Sebuah goresan pena mempunyai kekuatan yang sangat luar biasa. Setiap goresan, jeda, titik akan mengantarkan siapapun dalam posisi baik maupun buruk. Goresan pena akan menggambarkan berita maupun informasi, jika tanpa kebijaksanaan akan memicu sebuah chaos di sebuah negeri.
Saat ini, goresan pena tergantikan oleh jari-jemari dan editan gambar maupun video seiring majunya teknologi. Apakah itu salah? pastinya selama digunakan dengan niat baik, orang baik, maka akan menghasilkan buah yang baik.
Mengawali sebuah berita kemudian diangkatlah perbincangan di sebuah media massa. Perlakuan dan tindakan tidak berprikemanusiaan yang mengandung unsur kekerasasan dan pembulian, pastinya tidak dapat dimaklumi, ditolerir, atau diabaikan. Semua itu ada ranah hukum yang semua rakyat akan dukung demi mewujudkan keadilan.
Namun, apa kabarnya jika suatu ranah pribadi, merembet, memberi stigma buruk pada sebuah institusi hingga mengeneralisasi semua pegawai yang di dalamnya. Sebuah asumsi tanpa ada penelaah lebih lanjut, analisis, maupun pembuktian.
Jari-jemari oleh siapa pun yang bisa dianggap kurang bertanggung jawab, memperkeruh hingga menggiring opini buruk. Mengabarkan sesuatu yang belum benar dan pasti, apalagi sama halnya akan memberikan dampak yang sama terhadap kekerasan fisik. Bahkan lebih dan sangat melampaui batas.
Hujatan yang berupa asumsi, dan seruan, merembet, membawa berita ini hingga pada ajakan yang negatif. Apakah benar sebagai rakyat yang menjunjung kedaulan dan kemerdekaan suatu negeri, enggan untuk berkontribusi bagi tanah airnya. Membuat seruan untuk enggan berpartisipasi membayar pajak adalah sebuah seruan negatif yang menciderai keutuhan bangsa.
Sebagai salah satu bagian dari Direktorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan, kami semua Aparatur Sipil Negara (ASN) di dalamnya, ditanamkan Nilai-Nilai Kementerian.
Lima nilai tersebut ialah integritas, profesionalisme, sinergi, pelayanan, dan kesempurnaan. Integritas, sebagai tonggak dan pondasi untuk bertindak, akan selalu dijaga setiap pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP), di manapun berada, kapan pun, dan pada situasi apapun. Begitu pula dengan instansi dalam negeri, dan swasta lainnya, pasti mempunyai nilai-nilai luhur yang sama.
Berangkat sejak tahun 1980-an, DJP mencanangkan dan melaksanakan Reformasi Perpajakan sebagai bentuk transformasi untuk menghasilkan kebijakan yang adil sesuai sila ke lima Pancasila, yaitu “Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia”.
Tanpa melakukan diskriminasi, karena semua manusia di mata Tuhan Yang Maha Esa adalah sama, sesuai sila pertama, “Ketuhanan yang Maha Esa”, menjauhi kezaliman, sesuai sila kedua, “Kemanusiaan yang Adil dan Beradap”. Demi menjaga keutuhan bangsa sesuai sila ketiga, “Persatuan Indonesia”, dengan sistem mufakat, yaitu “Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan”.
DJP selalu berkomitmen memberikan pelayanan terbaik, sepenuh hati, dan adil serta jujur dalam semua proses bisnisnya bahkan selalu mengembangan teknologi yang mempermudah para wajib pajak melakukan kewajiban perpajakannya.
Uang pajak yang rakyat telah bayarkan, seluruhnya dikelola dalam APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) melalui mekanisme sistem elektronik. Kemudahan yang DJP kembangkan hingga terbentuknya sistem layanan e-billing. Melalui nomor yang dibentuk dalam sistem e-biling, uang pajak disetorkan ke perbankan, tanpa melalui sistem manual di unit-unit DJP.
Bukti uang pajak yang telah dibayarkan adalah terbitnya NTPN (Nomor Transaksi Penerimaan Negara) yang terdiri 16 digit. Verifikasi dapat dilakukan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) untuk menjembatani apakah kewajiban perpajakan telah dilakukan wajib pajak, hanya mengecek secara data, bukan fisik aliran uang.
Asumsi yang tidak benar jika semua pungutan pajak masuk ke kantong pribadi pegawai pajak. Pegawai-pegawai pajak adalah ASN yang diberi tugas dan dipantau perilakunya. Pemantauan dilakukan secara berjenjang, dengan mekanisme Unit Kepatuhan Internal (UKI) pada tingkat unit KPP, Kantor Wilayah (Kanwil) DJP, internal DJP.
Selain itu, audit oleh internal Kementerian Keuangan (Inspektorat Jenderal Pajak), audit oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan bahkan diminta beberapa pegawai pajak menjadi bagian dalam Penyuluh Antikorupsi (Paksi).
Paksi adalah seseorang yang memiliki kemampuan menyampaikan nilai antikorupsi, mengomunikasikan, meyakinkan, menyadarkan, mengajak, melatih, memberdayakan, membimbing, mendampingi, dan menggerakkan masyarakat, aparatur sipil negara dan aparat penegak hukum dan militer, swasta, dan komunitas untuk menjadi agen perubahan dan menjadi role model dalam upaya pemberantasan korupsi.
Dalam tubuh DJP, juga ditugaskan Para Duta Transformasi Keuangan sebagai amplifikasi kebijakan dan sebagai bentuk saluran dalam mengakomodir terobosan di Kementerian Keuangan.
DJP selalu menjaga pegawainya dari segala bentuk gratifikasi. Gratifikasi adalah bentuk bibit kecurangan dan ketidakjujuran yang perlu dicegah. Sistem pemantauan secara real time yang bernama whistleblower, dikelola dengan komprehensif dan terintegrasi dan selalu menjunjung nilai-nilai yang ada di Kementerian Keuangan.
DJP menyakini bahwa siapapun yang membayar pajak, berarti orang tersebut rela berbagi, menyisihkan untuk kebaikan bagi orang lain yang tidak mampu, sangat menyedihkan jika uang pajak disalah gunakan.
Uang pajak yang rakyat kontribusikan menjadi dukungan yang secara penuh untuk mengentaskan kemiskinan, menjembatani gap ekonomi antara Si Kaya dan Si Miskin, memberikan kesempatan bagi golongan yang ingin bersekolah lebih tinggi namun tidak mampu. Bahkan untuk mengayomi masyarakat yang jauh dari akses kesehatan untuk mendapatkan pengobatan yang layak.
Selain itu, semua pegawai pajak juga berkewajiban untuk melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan, sesuai dengan bukti potong yang disediakan instansi secara berkalan. Sebuah teladan yang merupakan kewajiban dan keharusan bagi pegawai DJP untuk masyarakat Indonesia.
Terkait pemantauan kekayaan pegawai DJP, terekam dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) pada aplikasi yang dikembangkan KPK yang secara otomatis tersimpan dalam server yang ada di KPK. LHKPN sendiri mulai disampaikan tanggal 1 Januari, dengan jangka waktu pelaporan sampai dengan 31 Maret (sumber website e-LHKPN).
Selain LHKPN, pemantauan kekayaan pegawai DJP, secara internal juga dipantau oleh Inspektorat Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan pada aplikasi Alpha Kemenkeu yang terintegrasi pada profil pegawai pajak, dan dilaporkan secara berkala.
Adanya tindakan penyalahgunaan pastinya akan muncul early warning. Segala komitmen dan upaya ini dilakukan untuk menjaga marwah, nama baik instansi DJP, Kementerian Keuangan, keluarga, dan pastinya individu sendiri.
Semua pegawai pajak mempunyai niat yang baik, dan bekerja sepenuh hati dalam memberikan pelayanan. Adanya tanggapan positif, atau senyum dari para wajib pajak adalah bentuk apresiasi terbesar yang kami harapkan.
Tidak ada bedanya pegawai pajak dengan masyarakat lainnya, masing-masing mempunyai kewajiban dan tanggung jawab masing-masing demi mendukung pembangunan dan kemakmuran Indonesia. (RB)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H