Mohon tunggu...
Rifi Hadju
Rifi Hadju Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis Buku Min Turobil Aqdam (2018), Tadabbur Cinta (2019), Gadis Pattani Dalam Hati (2019)

Rifi Hadju adalah nama panggung saya. Aslinya, saya Ade Rifi. Lahir di Surabaya, 21 Februari, dua puluh sekian tahun yang lalu. Saat ini sedang berkuliah di Universitas Muhammadiyah Surabaya, menempuh prodi Pendidikan Bahasa Inggris. Baru sejak tahunan lalu memiliki ketertarikan di dunia kepenulisan, terutama pada irisan sastra. Sekarang disibukkan bertengkar dengan diri sendiri.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Bonek dalam Perspektif yang Lebih Paripurna

13 Januari 2020   20:26 Diperbarui: 18 Januari 2020   15:34 1624
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bertajuk Mbonek Bareng Cak Nun "Noto ati, Ngukir Prestasi", Mbah Nun & KiaiKanjeng diperjalankan untuk membersamai Bonek dan Persebaya di Stadion Gelora Bung Tomo, Sabtu (11/01/20). Sekira ba'dah maghrib, Mbah Nun, KiaiKanjeng, Azrul Ananda as a President of Persebaya, Bapak Kapolrestabes Surabaya dan Bapak Danrem telah rawuh di atas tata panggung yang berbeda sama sekali seperti Sinau Bareng CNKK lazimnya.

Sebab perhitungan kemudahan transisi dari A ke B, panggung Sinau Bareng berkompromi di-setting sedemikian rupa sejajar dengan tinggi tribun stadion. Bonek melingkari panggung, patuh dengan konstruksi tribun yang melingkar.

Space seukuran lapangan sepak bola, membuat agak kesulitan untuk berkomunikasi dua arah. "Kita punya kesulitan karena luasnya stadion ini. Sehingga tidak bisa berkomunikasi secara instan. Harus ada delay-delay," ujar Mbah Nun. Namun, kesulitan itu tampak saling dicari kemudahan formulasinya secara bersama-sama.

Mbah Nun pun tampak berbeda pula. Sinau Bareng yang dihadiri puluhan ribu Bonek dalam birai Forever Game melawan Persis Solo itu, Mbah Nun mengenakan jersey pramusim Persebaya yang gamblang bertuliskan "Wani". Begitupun personil KiaiKanjeng yang kompak teduh mengenakan kaus hijau bertuliskan 'Kami Haus Gol Kamu'.

Perlu diketahui, kalimat 'Kami Haus Gol Kamu' adalah slogan lawas Persebaya di era 80-90-an atas cetusan Dahlan Iskan yang juga ayahanda dari Azrul Ananda.

KiaiKanjeng membuka Sinau Bareng dengan nomor rasa syukur dan matur nuwun kepada Allah Swt dan Kanjeng Nabi Muhammad Saw atas limpahan cinta dan kasih sayangnya kepada hamba dan umatnya.

Kemudian, KiaiKanjeng menyambungkan dengan anthem Song For Pride, lagu wajib Persebaya yang reaksional diikuti oleh puluhan ribu Bonek yang hadir.

Lek Aku Bonek, Terus Kudu Lapo?

Bonek memiliki keunikan dan perbedaan tersendiri. Dalam dunia sepak bola, Bonek hadir membawa warna yang sama sekali berbeda. 

Berbeda dengan pendukung sepak bola tim lain, Bonek justru lahir tanpa disengaja, tanpa struktur organisasi baku. Lamun Bonek justru lahir karena nilai-nilai yang menggumpal ketika mereka bersama, walaupun sejatinya Bonek sungguhlah cair.

Bonek adalah pendukung sepak bola pertama dan terbesar di Indonesia. The first and the biggest.

Sejak puluhan tahun lalu, Bonek hadir dengan membawa nilai-nilai ke-Suroboyo-an yang diperkenalkan kepada publik Surabaya, Jawa Timur, dan daerah-daerah di Indonesia yang mereka kunjungi bersama laga-laga yang dijalani Persebaya. Dimana Persebaya berlaga, disitu Bonek pasti ada.

Karakteristik Bonek kental dengan sosio-kultur-budaya Surabaya. Tidak salah rasanya menyebut Bonek sebagai 'wajah'-nya Surabaya. Perjalanan panjang, asam-pahit pedas-manis sudah Bonek rasakan. 

Mereka kenyang dengan kejayaan dan masa kelam. Bahkan, celetukan ala warung kopi diantara mereka, "kalau cuma urusan anarkis, Bonek sudah banyak sertifikatnya," memang begitulah kenyataannya. Bonek wis tuwuk dengan sambut haru. Bonek pula wis tuwuk dengan hujan batu.

Dipuja tidak terbang, dihina takkan tumbang. Bonek tidak lupa daratan dengan tepuk tangan. Bonek juga tidak lari dari kenyataan dengan laku buruk di antara mereka. "Lek salah ngomong salah, lek bener ngomong bener, iki Suroboyo, ojok ita-itu," ujar mereka dalam menghadapi pelbagai persoalan.

Kini Bonek tengah sibuk merevolusi diri, mengusahakan stigma baru, membangun nilai-nilai yang baru. Satu hal tampak, Bonek adalah satu-satunya pendukung sepak bola di Indonesia yang berinisiatif untuk urunan membangun panti asuhan sendiri. Panti Asuhan Bonek, namanya. 

Bonek juga memiliki peran aktif tatkala terjadi "kegiatan alam" di Indonesia. Yang terakhir, Bonek secara sukarela menggalang dana terhadap banjir yang menggenangi Jakarta. Yang notabenenya, Jakarta ialah kota rival bagi Bonek dalam dunia sepak bola.

Rupanya, Bonek memiliki kesadaran seperti yang dinyiahkan Mbah Nun pada saat Sinau Bareng CNKK di Polrestabes Surabaya 3 tahun lalu. Fungsi infanteri, artileri, kavaleri dan zeni mulai mereka jalankan secara alamiah. Bonek sebagai pendukung Persebaya, Bonek sebagai subjek sosial-budaya Indonesia, Bonek sebagai manusia dan Bonek sebagai makhluk yang beragama dan bertuhan.

Mbah Nun & Bondo Nekat

"Rek, anggetmu, koen tok ta sing Bonek iku? Masio aku yo Bonek, Rek. KiaiKanjeng yo Bonek, Rek...!" seru Mas Doni, vokalis KiaiKanjeng, dihadapan puluhan ribu Bonek yang menyambutnya dengan gemuruh tepuk tangan.

Seruan Mas Doni mengantarkan Bonek dalam perspektif yang lebih paripurna. Bahwa, Bonek tak sekadar ihwal sebagai kata benda (Pendukung Persebaya), namun juga mencakup kata sifat dan kata kerja.

Bondo nekat sebagai kata sifat dan kata kerja inilah yang acapkali kurang kita sadari potensi energinya sebagai bagian dari anugerah Allah Swt yang dipinjamkan kepada kita.

Bondo nekat adalah bahasa yang lahir dari roso. Kedalaman hati manusia Jawa, khususnya, dalam memberikan tetenger atau tanda terhadap suatu hal. 

Maka, secara apapun, bahasa Indonesia sekalipun, menurut saya, kurang mampu untuk memberikan jelentrehan terhadap akronim bondo nekat. Sebab, bondo nekat justru baru kita rasakan apabila kita sudah lebih dulu memahami apa itu roso.

Saya bukan orang yang belum memahami apa itu roso dan apa itu bondo nekat. Sempit yang saya (sok) ketahui, tombol bondo nekat baru akan bisa on jika kita telah lebih dulu menautkan kabel-kabel arus kita kepada Sumber Daya Arusnya.

Jika telah tertaut, yang selanjutnya dilakukan adalah mengikhlaskan sepenuhnya apapun hasil yang terjadi. Yang terpenting, ikhtiar sudah kita lakukan.

Sebagai makhluk yang ditugaskan untuk melakukan penelitian di laboratorium alam semesta, bondo nekat adalah senjata pamungkas yang dipinjamkan Allah Swt kepada manusia untuk menghadapi persoalan-persoalan di laboratorium sebelum secara ghaib kita habis masa tugasnya. 

Namun tentunya bahan-bahan bondo nekat yang dilakukan harus diramu ketepatannya agar mengembuskan efek yang positif, minim mubadzir-nya dan bukanlah bondo nekat yang tidak bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun sekitarnya.

Sumber: caknun.com
Sumber: caknun.com

Menurut saya. Salah satu yang bondo nekat itu ya Mbah Nun. Kita mafhum dan seringkali mendapatkan cerita-cerita perjuangan jalan kehidupan Mbah Nun ketika maiyahan. Beliau secara tersirat menunjukkan bahwa kenekatan adalah modal berharga dalam menjalani kehidupan.

Sebagai contoh. Beliau dengan wani-waninya membuang cangkul, meninggalkan kebun suburnya dan memilih menyingkir ke pelosok-pelosok desa, menerobos alas di pegunungan, sudut-sudut kampung, pesisir-pesisir laut, dan 4000 sekian lokasi bersama KiaiKanjeng dari jam 8 hingga parak subuh untuk nekat mengabarkan cinta dan kasih sayang melalui jalan kemesraan dan pengayoman.

Bahkan, dalam yuswo Mbah Nun yang dalam perhitungan duniawi harusnya sudah "pensiun" sejak tahunan yang lalu, Mbah Nun juga bondo nekat setia nan sepenuh hati menemani anak cucu yang makin hari makin berlipat ganda jumlahnya dan makin membumbung pula kerinduannya. Tak terkecuali kemarin, di Gelora Bung Tomo, dihadapan puluhan ribu Bonek yang ijo royo-royo.

Sebagaimana kepada anak cucu yang lainnya, Mbah Nun juga memiliki cinta kepada Bonek dengan segala ciri khas dan lika-liku perjalanannya. Bagi Mbah Nun, Bonek adalah potensi bagi kemajuan bangsa.

Bonek adalah api, Bonek adalah energi yang jika dihitung dengan resep yang tepat, Bonek akan menjadi cahaya bondo nekat bagi masa depan Indonesia yang kini tengah terlunta-lunta.

Tajuk Mbonek Bareng Cak Nun "Noto ati, Ngukir Prestasi" kemarin malam (11/01/20) sebelum dipungkasi oleh anthem Song For Pride, Mbah Nun mengajak seluruh yang hadir untuk Al-Fatihah bersama-sama. 

Mbah Nun juga mengajak untuk mengondisikan hati, memohon kepada Sang Maha Mengabulkan supaya kemenangan sejati menaungi Persebaya. Mbah Nun menutup dengan "Salam Satu Nyali" yang kemudian "Wani!" menyahut dari puluhan ribu suara yang menggema.

Hayya 'alal Falah Bonek & Persebaya!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun