Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Parenting Pilihan

Horor Macet Nataru dan Si Ayah yang Gak Seru

25 Desember 2022   05:11 Diperbarui: 25 Desember 2022   06:23 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Macetan Jalan Layang Cikampek, 24 Des 2022, 08.30 | dokpri

Padahal dari awal sudah diniatkan.

"De, nanti kita nikmati ya jalan tolnya kalo macet. Allohumma yassir wa la tuassir. Semoga Allah ngasih kelancaran ya".

Itu kata si Ayah. Iya, kita hanya liburan ke Bandung saja, nengok Uwaknya yang lagi sakit. Berdua doang. Kakak lagi gak bisa cuti. Si Ibu jaga Enin Aki yang sudah pindah ke Pamulang.

Beneran saja. Beberapa puluh meter masuk tol layang MBZ, barulah kelihatan mengularnya mobil-mobil di depan. Si Ayah sudah mulai ada tanda-tanda menyesali keputusan. "Kenapa gak pake tol bawah?". Apalagi ketika dilihat di google map kalo jalur ke Puncak Cianjur malah biru. "Kenapa gak stick with original plan?". Tapi, si Ayah ambil kendali emosi diri. Tarik nafas panjang. Karena kontrol emosi seorang ayah itu penting dalam kondisi macet bagi keluarga.

Macet itu Horor!!!!!

Itu yang muncul di kepala langsung.

**********

"De, coba cari di Spotify, ada Nadia Omara gak?, tanya si Ayah.

Teman-teman anak muda seharusnya kenal nama itu. Sebagian anak tidak muda yang terpapar jadi muda bisa jadi juga mengenal nama itu.

Si Ade cari. Yang ada cuman Nessi Judge.

Teman-teman anak muda makin yakin tentang maksud si Ayah. Si Ayah menolak karena ya lebih suka dan lagi pengen denger Nadia Omara saja.

"Ini aja Yah. Ibu suka denger. Misteri-misteri di gunung-gunung gitu", kata si Ade memberi tawaran lain.

Makin jelas kan maksud "horor" di sini?

"Iya sih. Cuman kan Ayah suka naik gunung. Kalo nanti denger itu, naek gunung jadi takut", jawab si Ayah tidak menutupi kalau seorang cowok pun memiliki rasa takut. Dia inget cerita misteri Gunung Semeru baru didengar ketika sudah turun dan nyampe beskem. Kalau denger cerita sebelum naik, bisa-bisa ketakutan selama di Rakum dan Kalimati, secara si Ayah ngerasakan sesuatu.

Akhirnya si Ade muterin youtube Nadia Omara sambil nyeletuk "Ayah itu kalau udah suka, terus aja ngomong nama itu".

Nah. Inilah horor yang dimaksud. Horor saat kemacetan. Mendengarkan cerita horor saat macet.

Iya. Bagi si Ayah, Nadia Omara itu pinter membawakan cerita horor atau misteri. Ingat sekali pertama kali mendengarkan youtube dia itu ya itu saat macet di jalan tol yang sama. Cikampek. Saat itu si Ade menyalakan speaker hape, jadi si Ayah bisa denger. Dan terus terang si Ayah terbawa suasana, sehingga lupa dengan kemacetan. Ya, fokus si Ayah teralihkan. Emosi marah, kesal dan aura negatif lainnya jadi berbelok diantar telinga mendengarkan ceriwis dia bercerita. Entahlah, dari awal sudah enak didengar gitu. Gaya ceritanya itu mengalir sekali. Tentu, meski dia punya script, tapi dia tidak membaca, tetapi BERCERITA.

Udah gitu, dia tuh gak kaku. Luwes sekali. Kalo dia melakukan kesalahan ucap atau mengucapkan kata yang sama berkali-kali, dia belokkan itu menjadi suatu hal yang lucu. Jadinya alami gitu. Dia seperti bercerita kepada diri kita langsung. Apalagi panggilan khas dia terhadap para pendengar: "wa". Engaged gitu. Entaahlah maksudnya apa. Diserahin kepada yang mendengarnya. Si Ayah mah menganggap itu sebagai panggilan "Uwa", seperti yang teman-teman Ayah panggil - waaji. Hahaha.

Dan tadi si Ayah dengar beberapa cerita. Tentang misteri di pesantren. Misteri di Wastukancana. Dan misteri pramugari.  Seruuuuu.

Tapiiiiii......

********

"Loh, kok mirip sleeping beauty, putri tidur gitu", celetuk si Ayah. Saat itu sedang diceritain ada sebujur mayat di meja sedang dalam proses dimasuki roh santri yang mau balas dendam karena dia kabur dari pesantren dan tertabrak.  Cerita seorang perempuan seperti tidur itu ya mengingatkan si Ayah kepada film animasi yang dulu sering ditonton ketika menemani si Kakak waktu kecil. Jadi weh langsung berkomentar seperti itu.

Si Ade langsung menggelengkan kepala. Mulai kesal karena kebiasaan si Ayah berkomentar kadang menurunkan tingkat keseruan menikmati cerita.

"Itu lagi, kok hantu itu menggigit di leher dan korbannya tidak tersisa darah sama sekali ya. Kayak filem Dracula".

Si Ade cuman menatap si Ayah tajam. Ah, su Ayah paling suka dengan tatapan galak dan lucu itu.

Si Ayah lalu diam. Mendengarkan. Kadang bengong. Keseringannya serius. Atuda gimana ya, kepala si Ayah itu saat itu berimajinasi mengikuti cerita. Nadia Omara berhasil membawa si Ayah ke segmen cerita. Kalau ada hal mengagetkan, menakutkan, itu kerasa banget. Imajinasi di kepala ini kayak layar bioskop gitu. Beuh, ini yang disebutkan pentingnya sebuah imajinasi ya.

Lumayan lama si Ayah dengerin, sampai tiba di cerita misteri Wastukancana berakhir dengan kalimat penutup: "Teman-teman yang suka lewat jalan itu, suka ngelihat gak hantu perempuan yang sedang mengandung, yang lagi menunggu-nunggu mobil yang menabrak dia".

Si Ayah gak kuat pengen menganalisa.

"Eh De. Kalau Ayah jadi hantu, ngapain Ayah nunggu gitu di pinggir jalan ya. Kan kesal ya. Tiap hari nunggu. Kayak kagak ada kerjaan lain. Mendingan mengerahkan bantuan seluruh hantu, lalu mencari mobil yang menabraknya. Langsung kerjakan gitu. Kan dia masih hapal kan nomor polisi mobil yang menabraknya".

Si Ade kembali memasang wajah yang kesal. "Heuh Ayah".

Lalu lewatlah kita di akhir kemacetan. Alhamdulillah kan kemacetan tidak terasa melelahkan. Fokus  yang sudah teralihkan dan EMOSI TERJAGA. Tapi, youtube misteri Nadia Omara masih nyala.

"Pause De. Pause dulu", teriak si Ayah. Saat itu cerita yang bergulir tentang misteri penumpang gelap di pesawat.

Si Ade tidak melirik. Hanya mendesah panjang. "Apalagi AYAAAAH?"

"itu kan pramugari nya kaget, ada tiga orang penumpang yang beberapa kali dhitung kelebihan dari catatan. Terus di kaca penumpang itu kelihatan tapi kenyataan gak ada. Terus pramugari itu mengikhlaskan kalo tiga orang itu adalah hantu yang ikut menumpang. Nah, itu ngapain coba hantu itu cuman numpang pesawat. Dia kan bisa terbang", gitu.

Si Ade cuman teriak.

"Gak seru ah sama Ayah mah".

Hahahaha.... Heuheuy.

Dia cemberut. Tapi si Ayah tahu dia itu bahagia seperti bahagianya si Ayah. The power of cerita. Macet tidak terasa. Emosi terjaga. Dan kita rasanya makin dekat sebagai ayah dan putri tercinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Parenting Selengkapnya
Lihat Parenting Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun