Mohon tunggu...
Rifan Abdul Azis
Rifan Abdul Azis Mohon Tunggu... Penulis - duduak samo randah tagak samo tinggi

duduk sama rendah berdiri sama tinggi

Selanjutnya

Tutup

Politik

Proyek Infrastruktur Membawa Petaka, Bandung Banjir Hebat

24 Oktober 2016   22:06 Diperbarui: 23 Januari 2017   14:48 306
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

Kajian Sementara Fakta Penyebab Banjir di Wilayah Pasteur dan Wilayah : (Walhi Jawa Barat)


 1.Salah Urus Wilayah dan Ruang DAS di Kota Bandung Yang Ditandai Alih Fungsi Kawasan Tangkapan Air/Resapan/Tutupan Hijau KBU  Yang Masuk Wilayah Kota Bandung (Kec Sukasari, Sukajadi, Cicendo, Astana Anyar, Andir). Bukan, Disebabkan Oleh Air Kiriman dari Wilayah Lembang (Bandung Barat) Karena Aliran Air dari Lembang Bandung Barat Sebagian Besar Mengalir Ke Sungai Cikapundung Bukan Sungai Citepus. 


 2.Menurunnya Daya Dukung dan Daya Tampung DAS Citepus  (Beserta Anak Sungainya Seperti Sungai Cikalintur, Cianting, Cikakak, Ciroyom, Cibeureum) Di Hulu dan Tengah Berupa Alih Fungsi Lahan Resapan, Penyempitan dan Pendangkalan Sungai Oleh Bangunan Komersil dan Pemukiman dan Penyumbatan Oleh Sampah. 


 3.Sistem Drainase Perkotaan Yang Buruk Yang Tidak Pernah Diurus dan Ditata Selama Puluhan Tahun Lamanya

 

Tepat siang sekitar pukul 11.30 hingga 13.30 terjadi banjir di Jalan Pasteur Bandung, tepatnya didepan pusat perbelanjaan Bandung Trade Center (BTC). Ada beberapa dugaan terkait terjadinya banjir ini, antara lain dugaan buruksinya sistem drainase dijalan Paster (Antaranews.com 24/10/16). Banjir di Kota Bandung hari ini dapat dibilang merupakan yang paling parah, ketinggian air sampai hingga 160cm, bahkan mobil terbawa arus.

Banjir juga terjadi di Jalan pagarsih dengan tinggi air 150 cm sampai menyeret mobil, dan Jalan Nurtanio setinggi 120 cm (cnnindonesia.com 24/10/16 ). Tragedi ini sontak menjadi perbincangan media sosial sebagaimana kicauan Ridwan Kamil (RK) yang saat banjir menerjang berada di Belanda. Akibat dari banjir Bandung ini ratusan rumah terendam bahkan pagar SMAN 9 pun tak urung jadi terjangan banjir hingga jebol (BPBD Provinsi Jawa Barat). 

Tampaknya beberapa titik di Kota Bandung yang mendapat terjangan banjir dahsyat hari ini berhubungan dengan beberapa proyek infrastruktur yang terus dibangun, termasuk juga pembangunan gedung-gedung yang tidak memperhatikan dampak terhadap lingkungan dan proyek infrastruktur yang terus dilakukan oleh pemkot Bandung. 

Baca juga: Cegah Banjir dan Longsor, Hentikan Pembangunan di KBU  (Berita 16 Oktober 2016)

Langkah politik yang dilakukan seakan menabrak pentingnya dampak lingkungan yang seolah diatur oleh berbagai perjanjian-perjanjian ekonomi maupun investasi luar negeri yang diterima oleh RK demi merealisasikan target-target pembangunan dimasa jabatannya sebagai Walikota. Opsi perjanjian dengan swasta yang mengadopsi konsep PPP misalnya telah mengeliminir pertimbangan dampak lingkungan ini. 

Tentu saja prioritas utama tatkala Pemkot Bandung berkerjasama dengan swasta maka hal yang menjadi pertimbangan utama adalah orientasi profit bagi perusahaan. Bagaimana mungkin orientasi profit ini mampu mengoptimalkankemaslahatan bagi masyarakat? Atau mengoptimalkan penjagaan terhadap berbagai bencana yang terjadi dikota Bandung? 

Jangankan pertimbangan lingkungan, banyak gedung di Kota Bandung tak peduli dengan IMB nya dalam mendirikan bangunan bertingkat,  Sebanyak 13 bangunan bertingkat di Kota Bandung disinyalir tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB) atau tidak sesuai izin yang dikeluarkan (Pikiran Rakyat).

Lalu kesalnya masyarakat Kota Bandung dengan kondisi macet yang kian parah, malah semakin diperkeruh dengan adanya banjir ini dimana justru sebabnya adalah pada pembangunan infrastruktur di Kota Bandung yang kontraproduktif dan sarat dengan kepentingan pemilik modal. Dampak ketidakseriusan ini adalah tentu saja pembangunan yang tidak bekerja dengan semestinya. Banjir yang menerjang Gedebage beberapa bulan lalu misalnya ditengarai karena drainase yang tidak berfungsi. 

Beberapa indikasi Banjir dijalan pasteur pun dinilai serupa, yakni sistem drainase yang buruk. Pakar Tata Kota dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Denny Zulkaidi menuturkan ada berbagai macam faktor penyebab banjir yang terjadi di Kota Bandung, salah satunya ialah minimnya jumlah drainase di kota tersebut. Selain itu, lahan serapan air yang semakin minim adalah salah satu dampak dengan maraknya pembangunan-pembangunan di Kota Bandung ini dan juga lahan pertanian yang semakin berkurang. 

Kita juga tidak boleh lupa mengenai lahan serapan di kawasan bandung utara yang semakin tergerus. Kondisi demikian adalah wujud ketidakberpihakan Pemerintah Kota dalam mengantisipasi dampak lingkungan. Perlu disadari bahwa lahan-lahan produktif tidak saja menghasilkan produk pertanian semata tetapi juga sebagai penyeimbang ekosistem dan ekologi lingkungan. Inilah yang perlu dipertanggungjawabkan oleh Pemkot Bandung tatkala bencana Banjir menimpa masyarakat.

Baca juga: Banjir di Bandung sudah Diingatkan Sebelumnya

Tampaknya problem banjir ini berpusat kepada kebijakan pemkot sebagai biang masalahnya. Kebijakan pemkot tidak terorientasi kepada apa-apa yang mendatangkan kebaikan bagi masyarakat tetapi malah berorientasi profit yang mendatangkan keuntungan bagi segelintir pihak yaitu para kapitalis. Hal tersebut sangat jelas terpambang diberbagai pembangunan baik gedung-gedung bertingkat dan infrastruktur perkotaan. 

Target-target pembangunan pun sangat sarat dengan pencitraan RK yang memimpin dalam jangka 5 tahun sekali. Hal tersebut tentu memaksa kepemimpinannya harus dijadikan sebagai percontohan yang tidak memiliki sisi kritik, terlebih orientasi profit tidak hanya hinggap dalam kapitalisasi sektor kehidupan, namun juga menyoal citra, tampaknya RK terjebak dengan upaya pencitraan yang terus dilakukan demi profit pamor dan elektabilitas dihadapan publik. 

Banjir Bandung telah membelalakan mata kita bahwa ada yang tidak beres dengan pembangunan di Kota Bandung dan juga terjadinya persengkokngkolan diantara pejabat publik dan swasta dalam mengurus Kota Bandung . Maka sudah seharusnya, RK mengevaluasi kembali secara penuh sistem kebijakannya, atas dasar apa kebijakan tersebut dilahirkan, dan untuk tujuan apa berbagai kebijakan dan pembangunan itu direalisasikan?

Penulis memandang, pembangunan infrastuktur dan pembangunan kota telah melenceng dari garis yang semestinya. Pemkot seolah mengejar setoran dengan jangka kepemimpinan 5 tahun itu. Hal demikian tampak terbukti langkah-langkah RK yang selalu pergi kesana-kesini mencari modal dan mengemis kepada investor-investor asing demi membangun infrastuktur di Kota Bandung. 

Tanpa ada pertimbangan apakah urgent tidaknya pembangunan itu, dampak lingkungan yang terus dieliminir, peraturan yang dibuat pemerintah sendiri yang terus ditabrak, dan juga upaya menghalalkan berbagai cara demi teralisasikannya target-target pembangunan seolah mengisyaratkan bahwa ‘pembangunan’ yang dilakukan hanya demi pencitraan kepemimpinan Walikota Bandung ini.

Perspektif Islam telah menjawab soal terkait infrastukuktur yaitu kapan dapat dibangun dan kapan harus dibangun. Dari sisi kepentingan, hal ini berkaitan dengan proyek-proyek yang dipandang itu penting  atau tidak bagi kemaslahatan umat. Dalam pandangan syariah perlu dan tidaknya ini dipertimbangkan terhadap apakah proyek tersebut ketidakadaannya akan menimbulkan bahaya atau tidak. Disebutkan dalam salah satu Hadits:

لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ

Tidak boleh ada madarat/bahaya dan tidak boleh ada yang membahayakan (HR Ibn Majah, Ahmad, ad-Daraquthni)

Maka, jika proyek itu ketidakberadaannya akan menimbulkan bahaya, maka Pemerintah harus mengerjakan proyek tersebut, dan juga dengan melihat dan mengkaji seberapa besar dana yang dibutuhkan. Sehingga dapat mempertimbangkan pendanaan dalam Baitul Mal. Jika tidak ada harta dalam Baitul Mal, Pemerintah mewajibkan pajak terhadap umat sebesar jumlah yang mencukupi untuk membangun proyek-proyek tersebut. 

Namun, bila penarikan pajak tersebut membutuhkan waktu yang lama maka Pemerintah dibolehkan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari negara asing yang berdamai maupun perseroan dengan mengimpor alat-alat dan instrumen yang dibutuhkan dalam pembangunan proyek dengan harga yang telah ditangguhkan melalui transaksi jual beli, bukan dengan riba atau PPP.

Dari sisi kebijakan, tentulah Pemkot yang merupakan bagian integral dari sistem demokrasi yang diadopsi oleh negara membuat susah suatu kebijakan lahir. Kebijakan Pemkot harus bertarung lebih dahulu dengan berbagai macam kepentingan, entah kepentingan individual, kelompok bahkan kepentingan pebisnis kapitalis yang cenderung orientasi profit. 

Alhasil, kebijakan yang lahir adalah kebijakan yang cacat dalam melayani ummat bahkan masyarakat. Ini adalah hal yang tidak relevan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan ideal masyarakat apalagi memenuhi tuntutan agama (Islam). 

Atas dasar itulah, penulis menghimbau kepada masyarakat Kota Bandung bahwa kepengurusan umat seharusnya diserahkan kepada orang yang memimpin dengan menjadikan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai rujukan dalam menurunkan kebijakannya. Sehingga, kebijakan-kebijakan yang terlahir adalah kebijakan yang di ridhai oleh Allah SWT.

Dengan upaya itu kita dapat menghindari kemurkaan dari Allah, kedatangan marabahaya, bencana seperti sekarang, dan sebagainya. Namun upaya memunculkan pemimpin yang menjadikan Al-Quran dan As-Sunah sebagai rujukan tidak akan ada dalam sistem demokrasi yang menjadikan tangan manusia sebagia tuhan pembuat Undang-undang. 

Pemimpin yang adil itu, Pemimpin yang menerapkan al-Quran dan as-Sunnah, akan lahir tatkala ia memimpin dan menjalankan aktivitas kepemimpinannya dalam sistem pemerintahan khilafah yang menjadikan Islam sebagai acuan utama dalam mewujudkan tatanan realitas kehidupan termasuk pembangunan. Dengan demikian, Insya Allah Bandung menjadi daerah yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr (negeri yang subur dan makmur, adil dan aman) dikarenakan rakyat dan pemimpinnya taat kepada sang Pencipta dengan menerapkan syariah dan khilafah.

 

ditulis oleh: Saifal S.ST - Ketua DPM TEDC Bandung Periode 2014-2015

disunting oleh: Rifan Abdul Azis - Mahasiswa Universitas Pendidikan Indonesia

 

berita terkait:

Pemkot Bandung Keliru Bangun Trotoar dan Gorong-gorong, Banjir Cileuncang Diprediksi Makin Parah   

Banjir Cileuncang Menerjang, DPRD Jabar Anggap Pembangunan di Kota Bandung Salah Kaprah   

BERITA FOTO : Banjir Merendam Kota Bandung (Beserta Kritik Netizen Kpd RK)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun