Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Gang Sayang

21 September 2019   11:47 Diperbarui: 21 September 2019   12:36 181
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Jangan ibu. Tapi, sayang."

Kontan aku melihat ke pintu ruang tamu. Tanda-tanda istri muncul dengan semangkok godo-godo, sepertinya belum ada. Perempuan yang duduk di hadapanku mulai mengoceh. Dari suaminya yang tentara, dan jarang pulang seperti Bang Toyib. Juga kucingnya yang baru melahirkan tiga ekor. Semua kompak belang tiga. Plus rendang jengkol. Dia menawarkan makan malam di rumahnya.

Aku hanya bisa terpelongo mendengar si ibu sayang mengoceh tidak berhenti. Aku  mengimbanginya dengan berhe-eh dan iya. Setelah dia pergi, ternyata es kacang darinya itu enak tuenan. Rasa gerahku langsung minggat. Aku pergi ke dapur sekadar berbagi es kacang merah dengan istri.

Tapi apa yang kulihat, seekor buaya betina sedang mencangkung di depan kompor sambil mencabik-cabik godo-godo. Eh, maaf, bukan buaya maksudku, tapi istri. Tingkahnya yang ganas melebihi buaya, apalagi matanya memerah menyamai ikan busuk, membuat nyaliku ciut. Sadarlah aku dia sebenarnya sudah melihat  drama satu babak di teras tadi. Di mana aku seperti kerbau dicucuk hidung, terpesona melihat si ibu sayang.

Perlu kujelaskan, aku sebenarnya tidak terpesona melihat perempuan itu. Aku hanya terkejut melihat ada manusia semacam dia, hidup pula. Tapi, beribu pun alasanku, istri hanya memasang telinga yang bolong. Maksudku, kata-kata memang dia dengar, misalnya dengan telinga kanan. Setelah itu akan bablas ke telinga kiri. Begitu pula sebaliknya. 

Ibaratnya, apa pun alasanku tidak lebih setumpuk sampah yang harus dibuang. Istri kalau sedang cemburu, tidak pernah mau check ang recheck. Karena check and recheck  hanya ada di televisi. Bukan di dunia nyata. Maksudku nyata di depan mata kami.

Yakinlah aku, akan ada telor dan nasi setengah gosong di bawah tudung saji. Itu hanya kode dari istri. Artinya, kalau aku macam-macam, maaf, siap-siap telorku akan dibuatnya setengah gosong.

Juga ada gulai berasa garam. Bukan berarti istri tidak  doyan masak. Dia ratu masakku yang terbaik selama ini, sehingga setiap kali tak nahan selera, beratku selalu bertambah seminggu sekali. 

Artinya, gulai rasa garam itu juga kode dari istri. Kalau aku macam-macam, maka dia akan menikah lagi. Bukankah sudah menjadi pameo, gulai asin itu pertanda yang masak akan menikah?

Menjelang tidur malam pun aku hanya menyantap punggung. Selera harus ditahan. Aku ngeri bila besok pagi ada batu cincin di atas kasur. Silahkan pikirkan sendiri maksudnya apa, ya?

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun