saja kita belum bisa melihat dan merasakannya secara langsung.

Daftar Pustaka

 Golek, W., & Jepang, A. L. A. (n.d.). SEJARAH PERKEMBANGAN BUNRAKU (WAYANG GOLEK ALA JEPANG) Tri Mulyani Wahyuningsih Universitas Dian Nuswantoro. 95–102.

Persada, U. D. (n.d.). Noh, Kyougen,. 1–11.

Wibowo, E. (2015). No Title空間像再生型立体映像の 研究動向. Nhk技研, 151, 10–17.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun