“Simple. Saya legowo, mengucapkan selamat bagi yang terpilih, kembali meneruskan hidup sebagai pengusaha, menjalankan bisnis, dan tetep bermanfaat bagi yang lainnya. Terutama temen-temen UMKM yang bagaimana formulanya harus saya dorong agar kemudian mereka ini bisa perlahan-lahan naik kelas,” beber Tom Liwafa.
“Apa tidak ada pikiran buat menggugat ke mahkamah partai atau MK?”
“Hidup itu tentang menentukan pilihan. Apabila memang worst-scenario adalah ternyata saya harus kalah secara fair, saya terima. Sebaliknya, apabila memang saya kalah dengan penuh kejanggalan, saya pasti mempertimbangkan. Pasti, untuk menggugat dan mempertahankan apa yang menjadi hak saya itu keharusan. Tapi kembali lagi, dalam berpolitik ini saya ingin banyak mendapat teman. Saya ingin bersahabat dengan siapa saja. Satu musuh terlalu banyak. Apalagi apabila misalkan ternyata yang saya gugat atau mungkin yang menggugat saya adalah Pak Sungkono. Lah beliau itu senior saya di PAN. Jadi saya juga harus sadar diri. Malah saya harus belajar banyak ke beliau.”
“Kalau berhasil?”
“Pertama saya juga gak boleh untuk kemudian glorifikasi. Itu gak baik, akan melukai teman-teman yang belum dapat kesempatan lolos. Harus tetap membumi. Terkait what will I do, tinggal dilihat saja, saya bisa menjalankan amanah apa tidak. Toh, gagasan yang nanti saya bawa ke kursi dewan, sebenernya sudah saya lakukan semua. Pemberdayaan UMKM, digitalisasi, kreatifitas anak muda, dan lain-lain itu. Ini kan soal bagaimana saya bisa mengamplifikasi hal itu jadi semakin masif. Prototype-nya sudah jalan. Dan tentu ini tentang saya menjadi jembatan aspirasi warga Surabaya-Sidoarjo untuk kemudian memproduksi kebijakan yang berpihak pada kesejahteraan.”
Hendak saya menganga, Tom Liwafa menyambung kata, “begini loh. Ini kan saya ini bukan calon yang ‘kalau nanti saya jadi saya akan begini, saya janji begitu’. ’Kan tidak. Semuanya sudah saya lakukan. Hanya ya itu tadi, soal amplifikasi, meningkatkan kualitas dan kuantitas kebermanfaatannya.”
Lantas sejenak kami berdua terhening. Tak lama kemudian gawainya berdering, ada panggilan dari sahabatnya yang mengucapkan selamat atas lolosnya Ia ke Senayan. Sembari menunggu usai, Saya juga merengkuh gawai dan mencoba mencari infografis perolehan suara di Jatim Dapil I.
“Gimana Mas Tom dengan 69.243 suara dan menduduki kursi keempat Sainte Lague?” lanjut saya sambil menunjukkan infografis di layar gawai saya.
“Itu tidak lepas dari masyarakat yang menaruh kepercayaannya di pundak saya. Artinya apa, saya sebagai anak muda yang dipercaya untuk bisa membawa suatu kebaikan bagi kalangan luas, tentu rasa terima kasih saya tidak berhenti pada kata. Tapi bagaimana kemudian nantinya saat memang saya ditakdirkan ke Senayan, saya bisa menjadi jembatan yang baik bagi masyarakat agar segala harapan bisa menjadi kenyataan.”
"Fix ke Senayan ya ini berarti Mas?”
Tom Liwafa menimpali dengan simpul senyum, “doakan saja ya yang terbaik,” timpalnya sembari izin memungkasi pembicaraan karena hendak bersiap bergegas tarawih.