Mohon tunggu...
Rifka Silmi Mufliha
Rifka Silmi Mufliha Mohon Tunggu... Ahli Gizi - Mahasiswa

Universitas Airlangga

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Inovasi ASI Bubuk Tuai Pro Kontra

6 Juni 2024   11:25 Diperbarui: 6 Juni 2024   11:45 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Metode pengubahan ASI menjadi bentuk bubuk tersebut baru muncul di Indonesia sejak tahun 2023 sehingga masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. ASI bubuk memang dinilai lebih awet dan tahan hingga 3 tahun. Inovasi ASI bubuk juga memudahkan ibu yang sering bepergian dan para ibu pekerja yang ingin tetap memberikan ASI pada bayinya di luar masa cuti melahirkan. 

Selain itu, ASI bubuk juga lebih dapat menghemat ruang penyimpanan sehingga lebih praktis. Namun, di luar manfaat dan keuntungan yang ditawarkan oleh ASI bubuk, inovasi ini juga tak sedikit menuai kontroversi dari banyak pihak karena dinilai memiliki risiko tersendiri, mulai dari kandungan nutrisi, risiko kontaminasi bakteri, hingga permasalahan mahram. 

Proses pembekuan ASI yang biasa dilakukan di rumah pun dinilai sudah mengalami beberapa perubahan fisik, seperti pecahnya membran gumpalan lemak dan perubahan misel kasein atau protein susu, serta penurunan komposisi faktor bioaktif dalam ASI. 

Terlebih pada proses pengeringan beku yang menggunakan suhu tinggi, meskipun sudah dinyatakan tetap dapat mempertahankan struktur molekul ASI, tetapi hal tersebut tetap memiliki dampak pada rasa dan kualitas ASI. Adapun mengenai komponen penting yang terkandung dalam ASI, menurut Ketua Satgas ASI IDAI, Dr. dr. Naomi Esthernita Fauzia Dewanto, Sp.A(K), masih membutuhkan penelitian lebih lanjut. 

Selain kandungan nutrisi, risiko kontaminasi bakteri juga tidak dapat dihindari. Hal tersebut karena proses pengeringan beku pada ASI bubuk tidak dilakukan proses pasteurisasi yang biasa dilakukan pada produk olahan lainnya untuk membunuh organisme yang merugikan. 

Pasteurisasi tersebut sengaja tidak dilakukan untuk menjaga kesediaan probiotik atau bakteri baik dalam ASI. Oleh karena itu, risiko kontaminasi bakteri selama pemrosesan patut dikhawatirkan. Belum lagi saat proses ASI disiapkan dengan ditambahkan air kembali untuk diminumkan kepada bayi. Hal tersebut juga harus benar-benar diperhatikan higienitasnya. 

Pemberian ASI pada bayi juga tidak terlepas dari permasalahan mahram, khususnya bagi masyarakat muslim yang menjadi penduduk mayoritas di Indonesia. Dalam Islam, orang yang menyusui akan terikat hubungan mahramnya dengan bayi yang disusuinya. 

Pada proses pengeringan beku ASI di perusahaan, dapat terjadi kemungkinan tercampurnya ASI antar ibu yang berbeda sehingga hubungan mahram tersebut patut dijadikan perhatian yang serius. Proses pengeringan beku ASI menjadi bentuk bubuk harus melalui prosedur yang ketat dan dijaga antar masing-masing ibu sehingga kemungkinan tercampur dengan ASI lain bisa diperkecil.

Menyusui Langsung Tetap Menjadi Pilihan Terbaik 

Inovasi ASI bubuk masih perlu membutuhkan penelitian lebih lanjut terkait keamanan dan efektivitasnya bagi bayi sehingga belum terdapat aturan atau rekomendasi penggunaannya oleh organisasi kesehatan, seperti CDC, AAP, maupun FDA. ASI bubuk akan sangat membantu bagi ibu yang memiliki kelebihan ASI dalam jumlah banyak sehingga ASI bisa tetap digunakan hingga 3 tahun. 

Selain itu juga membantu para ibu yang sering bepergian tetapi tetap ingin memberikan ASI pada bayinya. Akan tetapi, apabila keadaan tidak mendesak, menyusui bayi secara langsung tetap menjadi pilihan terbaik. "ASI adalah cairan hidup yang komponennya selalu berubah sesuai dengan kebutuhan bayi pada saat itu," ungkap Dr. dr. Tan Shot Yen, M.Hum. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun