Mohon tunggu...
Rifky Julio
Rifky Julio Mohon Tunggu... Lainnya - Fresh Graduate (Baca: Penggangguran)

Sekedar menulis apa yang ingin ditulis. Antropologi | Anime | Daily Life | Fiksi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Aspek Folklor Cerita Asal-usul Gunung Merapi

1 September 2021   12:30 Diperbarui: 1 September 2021   12:40 1167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Empu Rama dan Empu Pamadi (jogja.tribunnews.com)

Salah satu tradisi yang dilakukan adalah upacara atau selamatan lengkap dengan sesaji makanan, bunga dan kemenyan. Hal itu dilakukan dengan harapan makhluk halus mau membalas jasa dengan tidak mengganggu kehidupan dan memberi keselamatan lahir batin bagi penduduk. Tradisi seperti itu tidak hanya dilakukan oleh masyarakat lokal lereng Gunung Merapi saja, karena secara umum hal ini masih dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Jawa.

Oleh sebab itu, kehidupan masyarakat lokal Jawa khususnya di lereng Gunung Merapi tidak dapat dipisahkan dari unsur-unsur roh dan makhluk halus. Hal itu diperkuat karena kepercayaan, adat-istiadat dan tradisi warisan nenek moyang masih menjadi hal yang diperhatikan. 

Selama mereka masih menjaga dan melaksanakan tradisi turun temurun tersebut sesuai tata cara yang telah ada sebelumnya, masyarakat merasa lebih aman dan terjamin keselamatannya oleh roh dan makhluk halus. Walaupun sebenarnya kepercayaan itu hanya dianut oleh golongan orang tua saja dibanding oleh golongan yang lebih muda.

Peran dan Fungsi Folklor Asal Usul Gunung Merapi

Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, folklor asal usul Gunung Merapi telah menciptakan kepercayaan terhadap makhluk halus pada masyarakat lokal sekitar Gunung Merapi. Kepercayaan tersebut juga menghasilkan adanya tradisi seperti upacara dan selametan yang sifatnya komunal sehingga dapat meningkatkan rasa solidaritas kolektif.

Mengkutip dari Casuarina (2003), kepercayaan tersebut juga berperan menjadi pendorong para warga untuk selalu melakukan tindakan dan berpikir positif agar tidak mendapat musibah. Misalnya adalah dengan tidak merusak lingkungan di sekitar Gunung Merapi, bertingkah laku sopan kepada siapapun, melibatkan diri dengan kegiatan dan kelompok masyarakat, serta giat bekerja untuk mengisi waktu. 

Hal-hal positif coba dibangun oleh penduduk lokal di sekitar Gunung Merapi berkat adanya rasa nyaman dan ketentraman batin yang diberikan oleh roh-roh penjaga desa yang mereka sebut danyang pepundhen.

Selain itu, folklor ini juga mempunyai fungsi-fungsi seperti yang diklasifikasikan oleh W. R. Bascom seperti berikut:

  • Sebagai proyeksi atau pencermin angan-angan suatu kolektif.

Cerita asal usul Gunung Merapi telah menjadi cerminan dari tingkah laku masyarakat lokal lereng gunung tersebut.  Hal itu dapat dilihat dari suatu kejadian saat Merapi sedang dalam status siaga dan kemungkinan meletus, warga sekitar menganggapnya sebagai ‘kemarahan’ para roh penjaga Merapi. 

Kemudian mereka pun membuat sesaji sebagai permintaan maaf dan secara kebetulan Gunung Merapi kembali tenang dan para warga selamat. Dari kejadian itu warga pun semakin percaya bahwa memberikan sesaji dan melakukan tradisi nenek moyang mereka benar-benar dapat membina hubungan yang baik dengan roh penjaga desa.

  • Sebagai alat pengesahan pranata-pranata dalam lembaga-lembaga kebudayaan.

Cerita asal usul Gunung Merapi menjadi dasar para warga sekitar untuk melaksanakan salah satu tradisi turun temurun yaitu tradisi labuhan. Mereka percaya jika melaksanakan dan ikut serta dalam tradisi tersebut maka akan mendapat keberkahan dan keselamatan.

  • Sebagai alat pendidikan.

Amanat dari cerita Empu Rama dan Empu Pamadi bisa dijadikan sebagai nilai pendidikan bahwa kita harus mau mendengarkan dan menerima nasehat yang bermaksud baik serta tidak keras kepala. Jika tidak maka akan mendapatkan celaka seperti yang terjadi pada kedua empu itu.

  • Sebagai pengawas norma-norma yang harus dipatuhi oleh kolektifnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun