Suara burung hantu itu terdengar lagi. mengelilingi desa Kuro. Semua warga disana pada ketakutan berdiam diri dirumah karena suara burung itu. Konon katanya suara burung hantu menandakan ada sebuah mala petaka yang akan datang ke desa.
Suara yang menyeramkan membuat teror di seluruh penjuru desa. Bagi anak kecil yang masih berada di luar rumah segera di bawa masuk oleh orang tuanya masing-masing. Suara yang sama ketika tiga tahun yang lalu Ahmad di bawa pergi oleh penyihir ke dalam goa Jijing.
Malam semakin mencekam, suara itu terus saja mengitari desa. Biasanya banyak orang-orang meronda di pos penjaga bersama dengan keamanan desa namun mereka lari kebirit meninggalkan pos dan para pedagang ikut menutup warung. Sungguh malam yang sunyi dan mencekam.
Anak-anak di kunci di kamar oleh orang tua mereka, para lelaki berjaga-jaga di rumah masing-masing menghalau anaknya yang masih kecil untuk keluar rumah malam. Malam ini Desa Kuro sudah menjadi seperti desa kematian, semuanya hening, gelap, dan angin menghembus ke dinding rumah menjadikan malam semakin dingin.
Esokan harinya yang tadinya malam mencekam kembali seperti biasa, orang-orang di desa melakukan aktifitas seperti biasanya. Namun pagi yang tadinya menyinari Desa Kuro berubah menjadi awan hitam yang siap menurunkan hujan kepada Desa Kuro, yaitu adalah berita hilangnya seorang anak bernama Mamat, Mamat di perkirakan hilang ketika suara burung hantu semalam berbunyi.
Banyak desas-desus bahwa Mamat di culik oleh penyihir dijadikan tumbal seperti Ahmad tiga tahun yang lalu, tapi menurutku ini ada sebuah kejanggalan yang terjadi. Namun Aku belum bisa mengungkapkan apa yang terjadi butuh banyak bukti dan penjelasan yang jelas untuk mengungkap kejanggalan ini.
Malam kembali bergantian dengan siang hari, begitu terus sampai hari akhir tiba. Masih banyak warga yang percaya bahwa penyihir ini masih menginginkan tumbal, dan mereka semua setelah adzan maghrib tiba mereka semua masuk mengunci rapat rumah masing-masing. Aku berfikir untuk tidak mengurung diri dirumah, aku ingin pergi ke pos ronda untuk mencari tau apa yang sedang terjadi di Desa Kuro.
Aku mengajak kamu untuk menemaniku dengan banyaknya pertimbangan yang kita lakukan akhirnya kamu memutuskan untuk membantu menemaniku, namun dengan satu syarat kita harus terus bersama. Tanpa pikir panjang kami segera menuju pos penjagaan.
Kami berdua membawa banyak perbekalan seperti senter dua buah, kopi hitam, makanan ringan, sampai mie instan untuk kalau keadaan kami kelaparan di pos masih ada yang bisa menganjelnya tidak lupa minyak angin kalau kami berdua masuk angin ada penolong pertamanya.
Malam ini malam yang sungguh sunyi senyap tanpa adanya percakapan orang menawar pedagang, lalu-lalangnya delman yang berbunyi "kelentang-kelentong" setiap mereka lewat, sampai suara orang kesenangan sehabis menang berjudi. Sampai-sampai suara jangkrik yang biasanya menemani nyanyian alam pun juga tak berbunyi. Malam apakah ini? Suram sekali.
***
Ketika kami sedang mengobrol, tiba tiba suara grasak-grusuk terdengar dari belakang rumahnya Pak Kades, bulu kuduk kami ikut terbangun dan hembusan angin membuat kami menggigil ketakutan. Namun kami urungkan niat ketakutan kami dengan rasa kuat penasaran. Kami mencoba mendekatkan diri untuk melihat apa yang terjadi. Sambil mengendap-endap aku melihat seseorang berjubah hitam keluar dari rumahnya sambil membopong sesuatu.
Kami berdua mengintili orang berjubah hitam ia menuju kearah Goa Jijing, takut ketahuan kami menjaga jarak untuk menjaga diri. Sesampainya di bibir Goa Jijing kami mengintip siapakah gerangan dan sedang apa ia, dengan kesaksian empat bola mata kami hal yang tak terduka ternyata penyihir itu telah berhasil menculik anak dari Pak Kades.
Penyihir itu sangat lihai dalam melaksanakan penculikan tersebut, semua bisa dikendalikan dengan baik olehnya. Kami berdua memberanikan diri memasuki bibir Goa Jijing walaupun bulu kuduk telah berdiri, keringat dingin, rasa takut akan ketahuan termenghantui fikiran kami. Cahaya bulan sedikit membantu kami memberikan cahaya redupnya untuk menyinari melalui celah-celah dinding goa.
Sial....
Kami tertangkap basah, ternyata penyihir itu sudah mengetahui kedatangan kami. Ia langsung menutup bibir goa menggunakan sihir Bla-Bla-Bla dan batu menutupi jalan keluar kami, memasang muka kemenangan penyihir itu mendekati kami.
T-Rex
Pamulang, April 2020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H