Mohon tunggu...
Rifna Merisha
Rifna Merisha Mohon Tunggu... Penulis - Bicara Sendiri

Bismillah!

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Istri Durhaka Masuk Neraka

23 Januari 2025   13:00 Diperbarui: 21 Januari 2025   15:21 21
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Perempuan pada hakikatnya mempunyai perasaan lemah lembut. Semua hal yang  diperintahkan, baik oleh orang tua atau bahkan suami pasti akan dilakukan dengan sungguh-sungguh. Perasaan peka dan sensitif seorang perempuan mudah sekali menyentuh lubuk hati terdalamnya, sehingga sering kali seorang perempuan mengabaikan keinginan yang telah diimpikan demi menuruti permintaan kedua orang tua. Dengan selalu taat pada apapun yang dianjurkan oleh orang-orang tersayang, seorang perempuan akan merasa bahwa hidupnya telah berada di jalan yang benar. Keikhlasan yang terkadang mengalahkan ego dan impian diharapkan nantinya dapat melahirkan kebahagiaan. Baik bahagia untuk diri sendiri dan juga orang lain.

Fenomena yang terjadi saat ini sudah sangat beragam, tentunya hal ini berkaitan dengan perempuan di masa kini. Perempuan saat ini telah memilih untuk hidup lebih mandiri dengan hasil jerih payahnya sendiri. Hal ini dilihat dari data Badan Pusat Statistik (BPS) yang menunjukan bahwa persentase perempuan bekerja naik ke angka 53,13% pada Agustus 2020. Namun, bukan berarti perempuan tidak membutuhkan sosok laki-laki dalam hidupnya. Hanya saja pemikiran seorang perempuan sudah lebih berkembang. Hal tersebut didukung oleh perkembangan yang semakin maju dan kebutuhan yang semakin banyak, ini menyebabkan tidak selamanya perempuan hanya selalu berurusan dengan dapur. Banyak perempuan menempatkan diri sebagai perempuan berkarier yang memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri. Dengan begitu, perempuan dapat merasakan mimpinya terwujud dari kerja kerasnya sendiri dan itupun sangat berguna untuk meningkatkan motivasi hidup seseorang, khususnya perempuan. Lim (1997) setuju dengan hal tersebut dikarenakan hasil yang didapatkan dengan usaha sendiri pasti menimbulkan kepuasan lebih besar dan dapat meningkatkan sikap lebih menghargai antar sesama manusia.

Perempuan yang sudah menikah tidak selalu menitikberatkan semua hal kepada suami. Seorang istri berhak membantu suami apabila dirasa suami memiliki kekurangan dan membutuhkan bantuan, baik dari segi materi ataupun hal lainnya. Dalam hubungan suami-istri sangat diperlukan sikap saling melengkapi. Namun, hal ini sering disalahgunakan. Tindakan memanfaatkan istri yang bekerja, sehingga suami dapat bersantai-santai adalah contoh hal yang menyimpang. Suami yang berpikir tidak perlu bekerja karena istri dapat mencukupi kebutuhan keluarga tentu sangat bertolak belakang dengan konsep suami adalah tulang punggung keluarga. Hal demikian tidak hanya terjadi pada satu atau dua pasangan suami-istri tetapi terjadi dalam jumlah yang lebih banyak. Meski bukan hal yang salah bila istri bekerja dan suami merasa diringankan, karena istri melakukan hal tersebut selain untuk menyenangkan kehidupannya juga dapat membantu suami. Kesalahpahaman terhadap pandangan tentang hal itu ternyata membuat istri menjadi berlipat ganda bebannya. Sependapat dengan penjelasan Temitope (2015) perempuan bekerja merupakan perempuan yang memiliki tugas menjadi ibu rumah tangga dan tugas di kantor.

Dalam cerpen “Dosa Seorang Istri yang Tidur pada Pukul 19.00” karya A. Warits Rovi sangat merepresentasikan bagaimana kehidupan perempuan pada saat ini. Seorang perempuan yang telah menjadi istri bertugas untuk melayani dan menuruti perintah suaminya tetapi juga memiliki kewajiban untuk memenuhi kehidupan dari segi materi. Dapat dilihat dari kutipan cerpen di bawah ini.

Di lehernya ada bekas gigitan halus warna merah. Sebentar ia raba dengan jemarinya yang kurus. Bahunya yang tanpa lilitan tali kutang menampakkan lekukan tulang, senada dengan tonjolan di bagian atas pipinya yang kian menonjol. Ia merasa dirinya semakin kurus. Tulang-tulang di bagian atas dadanya yang hanya tertutup sarung juga demikian, menegaskan tugas berat seorang istri yang berusaha taat pada suami.

Azan subuh terdengar, Duya lekas gegas ke kamar mandi. Karena selain junub, ia juga harus pergi bekerja pagi-pagi. Sepintas ia menoleh ke arah suaminya yang masih tidur; mendengkur, memeluk bantal.

Wajahnya yang tirus berminyak, kini sedikit rapi karena rambutnya tersanggul dalam balutan capil pandan yang bundar lebar. Tubuhnya tanpa lipstik dan parfum. Ia abaikan semuanya alami seolah sengaja diserasikan dengan nasibnya sebagai buruh tani. Sisa bau keringat yang sejak kemarin lekat di bajunya ia hidu sebagai lagu hidup penuh makna.

Dari kutipan cerpen tersebut menunjukan bahwa seorang istri memiliki beban yang berkali-kali lipat. Hal tersebut ditandai dengan pernyataan bahwa setelah seorang istri melayani suami, dia juga harus menafkahi kehidupan keluarga. Tentunya hal tersebut sangat kontradiktif dengan tugas perempuan sebenarnya. Dikarenakan dalam hal ini suami masih mampu bekerja untuk istri tetapi sangat mengandalkan istri dari semua segi di dalam kehidupan. Istri yang surganya sudah berpindah ke telapak kaki suami pasti akan menuruti semua perintah suami. Hal tersebut menjadi sangat kejam bagi perempuan karena tidak sewajarnya seorang perempuan diperlakukan sedemikian rupa, karena perempuan yang telah menjadi seorang istri juga merupakan manusia. Istri dapat memiliki rasa lelah apabila secara terus menerus dipekerjakan layaknya robot dengan memanfaatkan kelemahannya menggunakan dalih “istri harus taat perintah suami”.

Adapun kutipan yang seolah mengancam istri dengan dugaan-dugaan yang tidak semestinya. Kutipan cerpen tersebut di bawah ini.

“Bagus. Seorang istri kalau mau masuk surga dan selamat dari neraka ya harus begitu, harus taat kepada suaminya,” sambung suaminya masih dalam keadaan merem. Duya hanya tersenyum kecut, tangannya pelan mulai menuntun sepeda ontelnya ke arah pintu.

“Aku hanya ingin bermain denganmu di kamar setiap malam, tapi jangan sampai kamu hamil. Jika keinginanku ini kau tolak, maka kamu akan jadi istri yang durhaka, akan masuk neraka,” suaminya selalu berkata demikian setiap ia mengutarakan keinginannya untuk punya anak.

Dari kutipan cerpen tersebut menunjukan bahwa suami seolah mengancam istri yang tidak taat dengan hukuman masuk neraka. Padahal tidak seharusnya suami bersikap emosional seperti itu meskipun suami berlabel “suami yang ahli agama”. Pada kenyataannya seorang suami yang memiliki ilmu agama yang kuat tidak akan memperlakukan istrinya dengan cara yang menyulitkan. Bila masih seperti itu, lantas apa gunanya suami untuk istri jika tidak ada satupun yang dapat diberikan kepada istri selain tekanan, ancaman dan makian yang membuat istri menjadi ketakutan dan terpaksa menuruti perintah suami. Tentunya hal tersebut sangat menyentuh hati perempuan di luar sana begitu tahu bahwa masih ada laki-laki yang tega membiarkan perempuannya berjuang sendiri menghidupi keluarga. Laki-laki disini seolah hanya numpang hidup dengan istri.

Seorang istri tidak harus selalu menuruti perkataan suami apabila suami telah menyimpang ke jalan yang salah. Istri berhak mempunyai pandangan dan pendapat tentang kehidupannya sendiri. Meskipun suami adalah tiang dalam sebuah keluarga tetapi bukan berarti istri harus selalu menjadi kabel yang bergantung pada tiangnya. Istri juga diperbolehkan mengungkapkan keinginannya walaupun itu berbeda dengan prinsip suami. Hal tersebut tergambarkan dalam kutipan cerpen di bawah ini.

“Jika suami menafkahi istri secara baik, barulah istri berdosa jika ia tidak mau ketika diajak ke kamar oleh suaminya. Tapi jika suami tidak menafkahi, aku rasa istri berhak menolak,” kedua telapak tangan Husna mengelus pipi Duya. Husna berusaha menembakkan senyum. Tapi Duya merespons senyum itu dengan cucuran air mata.

Kutipan cerpen tersebut menunjukan bahwa istri berhak mengeluarkan aspirasi karena terdapat kekeliruan perilaku suami atas dirinya. Dengan begitu, istri yang merasa tidak terima dan bertolak belakang dengan perbuatan suami dapat menolak dan melawan hal tersebut. Dikarenakan istri tidak selalu kuat dalam menghadapi segala yang terjadi di dalam kehidupannya. Inipun berlaku bagi seluruh manusia di muka bumi karena tentunya tidak akan mampu mengatasi permasalahan hidup seorang diri. Hal pertama yang menjadi alternatif untuk dilakukan adalah meratapi dan menangis sejadi-jadinya tentunya dibantu dengan mencurahkan perasaan kepada orang-orang terdekat baik keluarga atau bahkan sahabat.

Seseorang yang memiliki masalah tentu sangat membutuhkan jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahannya. Begitupun dengan seorang istri yang merasa terjerat dengan perlakuan suami yang semena-mena. Permasalahan tersebut pasti sangat meresahkan hati. Hal itu dapat dilihat dari kutipan cerpen di bawah ini.

Kesehariannya ia gunakan untuk menyelamatkan diri dari dosa, agar tidak terjerumus ke dalam api neraka—sebagaimana yang sering dijadikan bahan ancaman oleh suaminya dengan dalil-dalil berbahasa Arab—ia rela memanggang tubuhnya di bawah matahari demi mengais rezeki untuk suami, sedang di malam hari harus melayani suaminya dalam kamar tidur meski kadang dalam puncak lelah yang mencekik. Begitulah siklus hidup yang ia jalani setiap hari; siang di ladang, malam di ranjang. Sedang suaminya hanya di rumah, makan, minum kopi, dan merokok seraya terus mencari dalil-dalil agama yang bisa menjerat dia supaya takluk dalam kekangannya atas nama ketaatan.

Kutipan cerpen tersebut menunjukan bahwa tidak selamanya suami selalu menjadi panutan yang baik. Namun, bukan berarti seorang suami selalu mengajarkan hal-hal yang salah dalam konsep berumah tangga. Hanya saja dalam kasus seperti ini, perempuan dapat membuka mata lebar-lebar bahwa tidak semua yang diperintahkan suami harus dituruti. Adakalanya seorang istri dapat menolak dan memberikan pandangan mengenai bagaimana baiknya. Meskipun suami merupakan pilihan kedua orang tua, semua akan balik lagi kepada yang menjalankan. Apabila sudah sangat tidak baik untuk dilanjutkan seorang istri berhak memperbaikinya terlebih dahulu untuk mengembalikan keutuhan rumah tangganya.

Istri yang bekerja tidak bisa dianggap bahwa “semua keperluan hidup ditanggung oleh dirinya” karena istri yang bekerja tidak semata-mata hanya untuk kebutuhan keluarga tetapi hanya sebatas untuk menambah penghasilan keluarga. Hal ini berbeda dengan suami yang tidak memiliki daya kerja atau sakit-sakitan, sehingga mengharuskan istri bekerja untuk menafkahi keluarga. Dalam konteks seperti itu, hal tersebut diwajarkan. Hal yang sangat disayangkan apabila suami yang mampu tetapi tidak mau membantu. Dengan begitu, cerpen “Dosa Seorang Istri yang Tidur pada Pukul 19.00” sangat merepresentasikan kehidupan perempuan di saat ini yang memiliki tanggungan lebih besar dibandingkan seorang laki-laki terlebih bagi perempuan yang telah menikah.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun