"Begini aja Yah....”, kata istri. “Oh. Bagaimana kalau begini....” tanya saya. “Jangan Yah, mendingan begini....”. “OK! Dek, kalo nanti begini, kira-kira seru gak?”, “Oh, iya deh. Tapi nanti Ade begini yah”. Pokoknya obrolan seperti itulah. Intinya, saya disarankan untuk bicara agak pelan, jangan terlalu cepat – maklum, bicara saya mirip lah dengan kecepatan Valentino Rossi. Lalu, intonasinya jangan terlalu keras – karena dalam satu kondisi, terkadang si Ade saja tidak bisa membedakan jika saya sedang marah atau cuman memberi tahu. Juga jangan lupa untuk terus tersenyum – karena “wajah ayah galak, takut” – kata si Ade.
“Ingat ya Yah, jangan panggil mereka dengan kata “anak-anak”. Panggil mereka dengan “teman-teman”. Karena itu yang dilakukan Bunda-bunda”, pesan istri yang terakhir. Dan terus terang, ini saran yang harus selalu saya ingat, karena jika tidak mendengar pesan ini, saya sudah siap-siap menggunakan kata “anak-anak”.
Oh, so cute. They are only a little kids, tapi ......
Lalu, satu rombongan pertama datang. Anak-anak TK dengan ciri khasnya: lucu-lucu. Tangan anak-anakTK yang kecil-kecil itu lalu mencium tangan khas cium tangan terhadap guru, meski wajahnya menghadap ke mana. Oh, so cute. They are only a little kids, tapi ..... Lalu.....pecahlah kesepian itu oleh teriakan-teriakan, obrolan-obrolan di antara mereka. Tidak hanya berteriak, tetapi mereka lincah mengekplorasi segala sudut rumah. Mereka penuh dengan energi. Seru melihat mereka.
Ketika rombongan kedua datang, gemparlah dunia. Anak-anak makin aktif, terus berceloteh, bergerombol ke sana ke mari. Semua masih dalam toleransi, karena mereka masih anak-anak.
Komando: Cukup satu kata
Seorang guru TK itu ternyata sangat powerful. Semua keriuhan khas anak-anak itu sekejap senyap ketika mereka mendengar Bunda-nya berkata: “BERSIAP!”. Dengan satu kata lembut itu saja, anak-anak langsung duduk membentuk lingkaran dengan rapi. Ada sih satu dua anak yang tidak bisa diam, namun wajar kan.
Bunda lalu membuka kata dengan memberi aba-aba untuk bersalam dan berdo’a. Lalu, saya pun bersiap berlaku sebagai Yanda – panggilan untuk guru laki-laki.