Sementara di Indonesia kasusnya berbeda. Sepanjang sejarah, hampir seluruh transformasi di Nusantara sebelum 1945 maupun setelah Indonesia berdiri tidak pernah lepas dari peran agama. Di masa jauh sebelum kemerdekaan misalnya, corak agama Hindu Budha begitu kental pada kerajaan-kerajaan seperti Kutai, Sriwijaya dan Majapahit. Ketika kemudian Islam menyebar, pusat kekuatan politik di Nusantara berpindah ke beberapa kesultanan seperti Demak, Banjar, Mataram dan Ternate. Resolusi Jihad KH Hasyim Asyari adalah salah satu contoh yang menunjukan peran keyakinan agama di masa perjuangan kemerdekaan.
Ketika Indonesia berdiri, pengaruh agama itu terterjemahkan misalnya, pada hadirnya NU, Parmusi, Partai Sarikat Islam Indonesia (PSII) dan Perti (Persatuan Tarbiyah Islamiyah), Partai Kristen Indonesia dan Partai Katolik dalam kontestasi perpolitikan Indonesia. Keyakinan agama jugalah yang ikut berperan melawan pengaruh dan anasir PKI yang pada gilirannya mengantarkan kita kepada transisi dari Orla ke Orba. Saat reformasi datang, banyak partai yang mendapat inspirasi dan basis pemilih berdasar keyakinan agama, membentuk diri. Hari ini beberapa mungkin telah hilang, tapi beberapa di antaranya tetap kokoh dan tiada berhenti berperan.
Catatan sejarah yang demikian bersanding dengan prinsip Keesaan Tuhan yang termaktub baik dalam Pancasila maupun Undang Undang Dasar. Dan atas dasar semua ini agaknya sulit untuk tidak bersetuju dengan pernyataan Mentri Agama. Setidak-tidaknya untuk saat ini.
Sumber : frontier.net
plato.standford.edu
wikipedia.org
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H