Perspektif Islam telah menjawab soal terkait infrastukuktur yaitu kapan dapat dibangun dan kapan harus dibangun. Dari sisi kepentingan, hal ini berkaitan dengan proyek-proyek yang dipandang itu penting atau tidak bagi kemaslahatan umat. Dalam pandangan syariah perlu dan tidaknya ini dipertimbangkan terhadap apakah proyek tersebut ketidakadaannya akan menimbulkan bahaya atau tidak. Disebutkan dalam salah satu Hadits:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
Tidak boleh ada madarat/bahaya dan tidak boleh ada yang membahayakan (HR Ibn Majah, Ahmad, ad-Daraquthni)
Maka, jika proyek itu ketidakberadaannya akan menimbulkan bahaya, maka Pemerintah harus mengerjakan proyek tersebut, dan juga dengan melihat dan mengkaji seberapa besar dana yang dibutuhkan. Sehingga dapat mempertimbangkan pendanaan dalam Baitul Mal. Jika tidak ada harta dalam Baitul Mal, Pemerintah mewajibkan pajak terhadap umat sebesar jumlah yang mencukupi untuk membangun proyek-proyek tersebut.
Namun, bila penarikan pajak tersebut membutuhkan waktu yang lama maka Pemerintah dibolehkan untuk mendapatkan fasilitas kredit dari negara asing yang berdamai maupun perseroan dengan mengimpor alat-alat dan instrumen yang dibutuhkan dalam pembangunan proyek dengan harga yang telah ditangguhkan melalui transaksi jual beli, bukan dengan riba atau PPP.
Dari sisi kebijakan, tentulah Pemkot yang merupakan bagian integral dari sistem demokrasi yang diadopsi oleh negara membuat susah suatu kebijakan lahir. Kebijakan Pemkot harus bertarung lebih dahulu dengan berbagai macam kepentingan, entah kepentingan individual, kelompok bahkan kepentingan pebisnis kapitalis yang cenderung orientasi profit.
Alhasil, kebijakan yang lahir adalah kebijakan yang cacat dalam melayani ummat bahkan masyarakat. Ini adalah hal yang tidak relevan dalam memenuhi kebutuhan dan keinginan ideal masyarakat apalagi memenuhi tuntutan agama (Islam).
Atas dasar itulah, penulis menghimbau kepada masyarakat Kota Bandung bahwa kepengurusan umat seharusnya diserahkan kepada orang yang memimpin dengan menjadikan Al-Quran dan As-Sunnah sebagai rujukan dalam menurunkan kebijakannya. Sehingga, kebijakan-kebijakan yang terlahir adalah kebijakan yang di ridhai oleh Allah SWT.
Dengan upaya itu kita dapat menghindari kemurkaan dari Allah, kedatangan marabahaya, bencana seperti sekarang, dan sebagainya. Namun upaya memunculkan pemimpin yang menjadikan Al-Quran dan As-Sunah sebagai rujukan tidak akan ada dalam sistem demokrasi yang menjadikan tangan manusia sebagia tuhan pembuat Undang-undang.
Pemimpin yang adil itu, Pemimpin yang menerapkan al-Quran dan as-Sunnah, akan lahir tatkala ia memimpin dan menjalankan aktivitas kepemimpinannya dalam sistem pemerintahan khilafah yang menjadikan Islam sebagai acuan utama dalam mewujudkan tatanan realitas kehidupan termasuk pembangunan. Dengan demikian, Insya Allah Bandung menjadi daerah yang baldatun thayyibatun wa rabbun ghafûr (negeri yang subur dan makmur, adil dan aman) dikarenakan rakyat dan pemimpinnya taat kepada sang Pencipta dengan menerapkan syariah dan khilafah.