Mohon tunggu...
Rifka Novia
Rifka Novia Mohon Tunggu... -

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Di Sini Senang...di Sana Senang...Belanja di Alfamart Hatiku Pasti Senang!

1 November 2011   13:32 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:11 970
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Fanatik amat sih dengan Alfamart..., kayak nggak ada toko lain aja", demikian ungkap seorang kawan sekelasku saat aku mengatakan hendak membeli minuman ringan di Alfamart.

"Nggak tahu dia...", ucapku dalam hati. Tapi aku malas menimpali protes kawanku tersebut, karena kecintaanku pada Alfamart, sangat sulit untuk diungkapkan. Dan disiang hari yang panas dan terik ini, aku lebih senang segera bergegas ke Alfamart untuk bisa membeli sebotol minuman ringan yang dingin, daripada harus bercerita panjang lebar soal mengapa aku begitu mencintai Alfamart.

Sesampainya di Alfamart, aku langsung menuju lemari pendingin dimana berbotol-botol minuman pemuas dahaga telah menunggu untuk kuraih.

"Aah..., ini dia minuman kesukaanku", ucapku dalam hati.

Langsung minuman tersebut aku bayar di kasir, dan tanpa menunggu lama, kureguk isinya hingga tersisa hanya setengahnya. Maklumlah, tenggorokanku benar-benar sedang kering. Saat ini aku sedang melakukan "Pengenalan Lingkungan", istilah Olah Raga di sekolahku, yang mewajibkan anak didik untuk berlari keliling di berbagai perumahan yang ada disekitar sekolah.

Menurut guru Olah Ragaku, hal tersebut penting agar semua anak didik mengenal lingkungan sekitarnya, karena ternyata banyak anak didik yang hanya tahu rumah tempat tinggalnya, Mall dan Sekolah saja, karena mereka kemana-mana diantar dengan supir. Sebutan Populernya, "Anak Mami" gitu lho.

"Hey..., jangan dihabisin dong..., aku kan juga haus", ujar suara dibelakangku.

"Eh..., kamu toh. Tadi aku pikir kamu nggak jadi ikut sama aku ke Alfamart", tukasku dengan setengah terkejut.

Tanpa berkata apapun, minuman yang hanya tersisa setengahnya itu, langsung disambar oleh kawanku, dan direguk hingga tandas.

Aku cuma tersenyum kecut melihat yang tersisa hanyalah sebuah botol kosong.

"Tadi katanya tidak suka dengan Alfamart. Kok malah minuman aku kamu habisin...", sindirku pada kawan yang terkadang lucu, tapi terkadang juga menyebalkan itu.

"Bukan nggak suka, tapi kan ada banyak toko selain Alfamart. Lalu kenapa harus Alfamart sih, heran aku", tanya kawanku lebih lanjut.

"Ceritanya sambil jalan aja yuk. Kalau sampai kita tertinggal kawan-kawan yang lain, bisa berabe nanti. Bisa-bisa kita dihukum oleh Pak Guru", ajakku sambil menarik tangan kawanku tersebut.

Sambil berjalan kembali menuju sekolah, aku mulai bercerita kepada kawanku tadi tentang mengapa aku begitu mencintai Alfamart.

"Gini lho..., waktu aku masih kecil, aku paling senang kalau disuruh belanja kewarung. Banggaaa banget kalau bisa pegang uang, lalu membeli sesuatu, dan mendapat kembalian. Apalagi kalau sesampainya dirumah, aku langsung dipuji mama dengan kata-kata, 'waduuuuh kamu memang anak pintar!'. Seperti melayang rasanya", ceritaku sambil mencoba mengatur nafas yang mulai sedikit tersengal karena berjalan cepat.

"Bahkan terkadang aku sering menawarkan diri pada mama untuk membelikan sesuatu. Dan mama seringkali menyuruh aku untuk membelikan ini dan itu, walaupun terkadang mama tidak terlalu membutuhkannya. Hanya untuk membuat aku senang saja", ucapku sambil tersenyum mengingat masa-masa indah itu.

"Hingga pada suatu waktu, mama menemukan bahwa ada makanan yang dijual diwarung tersebut ternyata sudah kadaluarsa, dan berbahaya jika di konsumsi. Dan ketika mama menyuruhku untuk menukarnya, si pemilik warung tidak mau menggantinya, dan mengatakan bahwa barang yang sudah dibeli tidak boleh ditukar atau dikembalikan", tuturku sambil menghela nafas.

"Aku pulang dengan perasaan takut. Takut kalau mama marah karena aku tidak berhasil menukar barang tersebut. Aku takut, kalau mama tidak memperbolehkan aku untuk belanja kewarung lagi, padahal aku sangat senang jika bisa berbelanja ke warung", kataku dengan pandangan menerawang mencoba mengingat-ingat tentang kejadian yang tidak menyenangkan itu.

"Dan ternyata benar. Sesampainya dirumah, mama marah. Bukan marah padaku, tetapi mama marah pada pemilik warung itu. Dan ketika papa pulang dari kantor, mama kemudian menceritakan hal tersebut pada Papa", ucapku dengan mimik serius.

"Akan tetapi papa hanya menganjurkan agar tidak lagi berbelanja di warung tersebut, dan jangan lagi mempermasalahkan hal itu, karena menurut papa, tidak enak dengan pemilik warung yang dikenal papa sebagai salah satu tetangga kami di komplek perumahan dimana kami tinggal".

"Mama hanya diam. Walaupun aku tahu bahwa mama tidak bisa menerima sepenuhnya tentang hal itu. Buktinya setiap ada tetangga yang berkunjung kerumah kami, mama selalu kembali membahas tentang hal tersebut kepada mereka", kataku sambil tersenyum-senyum mengingat betapa kesalnya mama saat itu.

"Dan yang menjadi obyek penderita ya aku..., sejak saat itu, aku dilarang berbelanja lagi oleh mama. Capeee deeh...", kataku sambil memperagakan memegang kening seperti tingkah laku artis yang 'lebay' di layar televisi.

"Tapi memang Tuhan selalu menjawab doa orang yang terdzolimi, kali ya. Buktinya beberapa bulan kemudian, aku melihat ada sebuah minimarket bernama Alfamart yang baru buka di depan komplek perumahan dimana aku tinggal. Dan tak lama kemudian, ada satu lagi yang buka di dekat sekolah SD dimana aku dulu sekolah", kataku dengan tersenyum senang.

"Ge'er banget...", tukas kawanku sambil mencibirkan bibirnya.

"He..he..he..., boleh dong, sekali-sekali gede rasa", ucapku ringan.

"Lalu gimana terusan ceritanya", tanya kawanku dengan tak sabar.

"Ceritanya, setelah melihat ada minimarket Alfamart yang baru buka tadi, aku masih takut untuk bertanya pada mama apakah boleh berbelanja disana. Karena aku lihat Minimarketnya kok bagus banget. Jangan-jangan harganya mahal. Jadinya aku cuma sering curi-curi pandang saja setiap kali lewat minimarket tersebut saat berangkat atau pulang sekolah bersama papa atau mama. Keciiiaaan banget ya, nasibku....", kataku sambil mencubit tangan kawanku yang badannya cukup gemuk itu.

"Sakiiit..., jangan cubit aku dong. Itu kan DL", kata kawanku.

"Apa'an tuh DL", tanyaku cepat.

"Ya, Derita Loe. Jadi syukurin aja tuh nasib. Nggak ada hubungannya ama aku, yeee...", ungkap kawanku sambil memajukan bibir bawahnya untuk mengejek aku.

"Sorry deh...sorry..., mau diterusin ngga' nih ceritanya", tanyaku dengan mimik menyesal.

Kawanku nan chubby (pipi tembam gitu, maksudna'), terlihat mengangguk-angguk setuju.

"Habis itu, pada suatu siang di jaman dahulu kala..., eh sorry bercanda. Pada suatu siang sehabis menjemputku, mama mengajak aku untuk mampir ke minimarket Alfamart yang ada di dekat rumahku".

"Seeer...., darahku kok kayaknya mengalir deras. Jantungku berdegup kencang", ucapku sambil mendramatisir suasana.

"Mulai alay deh nih cewek...", kata temanku kesal.

"Jadi gini lho jeng. Aku kan sudah lama ingin tahu tentang minimarket yang namanya Alfamart itu. Cuma selama ini aku cuma diam aja. Tidak berani ngomong sama mama. Nah, lalu tanpa disangka and diduga, tiba-tiba mama kok ngajak aku masuk, dan berbelanja di minimarket Alfamart tersebut, bagaimana aku jadi nggak norak gitu lho. Maklumlah jeng, namanya juga masih kecil", jawabku membela diri.

"Udah-udah, buruan ceritanya, Banyak banget sih reff-nya. Ntar lagi kita sampai kesekolah. Jangan bikin aku penasaran dengan kisah yang nggak selesai ya... nggak lagi-lagi", ancam kawanku dengan nada serius.

"Yaa...yaa...yaa. Okelah kalau begitu. Lanjutkan...", kataku dengan gaya sekena-nya saja.

"Tahu nggak, kesan apa yang pertama kali aku rasakan saat masuk ke Alfamart?", tanyaku pada kawanku.

"Au ah", jawab kawanku singkat.

"Rasanya sueeejuk tau. Kan pakai AC. Nggak kayak warung tempat aku dulu sering belanja, diluar dan didalam toko sama gerahnya. Mana raknya banyak debu lageee", ucapku menerangkan.

"Apalagi kalau dibandingkan dengan pasar becek yang ada di dekat rumah kita itu. Pernahkan kamu kesana?", tanyaku pada sang kawan.

"Pernah..., sekali diajak mami-ku. Udah gitu kapok deh. Gimana nggak kapok, pulang-pulang nyuci sepatu dan celana yang belepotan lumpur basah campur sampah pasar, mana sebelahnya tukang ikan ama cumi lagi, bisa bayangin nggak aroma baju dan sepatu aku waktu itu...", kata kawanku menimpali.

"He...he...he..., Ya DL, derita loe, jangan bawa-bawa aku ya", kataku balas menyukuri "penderitaannya".

"Aku terusin ya ceritanya, tanggung nih".

"Udah gitu, di Alfamart, kita bisa milih barang sendiri. Raknya rapi. Gampang mencari barang yang kita butuhkan. Mbak dan mas penjaga tokonya juga ramah dan senang membantu".

[caption id="attachment_140958" align="aligncenter" width="273" caption="(Tataletak Alfamart, sumber: majalahfranchise.com)"][/caption]

"Dan yang paling aku heran, tadinya aku pikir harga barangnya pasti mahal, kan tokonya bagus banget. Tapi dari mama dan papa aku dengar bahwa harga barangnya sama aja dengan di toko-toko lain".

"Kata papa, bisa murah karena Alfamart sekali belanja barang, adalah untuk mengisi toko-tokonya yang jumlahnya ribuan toko. Karenanya, jumlah belanja barangnya pasti sangat besar, sehingga bisa dapat potongan harga yang besar. Dan belanjanya langsung ke pabrik pembuat produk, makanya harga jualnya bisa ditekan semurah mungkin".

"Malah ada beberapa barang yang sedang promo, harganya malah lebih murah jika dibandingkan dengan tempat lainnya", jelasku pada sang kawan.

"Udah gitu, waktu mama membayar belanjaan, aku lihat mama mengeluarkan sebuah kartu, namanya kartu AKU. Ternyata papa sudah membuat kartu anggota Alfamat, yang juga bisa digunakan oleh mama, bahkan olehku. Dan jika kita lupa membawa kartu tersebut, cukup sebutkan nomor kartu yang sudah kita catat sebelumnya. Gampang kan".

"Waktu aku tanya pada mama tentang manfaat kartu AKU tersebut, mama bilang bahwa dengan memiliki kartu anggota tersebut, kita bisa mendapatkan point belanja, yang sewaktu-waktu akan diundi, dan kita bisa mendapatkan hadiah. Uuenak tenan kan. Tapi Alfamart juga menerima non anggota untuk berbelanja. Tidak wajib punya kartu gitu lho. Tetapi kalau punya kartu AKU, akan mendapat lebih banyak manfaat".

[caption id="attachment_140957" align="aligncenter" width="168" caption="(Kartu AKU, sumber: suarapembaca-detik.com)"][/caption]

Kulihat kawanku hanya tertegun mendengar segala ucapanku.

"Hingga seminggu kemudian, mama terkena penyakit flu. Dan pagi itu, dihari minggu, papa sedang ada pertemuan warga. Hanya aku yang ada dirumah. Mama minta tolong padaku untuk membelikan obat flu di Alfamart".

"Waaah, pucuk dicinta ulam pun tiba, kataku dalam hati. Tetapi waktu itu aku heran, kok membeli obat flu bukan di apotik, malah di Alfamart. Apa nggak salah tuh".

"Dan waktu aku tanya pada mama, beliau hanya tertawa. Batuk-batuk sebentar, lalu berkata, bahwa di Alfamart itu, beragam jenis barang tersedia".

"Kalau kamu tidak tahu rak dimana obat batuk berada, kamu tanyakan saja pada mas atau mbak penjaga tokonya, mereka pasti dengan senang hati membantu. Oh ya, jangan lupa belikan mama susu cair ya. Ini uangnya dan ini kartu AKU-nya, jangan sampai terjatuh, dan hati-hati di jalan", ujar mama sambil mengelus kepalaku.

"Weeeeis, anak mami bo'... ", ledek kawanku.

"He...he...he. Ngiri ya, nggak pernah disayang sama mami kamu", ucapku balas meledek.

"Udah... udah. Lanjutkan...", pinta kawanku.

"Setelah sampai di Alfamart, ternyata betul yang mama bilang. Mas penjaga toko dengan sigap membantu aku mencarikan obat flu yang diminta mama, sekaligus mencarikan susu cair yang diinginkan oleh mama".

"Aku langsung menuju kasir, dan menyerahkan kartu AKU berikut uang pembayarannya. Si mbak kasir langsung memberikan barang yang aku beli setelah dibungkus dengan kantung plastik, lalu memberikan uang kembalian beserta kartu AKU milik mama".

"Ternyata begitu menyenangkan ya belanja di Alfamart. Cara belanja yang mudah dan cepat, tidak bertele-tele, serta pelayanan yang ramah, beda banget dengan warung dimana aku dulu pernah bermasalah. Pantas papa pernah bilang bahwa belanja di Alfamart itu banyak keuntungannya".

"Di Alfamart, belanja jadi menyenangkan, FUN gitu loh, karena pelayanannya cepat, tidak buang-buang waktu, nyaman, menyenangkan, barangnya beragam, letak tokonya mudah dijangkau, harganya bersaing, dan berbagai kelebihan-kelebihan lainnya".

"Papa bilang bahwa Alfamart adalah cara cerdas untuk berbelanja. Dan dengan belanja di Alfamart, kita bisa belanja Puas, dengan harga yang pas. Pas dihati dan pas dikantong, artinya, tidak kemahalan".

[caption id="attachment_140960" align="aligncenter" width="238" caption="(Logo Alfamart, sumber: megapolitan.kompas.com)"][/caption]

"Awalnya aku fikir cerdas itu hanya dalam soal belajar. Tetapi setelah aku sering belanja di Alfamart, baru aku sadari bahwa Alfamart benar-benar memberikan kemudahan dalam berbelanja".

"Yang tidak kalah penting, semua barang di Alfamart di jamin tidak kadaluarsa. Semenjak kasus belanja barang kadaluarsa di toko dekat rumah dulu, aku jadi sensitif banget soal tanggal kadaluarsa. Yang duluan aku pelototin saat mengambil barang di rak toko, adalah tanggal kadaluarsanya. Papa-ku yang paling cerewet soal tanggal kadaluarsa. Tetapi selama berbelanja di Alfamart, tidak pernah sekalipun aku menemukan produk yang kadaluarsa. Jadi aman deh dari kena marah mama".

"Sampai dirumah, aku kasihkan obat flu-nya mama, plus susu cairnya, dan kembalian serta struk belanjanya. Beres deh. Mudah dan menyenangkan kan?", ucapku sambil melirik sang kawan.

"Pinter juga ya, kamu milih belanja di Alfamart", kata kawanku dengan mimik wajah tertarik.

"Aku-kan Smart gitu loh", kataku sambil menaik-naikkan bahu dan alis mata.

"Smart itu apa?", kawanku balik bertanya dengan mulut menganga lebar.

"He...he..he... Smart itu artinya cerdas. Emangnya kamu pikir apaan, lemper...", jawabku dengan setengah meledek.

"Kan aku belum tau..., jangan sombong gitu dong", kata kawanku mengiba.

"Ya..., pokoke gitulah jeng", ujarku sambil melirik ke arah pintu gerbang sekolahku yang sudah tampak dari kejauhan.

"Besok-besok, kalau kamu mau ke Alfamart, ajak-ajak aku ya...", pinta kawanku.

"Oke deh, tapi sekali-kali kalau beli minum, kamu dong yang bayarin", kataku memberi syarat.

"Siiip deh. Aku kan mau juga jadi cerdas, kan kata kamu belanja di Alfamart itu menyenangkan dan cerdas", seloroh kawanku.

"Ngawur...., kalau mau cerdas ya belajar yang rajin, sambil belanjanya di Alfamart. Gimana sih ibu ini", ucapku lagi.

"Udah ah...., yuk lari lagi. Kalau sampai pak guru olah raga kita tahu bahwa kita jalan sambil ngobrol, dan bukannya lari, pasti nanti kita dihukum lagi seperti kemarin", kata kawanku sambil menarik tanganku agar mengikutinya berlari.

Aku pun mengikutinya berlari-lari, sambil kemudian berkata,"tapi nanti pulang sekolah traktir aku minum softdrink ya, kan tadi setengah botol kamu yang ngabisin".

"Iya...iya, ribet amat sih. Nanti aku beli dua botol. Satu buat aku, dan satu lagi buat kamu. Biar kembung kamu minum softdrink sebotol", jawab kawanku kesal.

Akupun mempercepat laju lariku, karena guru olah ragaku telah tampak berdiri di depan pintu gerbang sekolah sambil berkacak pinggang.

"Biarin deh capek dan haus, toh nanti pulang sekolah aku bakalan di traktir minum softdrink di Alfamart", kataku menghibur diri yang telah lelah dan penuh dengan keringat.

"Alfamart, tungguin aku yaaa...".

Bekasi, 1 November 2011.

Rifka Novia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun