Mohon tunggu...
Rahman Sulaiman
Rahman Sulaiman Mohon Tunggu... -

Kopo Bandung

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Berita Resah dari Desa

23 Oktober 2012   05:53 Diperbarui: 24 Juni 2015   22:30 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

BERITA RESAH DARI DESA

desa!

desa adalah!

nama yang slalu dikenang banyak orang

pada masa lalu

desa slalu saja dibicarakan!

sumber keindahan pesona alam dan berbagai romantika kehidupannya

keluguan warga yang slalu berharap akan keharmonisan

kita slalu mendengar dongeng tentang desa

yang masyarakatnya!

“gemah ripah lohjinawi, tukul tanpa tinandur lan murah tanpa tinuku”

desa itulah sejarahmu dulu!

dan bahkan!

kita pun juga dari desa

tetapi desa sekarang ini!

slalu saja diperdebatkan dan dirisaukan

dianggap menjadi beban pembangunan dan peradapan

menjadi sumber petaka dan malapetaka

masyarakatnya tambah miskin

tambah pengangguran

tambah beban yang tak mudah diselesaikan

bahkan desa sekarang ini!

tlah menjadi keranjang sampah wabah penyakit

dan berbagai sumber ketidakberdayaan

orang desa hanya menonton dirinya sendiri

tentang derita yang mereka lalui

hari demi hari!

semakin mengerikan

semakin tidak ada yang berharga tentang tentang desa

kecuali sebongkah tanah yang penuh dengan

bekas-bekas tanah gesang

bekas-bekas tambang

bekas-bekas limbah

bekas-bekas rosokan tenaga yang tergadaikan di kota-kota

di manca negara menjadi tenaga kerja yang tidak pernah mendapat upah layak

dan haknya secara politis

itulah desa!

yang banyak orang mengambil sisi lemah dari desa

desa slalu menjadi bagian dari janji-janji

kepada semua orang yang ingin mencari ambisi pribadi !

mulai dari pejabat, pengusaha, akademisi, asosiasi, peneliti dari peri sampai tinggi

slalu saja menyuarakan janji-janji

atas nama pembangunan melakukan perencanaan pembangunan

yang orang desa sendiri tidak gerti

seakan mereka lebih paham dan ngerti

berlagak mencari simpati dan empati

semua dengan cara atas nama

desa!

bahkan kita pun!

juga bagian yang tlah membiarkan mereka

melakukan tindakan yang salah memperlakukan desa

mereka menguras sumber alam dan sumber daya manusia

tanpa nilai dan harga!

apa yang ada di desa,

bagi mereka tidak berguna

bahkan bagi desa!

tanah yang menjadi bagian hidup mereka

bagai ”sadumuk bathuk sak nyari bumi” tanah ”tumpah darah”!

mudah saja mereka merekayasa

tanah tergaikan dengan pabrik-pabrik, gundul jadi gersang dan garang

yang ada di desa!

hanya banjir dan tanah longsor

alam desa menjadi garang, marah dan meronta membunuh

para warga desa yang tak berdosa!

orang desa menangis sedih dan pedih kepada anak-anaknya

”nak aku tidak lagi mampu biaya kamu berobat!, sekolahmu!, pakaianmu, rumahmu!

terserah kamu!

aku tidak tahu!

apakah kamu bisa hidup di desa ini!

karna hasil kerja di desa ini tak laku dijual untuk bekal hidupmu

aku lelah dan menyerah dengan kehidupan serbah susah ini”

orang desa tenggelam dalam kegelapan

mereka tidak lagi punya harapan

mereka menyalahkan diri sendiri tidak tahu dan menyerah

mereka kehilangan semangat dan daya cipta

sorot matanya kosong

tubuhnya lemas

dan menanti sebuah pembelaan

harapan kepada orang-orang yang mempunyai kepedulian

harapan bagi orang mempunyai kepedulian

tapi siapakah mereka?

yang akan mau berkorban!

pada orang yang terkalahkan dan menyerahkan dalam ketidaktahuan!

apakah kau!

apakah kamu!

kalau tidak kau dan tidak kamu

lalu siapa?

Purwoko, 02 Juli 2007


SUPPORT the UNSecureD,


NB:

Penjelasan

 Gemah ripah lohjinawi, tukul tanpa tinandur lan murah tanpa tinuku artinya kaya raya, tumbuh tanda perlu menanami dan murah tanpa harus beli (gambaran desa)

 sadumuk bathuk sak nyari bumi sumpah petani jawa artinya akan dibela sampai ajal sekalipun

 tumpah darah artinya tanah kelahiran

 Istilah bahasa Jawa perlu dibuat bahasa lokal atau slogan-slogan lokal yang mempunyai makna yang sama

INFO BANDUNG

Konsumen Cerdas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun