Mohon tunggu...
Rifki Aunurahman
Rifki Aunurahman Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang mahasiswa HI Starta 1

Mempelajari ilmu gado gado dengan segala normatif dan abstraknitas yang menyertainya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Perspektif Islam: Dramatisme Etika Mengkritik Pemerintahan

3 Januari 2024   21:43 Diperbarui: 3 Januari 2024   21:43 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Polemik etika dalam mengkritisi pemerintahan telah menjadi isu yang bergulir dengan panas selama jabatan kedua pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi), terutama satu tahun terakhir dengan berbagai perdebatan mengenai pemaknaan etika dari kubu pro pemerintahan yang berargumen bahwa mengkritisi pemerintahan harus berdasarkan dari "nilai nilai ketimuran" dan oposisi dalam mengkritisi pemerintahan dianggap menggunakan kata kata vulgar. Drama etika ini juga berkorelasi dengan ketakutan para sipil dalam mengkritisi kebijakan pemerintahan dengan ketakutan pada kekuatan yang dimiliki oleh pejabat pemerintahan serta undang undang berpasal karet.

Hal ini menjadikan kebingungan di antara pada penduduk sipil dalam menyampaikan aspirasi kritis kepada pemerintahan, dan munculnya rasa takut dalam mengkritisi kebijakan pemerintahan dengan ancaman konsekuensi yang menanti jika tidak tepat dalam memilih diksi. Kebingungan ini berujung pada debat panas antara kubu yang dipengaruhi oleh kultur tradisionalisme dengan pengaruh bawah sadar despotisme pada pimpinan, dan pandangan pandangan revolusioner yang dianggap radikal dalam mengkritisi pemerintahan. Tabrakan paradigma  ini dengan jelas dapat dilihat dengan pertarungan persepsi Rocky Gerung dalam mengkritisi pemerintahan berdasarkan dalil dalil demokratisasi yang dipengaruhi oleh Paris dan Frankfurt, sementara itu para pendukung setia Istana yang bersikeras bahwa kritik harus terstruktur dan menggunakan "bahasa yang santun".

Terlepas dari polemik mengkritisi pemerintahan dengan persepsi revolusioner dan tradisionalisme despotisme, Islam memiliki pandangan tersendiri mengenai cara tepat dalam mengkritisi pemerintahan dengan melepaskan diri dari budaya despotisme yang mengakar dalam sejarah dan alam bawah sadar kebanyakan masyarakat Asia, namun menyesuaikan metode dalam mengkritisi pemerintahan dengan cara yang dicontohkan oleh Nabi Ibrahim serta Nabi Musa dan Nabi Harun.

 

Dua Arus: Persepsi Liberte dan Persepsi Tradisionalis Despotisme

Persepsi atas konsep kritik dalam demokrasi Indonesia saat ini disederhanakan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang terpengaruh oleh para filsuf filsuf Barat dan kelompok yang sangat memperhatikan etika dan kehormatan despotisme pemimpin. Para pengkritik yang terpengaruh oleh pemikir pemikir revolusioner, baik yang berasal dari Perancis dengan liberalisme dan Jerman dengan pemikir mazhab Frankfurt serta Marxian menganggap kritik tidak perlu menunjukan sopan santun kepada penguasa dengan dasar pemisahan tubuh privat dan jabatan dalam demokrasi Republik. Sementara itu, para tradisionalis yang sangat dipengaruhi oleh tradisionalisme serta mentalitas despotism yang diturunkan melalui pengalaman historis menganggap bahwa kritik harus menggunakan etika dan tata cara yang tepat, jika tidak maka kritik tersebut meskipun tidak menyerang personal penguasa maka akan dianggap sebagai penghinaan dan pelanggaran dengan konsekuensi yang tidak bisa diabaikan.

Mayoritas masyarakat Indonesia dengan pengalaman yang sama dan ditempa dalam sejarah untuk menghormati pemimpin sebagai lambing persatuan dan kewibawaan pemimpin wajib dijaga dengan berbagai cara, terutama dengan berdirinya banyak kerajaan yang pada dasarnya merupakan salah satu corak utama despotisme pada era tersebut. Berbeda dengan apa yang terjadi di negara negara Eropa, dimana Despotisme Kerajaan Kerajaan berakhir dan berubah melalui perubahan sosial radikal seperti Revolusi Prancis yang menumbangkan absolutisme Louis XVI, perang tiga puluh tahun yang menandai revolusi pada absolutisme Raja dengan dukungan agama, serta serangkaian perang dan konflik yang pernah terjadi di Albion yang secara perlahan lahan melunturkan jubah kemegahan absolut Raja dan Ratu.

Kondisi perubahan sosial yang terjadi di Indonesia tidak seradikal apa yang terjadi di negara negara Eropa dalam mengakhiri despotisme pemerintahan melalui perang dan revolusi, apalagi despotisme menjadi instrumen utama dalam menjaga stabilitas dalam politik serta perdamaian kerajaan dan suku suku di Asia. Despotisme yang terjadi di negara negara Asia disebabkan oleh faktor cuaca, iklim, dan kondisi geografis yang memaksa kepemimpinan tunggal yang memiliki kekuatan utama dalam bertahan hidup seperti apa yang terjadi di China, dalam kisah kisah historis dinasti dinasti yang silih berganti satu sama lain, despotism menjadi instrumen utama Kaisar. Hal ini melahirkan paradigma yang terjadi di negara negara Asia atau Eurasia yang mementingkan stabilitas diatas kebebasan daripada negara negara Barat yang mementingkan kebebasan di atas stabilitas.

Perbedaan yang jauh dalam kondisi sosial yang terjadi di negara negara Eropa dan Indonesia membuat despotism menjadi pengaruh utama paradigma sebagian para pemimpin politik. Penyebab dari kuatnya pengaruh despotisme serta doktrin doktrin etika tradisional di Indonesia disebabkan oleh perubahan absolutisme monarkis di wilayah Indonesia bukan melalui peristiwa organik seperti yang terjadi di negara negara Eropa, namun melalui perubahan tidak alami yaitu kolonialisme Belanda. Produk hukum dan liberalisme Eropa diatas kertas seharusnya mampu mengakhiri budaya feodalistik serta absolutisme, namun dalam prakteknya hal tersebut menjadi gagal dengan bukti pengaruh feodal para Bupati di wilayah Jawa.

Berdasarkan alur historis yang dijelaskan di atas dapat disimpulkan bahwa politik Indonesia modern tidak terlepas dari despotisme kepemimpinan dan mengakar kuatnya etika serta tata cara dalam menghadapi pemimpin. Hal ini menjadikan langkah langkah kritis yang berbasis pada cara cara revolusioner bukan sebagai langkah yang tepat dalam mengkritisi model kebijakan dengan kondisi sosiologis dan paradigma berfikir masyarakat yang belum melalui revolusi radikal seperti yang terjadi di Prancis dan Jerman, namun hal tersebut meskipun dianggap sebagai penghinaan dapat membakar semangat kritis yang dianggap tabu dalam masyarakat Indonesia. Jika meminjam kata dari kisah sastra kontemporer maka hal tersebut disebut sebagai "jenis kejahatan yang diperlukan".

 

Langkah Tepat Mengkritisi Pemerintahan Berdasarkan Nilai Islam

Penjelasan historis sebelumnya mengenai paradigma para pejabat publik dan politisi yang dipengaruhi oleh tradisionalisme despotisme telah menunjukan langkah kritis secara radikal dengan mendasarkan pada para pemikir Paris dan Mazhab Frankfurt bisa berujung pada kegagalan dan memiliki kemungkinan munculnya konflik besar antara pengkritik dan pejabat. Meskipun pada dasarnya dalam konsep Republikanisme demokratis, tubuh privat dan jabatan merupakan terpisah dan tidak sama, namun paradigm sebagian politikus serta pejabat yang menganggap figur pemimpin sebagai posisi istimewa. Hal ini dipengaruhi juga oleh paradigma otoriterisme militer yang masuk kedalam kehidupan demokratis sipil.

Berkaca dari perspektif Islam, bentuk kritis radikal dan tidak lumrah dalam pandangan budaya mayoritas masyarakat Indonesia bukan langkah yang tepat dalam menyampaikan aspirasi kepada pemerintahan agar didengar atau bentuk rasa kekecewaan. Hal ini berdasarkan pada egoisme dan emosionalitas pemimpin serta para pendukung setia yang tidak terima tokoh yang disanjung dikritisi sedemikian rupa, argumentasi ini dapat dibuktikan apa yang menjerat pada Rocky Gerung dengan aduan aduan melalui perangkat hukum  dan Ketua BEM UGM yang mendapatkan kecaman dari oposisi dan pendukung setia Presiden Jokowi.

Kritik kepada pemerintahan dalam Islam harus mengedepankan kelembutan dan etika dalam mengkritisi pemerintahan. Hal ini didasarkan pada surah al-'Ashr serta kisah Nabi Musa dan Harun dalam menasihati Firaun dengan kesabaran dan kelembutan dengan harapan sang Firaun mendapatkan hidayah untuk bertaubat kepada Allah SWT. Hal ini dibuktikan dengan perintah Allah dalam surah Thaha ayat 44 yaitu "Berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir'aun) dengan perkataan yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut."

Hal ini menunjukan bahwa mengkritisi pemerintahan dengan kondisi sosial dan despotisme, serta tradisionalisme nilai nilai etika dengan metode cara cara liberte bukan merupakan langkah yang tepat bagi kita sebagai muslim apa lagi berkaca pada kondisi sosial politik Indonesia. Fakta fakta ini memberikan kita perintah sebagai seorang muslim agar memberikan kritik kepada pemerintah dengan santun dan jika memungkinkan mendatangi secara langsung sang pemimpin untuk meminta kejelasan. Dalam demonstrasi, para demonstran muslim harus tertib dan mendapatkan izin dari aparat keamanan agar tidak membuat kerusuhan serta mengganggu ketertiban umum.

Dalil dalam Al Quran untuk menjaga lisan yang terdapat pada Al-Quran surah Al-Ahzab ayat 70-71, surah Al-Hujurat ayat 12, surah Qaf ayat 16-18, dan surah Al-Ahzab ayat 58. Hal ini berkorelasi dengan fakta sosial yang mendorong kewajiban bagi seorang muslim untuk menyampaikan kritik kepada pemerintahan dengan cara yang baik dan santun, dengan harapan pemerintah dapat mendengarkan kritikan tersebut serta menghindarkan dari pasal karet UU ITE.

Mengkritisi pemerintahan dengan cara cara kritis nan pedas berdasarkan data dan pandangan filosofis liberte memang merupakan salah satu metode menunjukan ketidakberesan yang dilakukan oleh pemerintahan, namun dalam realita yang terjadi metode tersebut jika dihadapkan pada pemerintahan yang berpegang pada tradisionalisme nilai dan pengaruh dari paradigm despotisme dapat menjadi kisruh tersendiri. Dengan menyampaikan kritik kepada pemerintahan dengan cara yang santun dan beretika, diharapkan dapat melembutkan hati sang penguasa dan meredakan egoisme dengan pembenaran moral pada tradisionalisme dan paradigma despotisme.

Informasi Penulis:

Rifki Aunurahman (20230510243)

Mahasiswa Hubungan Internasional Univeristas Muhammadiyah Yogyakarta

Kelas Al Islam dan Kemuhammadiyaan 1 F

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun