Dan penumpang lain hanyalah sebagai peran pembantu saja, termasuk diriku, kami bukan pengamat, tapi hanya penonton dengan balada kehidupan mereka. Kini adalah bulan September, libur sekolah sudah usai, tanggal merah di klender, sudah jarang ditemukan, lebaran pun sudah terbang, pergelaran tabuik sudah selesai, disertai dengan pengunjung pantai berkurang drastis. Tentu akan berdampak pada penjualan mereka, yang hanya mengharapkan wisatawan yang datang. Hari sabtu dan Minggu lah yang menjadi harapan mereka, karena pengunjung ramai dari Padang dengan kereta api. Hari itu kami sama-sama menumpang angkot kuning jurusan Pariaman-Sungai Limau itu. Supir angkot pun mengeluh karena kurangnya penumpang, Atek-Etek dan Mandeh-Mandeh juga mengeluh karena dagangan mereka tidak laku karena kurangnya pengunjung yang berwisata.Â
Mereka bahkan rela berjalan dari Pantai Gandoriah ke Talao Pauh, sampai Penangkaran Penyu yang jaraknya tidak bisa dibilang dekat. Apalagi ditempuh  dengan berjalan kaki. Kondisinya pun sama yaitu sepi pengunjung. Meskipun tidak seberapa penghasilan yang didapat hari itu, tapi mereka selalu menunjukkan wajah gembira, riang dengan celotehan dan canda tawanya. Padahal menyimpan gundah gulana, dipenuhi beban pikiran, dengan apa iuran SPP anak akan dibayar, dan makan dengan lauk apa malam nanti. Tidak berbeda dengan fitri, rumah makan tempatnya bekerja juga memiliki kondisi yang sama, sepi pembeli. Upik pun tak tahu beritanya lagi, kabarnya dia sudah resign dari tempatnya bekerja, setelah dijodohkan dengan pemuda yang bekerja di bengkel, cuma itu berita yang terakhir aku aku dapat. Jadi aku tidak bisa melihatnya lagi.
Virus Korona, yang awalnya ada di kota besar, sekarang sudah menyerang kota kecil kami. bahkan pemerintah pun menetapkan lockdown, sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Kami wajib bekerja secara, Work From House alias WFH. pasar, kantor, sekolah, tempat wisata, dimana pantai yang seharusnya ramai pada bulan ini, terpaksa harus dikosongkan, demi menjaga kesehatan penduduknya. Akan selalu ada pemeriksaan, di setiap batas kota yang dilalui oleh pengendara. Aku memikirkan bagaimana nasib, saudara-saudara yang satu angkot itu dengan ku. Penghasilan yang mereka dapat, biasanya habis pada hari itu juga.Â
Sampai kapankah Covid-2019 ini akan berakhir, agar kita semua dapat beraktivitas seperti biasanya. Aku sungguh rindu dengan teman-temanku, etek dan mandeh dalam angkot kuning yang ceria, yang selalu saja ada bahan cerita yang dibahas dan ditertawakan. Kemanakah mereka mencari rezeki pada pagi ini.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H