Mohon tunggu...
Rifki Ramadhan
Rifki Ramadhan Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Membaca dan Menulis. Saya percaya ada hubungan sebab-akibat di antaranya. Sehingga saya yang cinta Membaca ini, merasa wajib untuk menggauli Menulis pula.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bebek Penakluk Taksi

26 Juni 2010   12:05 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:16 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Satu, dua, tiga, empat, mobil-mobil kotak berwarna hijau tua berlalu begitu saja, tak mengacuhkan seorang bocah kelas 4 SD berbau hangus, yg sedari satu jam lalu dibakar matahari jam 1 siang. Supir-supir pongah itu hanya memandang sekilas kearah anak itu, mengerem sedikit lalu menginjak pedal gas lagi memacu kembali kendaraannya dengan kencang, seolah tak tergoda sedikitpun pada bau uang yang bocah itu tawarkan jika mereka sudi mengangkutnya pulang. Walau sang bocah hanya menawarkan 200 rupiah, tapi toh itu rezeki dari Tuhan, yang sayangnya ditolak para supir taksi itu.

Bocah itu aku, di satu siang pada 1996, sedang berdiri di pinggir jalan seberang sekolah menunggu Taksi untuk pulang. Taksi adalah sebutan orang sini untuk Angkot. Angkot di Kota ini memang lebih rupawan penampilannya ketimbang angkot-angkot di kota lain yang pernah kulihat. Sehingga tak berlebihan rasanya jika kami menyebut angkot di Kota ini dengan istilah yg lebih bermartabat, Taksi. Competely more pleasing to the ear.

Takdir memaksaku berhubungan intim dengan taksi-taksi itu sejak aku duduk di kelas 4 SD. Rumahku yg berjarak 6 km dari sekolah, membuatku tak punya pilihan lain kecuali menyerahkan urusan transportasi dari dan ke sekolah pada taksi. Masalahnya adalah bukan hal mudah untuk anak sekecil aku, menarik minat supir-supir itu agar mau mengangkutku pergi dan pulang sekolah. Tarif pelajar saat itu dianggap tak bernilai, jauh-dekat Rp. 200. Bandingkan dengan tarif orang dewasa yang minimal Rp.500 untuk jarak terdekat, dan akan lebih tinggi lagi tarifnya jika jarak tempuhnya semakin jauh.

Sekedar info, jarak rumah dengan sekolahku adalah yg terjauh diantara teman-teman sekolahku. Karena jauhnya, sebelum masuk ke dalam Taksi aku harus memastikan pada sang supir bahwa ia tak keberatan mengantar ku pulang ke rumah yg berjarak 6 km dari sekolah hanya dengan bayaran Rp.200.

A fourth grader, 9 years old boy, had always impossible mission everyday!! That was truly happened to me!!

Kalau aku lupa memastikan "6 km=Rp.200" pada sang supir, kalian tahu apa yang akan terjadi??
Seandainya seluruh penumpang dalam taksi telah habis dan menyisakan aku seorang, si supir dengan tanpa perasaan akan menurunkanku di tempat penumpang terakhir berhenti. Ia menyuruhku mencari taksi lain untuk melanjutkan perjalanan pulang. Lebih sialnya jika aku mendapatkan supir MahaTega. Supir jenis ini tak mengantarku sampai tujuan namun tetap memungut bayaran dariku, sementara aku tak punya uang lagi untuk naik taksi. Hasilnya, sisa beberapa kilometer menuju rumah harus kutempuh dengan berjalan kaki. Ini pernah terjadi 2 kali padaku. Itulah buah jika aku tidak memastikan terlebih dahulu “6 km=Rp.200” sebelum naik taksi!

Jadi Kronologis Terburuk itu seperti ini:

Sendirian menunggu taksi kira-kira satu jam -> lupa memastikan “6 Km= Rp.200” pada supir sebelum naik -> semua penumpang telah turun -> yang tersisa hanya aku -> sialnya, si supir adalah jenis supir MahaTega, tetap memungut bayaran meski tak diantarnya diriku sampai rumah -> aku diturunkan tanpa uang sepeserpun -> sisa perjalanan kutempuh dengan jalan kaki.

Untuk mencegah Kronologis Terburuk itu terjadi, aku menyiasatinya dengan 2 hal:

1. Buat Koloni Pulang.
Kronologis Terburuk terjadi apabila aku tinggal seorang diri menunggu taksi untuk pulang. Untuk mencegahnya, aku harus bisa membujuk 2 teman sekelasku (kami satu arah pulang naik taksi, namun rumahku yang terjauh) untuk tetap setia menemaniku, sampai kami mendapatkan supir taksi yang sepakat dengan “6 km=Rp.200” milikku. Untuk 2 malaikat kecil ku dulu, terimakasih tak terhinggaku untuk kalian berdua, terimakasih untuk mau loyal padaku :D

2. S3, Sogok Sang Supir.
Silakan lihat Kronologis Terburuk lagi! Jika aku tengah berada di fase “yang tersisa hanya aku”, aku akan melobi pak supir, dengan mengatakan “oom, saya bayar 300 deh, tapi antar saya sampai tujuan ya!!” si supir pun pasti akan mengangguk cepat dan mengantarku. Terkadang punya keahlian menyogok seperti seorang Artalita Suryani atau Anggodo Widjojo memang diperlukan, terutama jika hidup di Indonesia. Perlakukan Supir Taksi layaknya Makelar Kasus di institusi-institusi penegak hukum hehe!! Tak bisa dipungkiri, Uang punya kuasa, Money Talks!!! Untuk kasus ini, terimakasih ku haturkan pada kedua orang tuaku. Terimakasih telah memberiku uang lebih sebagai “uang jaga-jaga” ya.

Walhasil, pergi dan pulang sekolah adalah saat-saat yang nyaris tak pernah indah waktu ku di Sekolah, baik waktu SD, SMP hingga SMA. Tak terhitung sudah berapa banyak umpatan-umpatan kesal yang keluar dari mulutku kepada supir-supir itu. Aku bahkan yakin, bukan hanya aku seorang tapi hampir semua pelajar Kota pernah melayangkan sumpah serapah pada supir taksi di Kota itu.
Dan setelah belasan tahun berlalu, aku sekali lagi berdiri di pinggir jalan seberang Sekolahku. Sore itu, aku hendak menjemput adikku pulang sekolah. Tanpa sengaja, aku melihat lagi salah satu dari 2 supir MahaTega yang pernah menjadi aktor utama dalam menciptakan Kronologis Terburuk ku dulu. Ya tak salah lagi aku ingat benar wajahnya, berwajah lancip, berkulit hitam, matanya besar dan melotot, bibirnya hitam,nyaris tak ada perubahan berarti pada wajah supir itu, kecuali rambutnya yg dulu panjang sekarang lebih pendek. Ia sedang ngetem di depan Sekolahku, menunggu dengan sabar anak-anak SD itu pulang sekolah tepat jam 5 sore.

*****

Tuhan mungkin merespon umpatan ku dan ribuan pelajar Kota lainnya sebagai doa, doa yang buruk lebih tepatnya. Doa yang keluar terlampau banyak dari mulut pelajar. Doa yang dulu masih menggantung di langit, sampai kemudian didengar dan dikabulkan oleh Nya. Bukankah doa anak-anak, orang-orang teraniaya dan orang yang sedang berjuang di jalan Tuhan akan dengan cepat dikabulkan oleh Nya?

“Bebek-Bebek” pun dikirim untuk menggulingkan hegemoni Taksi. Tak perlu waktu lama untuk melihat hasilnya. Bebek-bebek itu sekarang harganya jauh lebih murah, persyaratan untuk memilikinya pun sangat mudah, Tak heran warga kota ini tergila-gila pada si bebek murah, semua orang lebih memilihnya ketimbang Taksi sebagai alat transportasi utama. Taksi kehilangan pelanggannya perlahan namun pasti. Ketergantungan warga kota terhadap Taksi berkurang secara dramatis. Pelanggan Taksi tetap ada, pun jumlah mereka tidak banyak.

Dan bukan hal yang mustahil suatu hari di masa depan, taksi akan punah eksistensinya. Taksi akan hanya menjadi sebuah memori lusuh yang sukar dikenang. Tapi jujur, aku tak mau itu terjadi.

Andai bisa kembali ke 1996, ketika doa-doa itu masih bergantungan di langit, aku akan segera menarik turun mereka dan menghapusnya. Jangan sampai Tuhan mendengar dan menjawab.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun