Mohon tunggu...
Rifan Nazhip
Rifan Nazhip Mohon Tunggu... Penulis - PENULIS
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Hutan kata; di hutan aku merawat kata-kata.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Gerbong Kereta

31 Agustus 2019   22:52 Diperbarui: 1 September 2019   21:04 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber ilustrasi : pixabay

"Bukan! Dia seorang wanita," pria  di sebelahnya lebih ramah.

"Oh, berarti nomor bangku ini ganda. Ada nomor sama untuk dua orang."

"Bukan! Dulu dia situ. Sekian puluh tahun lalu, mungkin. Dia seorang perempuan kesepian, menumpang pada Sabtu malam pada bulan kesekian, tahun kesekian. Ya, mungkin. Begitulah."

Saya bingung arah pembicaraan si tua. Tapi, saya berhasil menuliskan empat kata; Gila. Setelah itu kata; Aku. Bukankah kata "aku" cukup menjatuhkan martabat?  Oh, saya harus cepat menggantinya menjadi kata; Kau. Bagus, kan? Saya tertawa.

Pria tua itu sedikit cemberut. Dia kembali asyik mengikir kuku tangan, sambil bercerita masa muda dengan  perempuan di sebelahnya.

Hmm, kepala saya tiba-tiba diliputi pembenaran, tapi bukan kebenaran. Saya juga penah mendengar di gerbong ini seringkali ditemukan orang-orang kesepian yang pulang Sabtu malam, ataukah malam Minggu?

Terserah kau yang menyusun kata-katanya. Tak jarang mereka berjenis kelamin pria seperti saya, pun ada berjenis kelamin wanita. Kebanyakan jomblo sepanjangan. Bisa juga jomblo anyar, baru saja diputus sang pacar. Seperti kasus saya.

Mereka suntuk sepanjangan. Bukan seperti saya tentunya. Suntuk tetap bisa saya piting, dan jejalkannya ke dalam tong sampah. Saya penulis, pasti bisa membunuh gundah.

Di antara ketertegunan, saya tersentak oleh kelap-kelip lampu lorong. Seorang wanita duduk di sebelah saya. Beramput panjang. Ya, saya  suka itu. Gaun putih, itu paling saya suka . Bau bunga kamboja? Apakah saya suka aroma itu? Seketika wanita itu hendak mencekik saya. Dia terlihat kesepian. Orang-orang di gerbong, berdiri dan ingin  mencekik saya. Mereka terlihat kesepain.

"Kami ingin membunuh sepi. Kami ingin ramai, dengan mencekik leher kamu. Besok akan ada berita seorang pria mati dicekik di gerbong sekian." Seseorang berbicara, entah siapa.

"Ya, agar dimuat di media cetak maupun online, di media beling maupun kaca. Kami ingin ramai. Heboh. Membahana."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun