Mohon tunggu...
AM Panjaitan
AM Panjaitan Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Relawan perang melawan Mas Joko Klemer dan Batara Kalla

Selanjutnya

Tutup

Politik

Tidak Ada Jokowi Tanpa Bom Tanah Tinggi

18 Juli 2014   14:54 Diperbarui: 4 April 2017   17:05 1737
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

"Kawan-kawan yang baik! Dana yang diurus oleh Hendardi belum diterima [Dari Asia Watch], sehingga kita belum bisa bergerak. Kemarin saya dapat berita dari Alex [Widya Siregar] bahwa Sofjan Wanandi dari Prasetya Mulya akan membantu kita dalam dana, di samping itu bantuan moril dari luar negeri akan diurus oleh Jusuf Wanandi dari CSIS. Jadi kita tidak perlu tergantung kepada dana yang diurus oleh Hendardi untuk gerakan kita selanjutnya."

Pernyataan Dewa dibenarkan anggota PRD bahwa anak buah Sofyan Wanandi pernah menelpon mereka dan menawarkan bantuan dana sebesar US$ 15,000 yang sudah diambil sebagian sebelum bom meledak (Manuver Politik: Sofyan Wanandi & CSIS, Forum Komunikasi Pemuda Pelajar dan Mahasiswa Indonesia, 1998, hal. 21).

b. E-mail lain menyebut nama Surya Paloh, bos harian Media Indonesia yang antara lain menerangkan: "Peranan Surya Paloh pada surat kabar Media sangat membantu rencana kita dalam membakar massa."

c. Adapun dokumen lainnya adalah notulen berisi pertemuan “kelompok pro demokrasi” dengan penyandang dana mereka yang berlangsung di Leuwiliang, Bogor, 14 Januari 1998 yang dihadiri oleh 19 aktivis mewakili 9 organisasi terdiri dari kelompok senior dan kelompok junior yang merencanakan revolusi. Anggota kelompok senior adalah sebagai berikut:

Pertama, CSIS bertugas membuat analisis dan menyusun konsep perencanaan aktivitas ke depan.

Kedua, kekuatan militer yang diwakili oleh Benny Moerdani.

Ketiga, kekuatan massa yang pro Megawati Soekarnoputri.

Keempat, kekuatan ekonomi yang dalam hal ini diwakili oleh Sofjan Wanandi dan Yusuf Wanandi.

Atas penemuan dokumen di atas, Jusuf Wanandi, dan Sofyan Wanandi didampingi pengacaranya Todung Mulya Lubis telah diperiksa Bakortanasda Jaya. Kemudian peristiwa tersebut ditambah fakta Sofyan Wanandi menolak membantu negara yang terkena krisis moneter karena memikirkan diri sendiri membuat kantor CSIS diterjang demonstrasi besar-besaran oleh mahasiswa yang antara lain menuntut pembubaran lembaga ini. Semua kejadian ini membuat klik CSIS menjadi panik dan terlihat dalam tegangnya rapat konsolidasi pada hari Senin, 16 Februari 1998 di Wisma Samedi, Klender, Jakarta Timur (dekat lokasi Kasebul) dan dihadiri oleh Harry Tjan, Cosmas Batubara, Jusuf Wanandi, Sofyan Wanandi, J. Kristiadi, Hadi Susastro, Clara Juwono, Danial Dakidae dan Fikri Jufri.

Ketegangan terjadi antara J. Kristiadi dengan Sofyan Wanandi sebab Kristiadi menerima dana Rp. 5miliar untuk untuk menggalang massa anti Soeharto tapi sekarang CSIS malah menjadi sasaran tembak karena ketahuan mendanai gerakan makar. Akibatnya Sofyan dkk menuduh Kristiadi tidak becus dan menggelapkan dana. Tuduhan ini dijawab dengan membeberkan penggunaan dana terutama kepada aktivis "kiri" di sekitar Jabotabek, misalnya Daniel Indrakusuma menerima Rp. 1,5miliar dll. Kristiadi juga menunjukan berkali-kali sukses menggalang massa anti Soeharto ke DPR, dan setelah CSIS didemo, Forum Komunikasi Mahasiswa Islam Jakarta (FKMIJ) yang setahun terakhir digarap segera mengecam demo tersebut. Di akhir rapat disepakati bahwa Kristiadi menerima dana tambahan Rp. 5miliar (http://www.library.ohiou.edu/indopubs/1998/02/21/0088.html).

Demi menyelamatkan CSIS yang sudah di ujung tanduk membuat klik CSIS segera merencanakan untuk menjatuhkan Presiden Soeharto dan Prabowo Soebianto. Hasil dari rencana tersebut adalah Kerusuhan 13-14 Mei 1998 sebagaimana direncanakan oleh Benny Moerdani di rumah Fahmi Idris yang juga dihadiri oleh Sofyan Wanandi. Menurut kesaksian George Junus Aditjondro, Jusuf dan Sofyan Wanandi adalah ekstrim kanan yang tidak peduli ras atau agama, dan karena itu Tionghoa, Kristen, dan Katolik bisa dihantam bila hal tersebut menguntungkan mereka. Bukankah mereka yang menghancurkan Gereja Katolik Timor Timur? Bukankah guru mereka, Ali Moertopo yang anak kiai itu justru mendiskriditkan Islam melalui DI/TII dan GUPPI? Bukankah David Jenkins, wartawan Australia dalam orbituari Benny Moerdani, "Charismatic, Sinister Soeharto Man" menulis:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun