Pendidikan Islam untuk Perdamaian Dunia
Itulah tema Pameran Pendididkan Islam Internasional atau  International Islamic Education Expo (IIEE) yang diselenggarakan sejak i 21-24 November 2017 di ICE BSD Tangerang Selatan. Dalam penuturannya di depan Kompasianer,  Dr.Ahmad Zayadi,  Direktur  Pendidikan Diniyah  dan Pondok Pesantren  Kementrian Agama Republik Indonesia, Islam Indonesia itu adalah Islam yang santun, ramah dan toleran. Pendidikan Islam berbasis pesantren pun mengusung pesan yang sama: ramah, santun dan toleran. Pesan seperti itulah yang ingin disampaikan sehingga pendidikan Islam bisa mengantarkan perdamaian dunia.
Bagaimana dengan kesan radikalisme pesantren seperti yang coba distigmakan selama ini?
Melalui pameran ini, pesan-pesan santun, ramah dan toleran instutisi pesantren tu diharapkan agar bergaung lebih luas sehingga Indonesia bisa menjadi destinasi pendidikan Islam di dunia. Sebuah kenyataan menggembirakan jika ternyata sekarang sudah ada sekitar 10 ribu santri internsional di berbagai pondok pesantren di Indonesia. Ada santri-santri dari Sudan, bahkan santri dari Arab Saudi sendiri.
Belajar enterpreneurship melalui Pondok Pesantren
Bisa ditebak, banyak orang yang tidak begitu memahami perihal kepondokpesantrenan. Dipikirnya bahwa Pondok Pesantren itu identik dengan sesuatu yang kolot saja: mengaji, kitab kuning, sarungan. Ternyata....
Pondok Pesantren pun punya Perguruan TInggi
Kesalahpahaman lain adalah bahwa Pondok Pesantren itu adalah institusi pendidikan setingkat SD, SMP dan SMA saja. Sementara untuk jenjang perguruan tinggi, pikiran kita tertuju kepada Institut (IAIN) atau Universitas (UIN) atau Sekolah TInggi (STAI). Padahal, pondok pesantren pun memiliki insituti pendidikan jenjang perguruan tinggi. Salah satunya adalah pondok-pondok pesantren dalam naungan Ma'had Aly. Perbedaan terletak pada materi yang dikuliahkan yang fokus pada studi Islam murni, sementara perguruan tinggi Islam lain menggabungkannya dengan studi umum. Jika di perguruan tinggi, peserta didik dipanggil mahasiswa, maka di Ma'had Aly mereka dipanggil mahasantri.
Meski Ma'had Aly berfokus di studi Islam, lalu tidak berarti para mahasiswanya gagap teknologi. Gadget pun dimanfaatkan secara optimal. Salah satunya dalam bentuk perpustakaan dalam gawai. iSantri. Pustaka Digital Santri.Â
Mahasiswa pun bisa menjadi santri
Jika di Ma'had Aly, siswa dipanggil sebagai mahasantri, maka ternyata mahasiswa pun bisa menjadi santri. Kenyataan itu ditemui di Pondok Pesantren Yayasan Tahfidz Sulaimaniyah, sebuah yayasan yang menginduk ke Turki. Di Pondok Pesantren ini, selain terdapat program seperti pondok pesantren umumny, maka terdapat pula program yang diperuntukan bagi mahasiswa umum. Jadi, misalnya seorang mahasiswa UIN jurusan apa saja, ingin memperdalam ilmu agama atau menjadi tahfidz, maka mereka bisa mengikutinya di Sulaimaniyah ini. Dengan program malam, mereka akan mengikuti pendidikan dengan panjang waktu pendidikan mengikuti perkuliahan si mahasiswa sendiri. Jadi, saat mahasiswa selesai pendidikan di UIN misalnya, maka dia pun menyelesaikan pendidikan di Sulaimaniyah.
Santri Milenial, Santri yang Berbagi
Penampilan mahasiswa dan pengajar di stand Pondok Pesantren Sulaimaniyah memperlihatkan santri jaman now, muda, kompak dan ramah. Dan satu lain ciri generasi milenial yang juga muncul di kalangan santri adalah keikhlasan erbagi. Dan itu yang bisa dilihat dari CSSMORA.
Kemampuan berorganisasi itu juga tampak dalam perilaku berbagi dan membantu, tertutama ditunjukan dalam membantu mahasiswa-mahasiswa baru dari luar daerah untuk bisa beradaptasi dengan kehidupan di tempat baru. Jadi, mahasiswa PBSB yang baru menginjak ke kota tempat dia akan berkuliah itu memiliki tempat untuk bercerita dan meminta bantuan. Dan, langkah-langkah itu akan menjalin keagraban para mahasiswa PBSB dan menunjukan sikap positif generasi milenial.