Mohon tunggu...
Rifki Feriandi
Rifki Feriandi Mohon Tunggu... Relawan - Open minded, easy going,

telat daki.... telat jalan-jalan.... tapi enjoy the life sajah...

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Merese Rasa Rinjani sebagai Eco-Sustainable Tourism

18 November 2021   05:06 Diperbarui: 18 November 2021   05:10 596
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Merese Rasa RInjani: Kenapa tidak?

Photo: al mhd rudzie
Photo: al mhd rudzie

Apa sih itu?

Ya, namanya saja ide liar yang datang begitu saja. Dari imajinasi atas kerinduan mendapatkan momen di  Rinjani itu. Lalu, digabung dengan pikiran sederhana manusia ekonomis: "Bisa gak ya mendapat momen itu tanpa mendaki Gunung, tidak mengeluarkan duit dan waktu banyak, dan dekat dengan "dunia"?". Juga dilanjut dengan keegoisan seorang manusia: "Terjangkau transportasi darat tapi dapat rasa gunung, gitu". Dan tidak lupa dilapisi idealisme sok-sokan ngerti: "Tapi yang ramah lingkungan". Bisa gak ya?

Itulah saatnya ketika saya tarik pengalaman mendaki Gunung RInjani itu lebih membumi ke Bukit Merese. Dengan ide membuat sebuah tempat wisata baru, camping ground atau lodge-villa yang disetting seperti di Plawangan Sembalun, tapi dengan pemandangan lautan hijau indah menggantikan Segara Anak. Tempat yang mengambil sebagian kecil saja dari luasnya tanah di Bukit Merese tanpa mengurangi akses publik secara signifikan. Namun, tempat ini harus didesain cukup terpencil.

Kenapa?

Back to nature, eco-friendly

kaltimtoday
kaltimtoday

Karena tema tempat ini adalah back to nature. Kembali ke alam. Ramah lingkungan. Dimulai dari apapun bangunan yang perlu didirikan adalah ramah lingkungan. Pake eco-brick. Iya sih eco-brick itu dari plastik yang tidak ramah lingkungan, tapi kan kita justru menyelamatkan lingkungan dengan menggunakan sampah plastik yang didaur ulang menjadi bata. Ya kan? Keren gak? Belum lagi kita bisa mengajak masyarakat setempat dalam memproduksi eco-bric. Artiya secara langsung kita pun berpartisipasi dalam mengedukasi masyarakat mulai dari memilah sampah sampai dengan mendaur ulangnya.

Fog trap, sumber air skala kecil | wipo.int
Fog trap, sumber air skala kecil | wipo.int

Dalam masalah sampah ini pula, setiap pengunjung yang datang akan tidak diperbolehkan membawa air minum botol plastik. Air minum disediakan oleh pengelola dalam bentuk "mata air". Iya, mata air buatan yang harus diambil oleh para pengunjung seperti halnya para pendaki mengambilnya dari mata air. Bedanya, sumber airnya tidak menggunakan air tanah. Tapi menggunakan sustainable water. Kita gunakan teknologi berkelanjutan, yang artinya tidak melulu mengandalkan air tanah. Apa itu? Air tadah hujan -- teknologi jadul tapi logis untuk area tempat terbatas loh. Juga air laut yang disuling atau air hasil panen embun dari fog trap. Kebayang serunya para pengunjung yang datang melihat-lihat model kain kassa dipasang dan lalu menangkap embun dan airnya ditampung. Hal sederhana tapi baru. Pengunjung akan mendapatkan pengetahuan dan experience baru, kan? 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun