Bondo nekat adalah bahasa yang lahir dari roso. Kedalaman hati manusia Jawa, khususnya, dalam memberikan tetenger atau tanda terhadap suatu hal.Â
Maka, secara apapun, bahasa Indonesia sekalipun, menurut saya, kurang mampu untuk memberikan jelentrehan terhadap akronim bondo nekat. Sebab, bondo nekat justru baru kita rasakan apabila kita sudah lebih dulu memahami apa itu roso.
Saya bukan orang yang belum memahami apa itu roso dan apa itu bondo nekat. Sempit yang saya (sok) ketahui, tombol bondo nekat baru akan bisa on jika kita telah lebih dulu menautkan kabel-kabel arus kita kepada Sumber Daya Arusnya.
Jika telah tertaut, yang selanjutnya dilakukan adalah mengikhlaskan sepenuhnya apapun hasil yang terjadi. Yang terpenting, ikhtiar sudah kita lakukan.
Sebagai makhluk yang ditugaskan untuk melakukan penelitian di laboratorium alam semesta, bondo nekat adalah senjata pamungkas yang dipinjamkan Allah Swt kepada manusia untuk menghadapi persoalan-persoalan di laboratorium sebelum secara ghaib kita habis masa tugasnya.Â
Namun tentunya bahan-bahan bondo nekat yang dilakukan harus diramu ketepatannya agar mengembuskan efek yang positif, minim mubadzir-nya dan bukanlah bondo nekat yang tidak bermanfaat baik untuk diri sendiri maupun sekitarnya.
Menurut saya. Salah satu yang bondo nekat itu ya Mbah Nun. Kita mafhum dan seringkali mendapatkan cerita-cerita perjuangan jalan kehidupan Mbah Nun ketika maiyahan. Beliau secara tersirat menunjukkan bahwa kenekatan adalah modal berharga dalam menjalani kehidupan.
Sebagai contoh. Beliau dengan wani-waninya membuang cangkul, meninggalkan kebun suburnya dan memilih menyingkir ke pelosok-pelosok desa, menerobos alas di pegunungan, sudut-sudut kampung, pesisir-pesisir laut, dan 4000 sekian lokasi bersama KiaiKanjeng dari jam 8 hingga parak subuh untuk nekat mengabarkan cinta dan kasih sayang melalui jalan kemesraan dan pengayoman.
Bahkan, dalam yuswo Mbah Nun yang dalam perhitungan duniawi harusnya sudah "pensiun" sejak tahunan yang lalu, Mbah Nun juga bondo nekat setia nan sepenuh hati menemani anak cucu yang makin hari makin berlipat ganda jumlahnya dan makin membumbung pula kerinduannya. Tak terkecuali kemarin, di Gelora Bung Tomo, dihadapan puluhan ribu Bonek yang ijo royo-royo.
Sebagaimana kepada anak cucu yang lainnya, Mbah Nun juga memiliki cinta kepada Bonek dengan segala ciri khas dan lika-liku perjalanannya. Bagi Mbah Nun, Bonek adalah potensi bagi kemajuan bangsa.