Apa yang diceritakan Pak Sunar, sepertinya pernah saya baca di sebuah majalah misteri tentang asal-usul lagu Nina Bobok. Entah  di mana itu. Namun ngomong-ngomong, kenapa saya merinding?
***
Angin malam masuk dari jendela. Tirai terhempas-hempas? Malam cukup dingin. Mungkin akan turun hujan lebat.
Saya menyeduh teh jahe, lalu serius menghadap komputer. Selintas saya seperti melihat seorang perempuan berbaju putih dan berambut panjang melintasi jendela. Mungkin saja itu tipuan mata. Saya kembali mengetik kata demi kata, hingga sayup-sayup mendengar suara perempuan bersenandung, "Nina bobok  oh Nina bobok. Kalau tidak bobok digigit nyamuk."
Ini benar-benar gila. Saya semakin berimajinasi mendengar senandung itu. Tapi tak lagi setelah mendengar suara lengkingan tawa. Saya mendelik. Lengkingan tawa itu berasal  dari gudang. Haruskah saya takut? Seorang novelis horor memiliki rangkap keberanian atau tepatnya cenderung nekad. Bersenjatakan senter ponsel, saya menuju gudang.
Suara lengkingan itu berubah kembali menjadi senandung. Seumur-umur saya belum pernah mengalami kejadian menyeramkan seperti ini
Perlahan saya membuka pintu gudang. Senandung itu berhenti. Saya melihat sebuah boneka tergantung di langit-langit gudang. Lehernya berdarah. Dia perlahan-lahan bersenandung lagu Nina Bobok. Tubuh saya kejang. Saya berusaha berlari sekencangnya. Si boneka terbang, lalu mencekik saya.
"Tolong!!!
"Cut! Syuting cukup sekian. Bungar, besok kita lanjut lagi." Seorang lelaki merapikan alat-alat di depannya.
Tiba-tiba tubuh saya ringan. Saya bersenandung, "Nina bobok oh Nina bobok. Kalau tidak bobok digigit nyamuk."
Orang-orang semua berteriak, "Barung kesurupan! Barung Kesurupan!"
***
"Jadi itu sebabnya kamu memilih pindah menjadi aktor film komedi?" Bahar menyesap kopinya yang sudah dingin. Saya terlalu lama bercerita.
"Ya, saya tak ingin kesurupan lagi. Dan saya ingatkan para aktor dan aktris yang ngebet membintangi film horor, jangan sekali-kali menyenandungkan lagu Nina Bobok saat sendirian."