Tapi yang saya kagumi adalah bagaimana teknis yang dilakukannya sehingga tiap peserta harus berbelanja di beberapa gerai, tidak menghabiskan voucher hanya di satu gerai saja. Ada maksimum pembelian menggunakan voucher itu, dan sisanya menggunakan uang terpisah, baik itu berupa cash atau debit. Saya pikir ide seperti ini bagus sekali. UMKM akan bergairah untuk mengikuti pameran-pameran yang berhasil guna buat mereka.
Di luar beberapa pendekatan baru yang inovatif di atas, saya pun melihat berbagai hal menarik dari sisi konten konferensi, baik itu dari paparan para narasumber ataupun kesan baru tentang Batak yang muncul saat itu. Deputi Bidang Produk Wisata dan Penyelenggaraaan Kegiatan Kemenparekraf Ibu Rizki Handayani dalam sambutan tanpa teks-nya menggarisbawahi bahwa kita harus melihat wisata Danau Toba dengan cara pandang baru.Â
Wisata Danau Toba itu bukan wisata kaleng-kaleng. Sudah menjadi wisata internasional dengan kelokalan yang kuat. Juga beliau mengamanatkan arah baru pendekatan wisata berupa wisata tematik. "Karena milenial itu butuh experience". Alih-alih mainstream "Wisata 3 hari 2 malam mengelilingi Toba", wisata ke depan akan digalakkan berdasarkan tema. "Exploring Ulos 3d2n", misalnya. Atau tema gastronomi dengan mengeksplor dan mencicipi masakan-masakan khas Toba, sambil memasak dan langsung menginap, tinggal dan berinteraksi dengan masyarakat langsung. "Jadinya, wisatanya itu ada kontennya".
Bu Rizki pun menyentuh satu topik yang sepertinya sensitif di masa lalu. Tentang wisata halal. Beliau kembali menekankan program ini dan mengklarifikasi bahwa wisata halal bukanlah mengislamkan wisata di Toba, yang notabene mayoritasnya bukan Islam. Wisata halal bukanlah seperti melarang lapo atau warung menjual tuak atau BPK -- Babi Panggang Karo, tetapi hanya sebagian kecil usaha menyediakan spot wisata seperti rumah makan yang halal sehingga wisatawan muslim tidak mengalami kesulitan untuk mencari makanan yang halal. Apalagi sebenarnya banyak wisatawan dari Timur Tengah dan Malaysia yang sebenarnya sangat tertarik untuk berkunjung ke Danau Toba.
Sambil mendengarkan paparan dari beberapa ahli, saya dan para peserta pun bisa mencicipi berbagai makanan khas di sana. Itu hal yang menarik bagi saya yang baru pertama kali ini ke Danau Toba. Ada roti ketawa, kacang sihobuk,roti ganda siantar, ombus-ombus, pizza andaliman. Belum lagi pada saat break makan siang, kita menikmati masakan khas: mujair arsik, pecal dan ayam napinadar. Â Tentunya napinadar yang dibuat halal, tanpa menggunakan darah seperti umumnya napinadar original.Â
Menarik juga saat makan, kita duduk di kursi dengan meja yang membentuk huruf "u". Bukan meja bundar atau kursi tanpa meja. Konon, itulah cara masayarakat Batak makan bersama saat resepsi. Tidak ketinggalan pula melihat hal menarik, ketika satu orang dewasa -- sepertinya bule yang sudah lama sekali tinggal di Toba -- berkeliling sambal menawarkan minuman dari botolnya. Anggur. Dan yang berkenan, bisa menggunakan gelas kosong atau bahkan botol air mineral kosong untuk menerima sebagian minuman itu. Menarik.
Terakhir yang menjadi catatan adalah konten diskusi ilmiah konferensi itu. Dari berbagai keahlian para pembicara yang membagikan insight-insightnya, saya sangat tertarik dengan apa yang diulas Vicky Sianipar. Sebelum menjejakkan kaki di Silangit, saya sama sekali tidak mengenal nama itu. Padahal dia adalah musisi terkenal di Toba, dan tanah Batak. Tentu saja, karena dia adalah composer, musisi dan penyanyi lagu-lagu Batak.Â